Tak pernah terpikirkan sebelumnya jika Aruna harus menikah setelah kehilangan calon suaminya 1 tahun yang lalu. Ia dengan terpaksa menyetujui lamaran dari seorang pria yang ternyata sudah beristri. Entah apapun alasannya, bukan hanya Aruna, namun Aryan sendiri tak menerima akan perjodohan ini. Meski demikian, pernikahan tetap digelar atas restu orang tua kedua pihak dan Istri pertama Aryan.
Akankah pernikahan tanpa cinta itu bertahan lama? Dan alasan apa yang membuat Aruna harus terjebak menjadi Istri kedua?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Trilia Igriss, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 13. Pemilik raga, namun tidak hati
Setelah melewati malam yang panjang, Aryan dan Aruna pulang dengan terpaksa meninggalkan Oma Setya yang masih terlihat merindukan cucunya itu. Pandangan Aryan berubah sayu melihat betapa sayangnya seorang nenek kepada cucu tercinta, yang tanpa diketahui siapapun telah Ia perlakukan tidak baik selama 2 bulan terakhir. Harapan keluarga Aruna untuk melihat gadis malang itu bahagia, nyatanya sirna tanpa mereka terka. Tak ada yang akan mengira di belakang mereka, Aruna menahan tangis pilu menjalani pedihnya berumah tangga bersama orang yang tidak mencintainya.
"Hati-hati Una." Berat, namun Oma Setya harus melepas kepergian Aruna untuk kembali ikut bersama suaminya.
"Oma sehat-sehat ya. Nanti Una ke sini lagi." Hanya anggukan yang Oma tunjukkan untuk menanggapi penuturan Aruna tersebut. Setelahnya sepasang suami-istri itu pun bergegas agar tak terjebak macet ketika di jalan nanti.
...----------------...
Mas mau ke rumah Mbak Gita? "Tanya Aruna sesaat setelah mereka sampai. Baru saja Aryan duduk untuk merehatkan tubuhnya, Ia mendadak kesal dengan pertanyaan dadakan dari Aruna yang seakan tengah mengusir dirinya.
"Kau mengusirku?" Mata elang itu semakin menyipit seiring kata tanya yang Ia lontarkan berhasil membuat Aruna mengelak dengan menunduk dan memalingkan wajah menghindarinya. Seperti sebelumnya, saat ini Aryan tiba-tiba beranjak dan melangkah mendekati Aruna yang menyadari pergerakannya. Tak ingin kejadian malam sebelumnya kembali terulang, Aruan menggeser tubuhnya menjauh sehingga Aryan terhenti dengan mata yang menyipit karena terheran akan sikap Aruna yang terus menghindarinya.
"Semakin kau menghindariku, semakin aku tidak mau pergi dari sini. Wajahmu tidak cocok menjadi wanita yang jual mahal, harusnya kau--"
"Menggodamu di atas tempat tidur?" Tukas Aruna menyela cepat. Seringai tiba-tiba tersungging di bibir Aryan yang tak mengira jika wanita di depannya ini mulai berani kepada dirinya.
"Baguslah kalau kau tahu. Karena kebiasaanmu memang begitu kan?" Namun 'plak!' Suara tamparan begitu nyaring terdengar di ruangan itu. Wajah Aryan berpaling, diam sejenak merasakan hawa panas menjalar di bagian pipi kirinya. Merasakan emosinya yang hampir meluap, Aryan kembali menatap Aruna dengan berniat memberi gertakan, sayangnya tatapan tajam itu seketika berubah melihat deraian air mata membasahi kedua pipinya dengan deras. Apa perkataannya memang sangat menusuk?
"Kalau kau tidak suka aku menjadi istrimu, kenapa tidak ceraikan saja aku, Mas?"
"Cerai? Tidak akan Aruna. Sebelum kamu kasih aku anak, aku tidak akan pernah menceraikanmu." Tegas Aryan sehingga Aruna ambruk terduduk di ujung ranjang. Ia menutup wajahnya merasa frustasi dengan apa yang terjadi pada hidupnya. Ia selalu berandai-andai jika Athar yang menjadi suaminya, maka Ia tak akan pernah membiarkan istrinya menangis ataupun terluka. Sekecil apapun lukanya.
"Egois, serakah. Aishhh apa begini rasanya memiliki raga, tapi tidak dengan hatinya? Mbak Gita, kamu lebih beruntung karena memiliki raga Mas Aryan, begitu pun hatinya." Batin Aruna memilih diam untuk sekedar menghindari perdebatan.
...----------------...
Entah panggilan yang ke berapa, Gita yang terus menekan nama Aryan, tak kunjung mendapat jawaban. Apa suaminya memang sudah melupakannya? Apa bunga baru memang lebih menggoda imannya?
"Mas... gimana aku mau percaya sama kamu? Sedangkan kamu aja lebih berusaha dengan Aruna dari pada aku. Meskipun kamu akan pisah satu bulan lagi, itupun kalau Aruna tidak hamil, tetap saja aku cemburu Mas. Apa lagi kalau Aruna hamil, berapa tahun kamu akan ninggalin aku sendiri begini. Sekarang masa subur aku, Mas. Bukannya kamu yang paling ingin punya anak sama aku?" Gumamnya meratapi diri di dalam kamar yang sengaja Ia kunci. Ia sudah tak berharap jika Aryan tak pulang malam ini. Meski semakin larut, namun rasa kantuk tak kunjung menyapa dirinya. Gita memeluk tubuhnya sendiri membiarkan air mata pilu mengalir dari ujung matanya. Sakit, jelas. Istri mana yang tak merasa sakit jika suami lebih memilih bersama madunya?
Di waktu yang sama, entah sudah berapa kali Aryan bermain dengan Aruna, Ia baru menyadari jika istri mudanya tak pernah sekalipun menatap matanya ketika bersama. Jika tidak terpejam, Aruna selalu berpaling seakan tak ingin melihat wajah Aryan.
"Aruna..." panggil Aryan tak ditanggapi apapun oleh Aruna. Wanita itu membisu selama Aryan menyentuhnya. Ia tak sedikitpun berucap atau menatap wajah sang suami seperti kebanyakan pasangan untuk memperlihatkan keharmonisan. Ia merasa, jika Ia membuka mata dan melihat wajah Aryan, hatinya akan terasa hancur berkeping. Tubuh siapa yang dijamah, namun nama lain yang terucap dari mulut Aryan. Aruna hanya berpikir jika cinta Aryan sepenuhnya hanya milik Gita. Cengkraman tangan Aruna pada sprei semakin kuat seiring gerakan Aryan yang begitu kasar kepadanya. Ia sudah tak karuan, nyeri terasa di sekujur tubuh menerima kemarahan Aryan yang seolah menyimpan dendam karena Ia tampar. Satu tamparan saja ternyata bisa membuatnya tersiksa. Mungkin jika Gita yang melakukannya, tamparan itu hanyalah sebuah lelucon bagi Aryan.
Sedangkan yang Aryan rasakan, sikap acuh Aruan menunjukan jika istrinya itu tak pernah menginginkan kebersamaan dengannya. Jika dengan Gita, memang Ia akan mencurahkan seluruh cinta kasihnya, begitu pun Gita yang melakukan hal yang sama. Namun dengan Aruna, perasaannya terasa bertepuk sebelah tangan meski keduanya tengah bermadu kasih.
"Mas Athar...." lirih Aruna nyaris tak terdengar.
"Siapa? Siapa yang dia panggil? Bermadu kasih denganku, tapi menyebut nama pria lain?" Batin Aryan menggertakkan giginya menahan amarah yang semakin meluap. Sentuhannya semakin kasar sehingga Aruna hampir berteriak kesakitan.
"Sudah.. Mas..." rintihnya benar-benar menyerah. Ia tak bisa menahan air matanya yang berderai begitu saja dengan pandangannya masih berpaling. Dengan paksa, Aryan meraih dagu Aruna dengan kasar agar keduanya bisa bertatapan.
"Tatap aku, Aruna." Tegasnya tak dituruti. Justru Aruna memejamkan mata agar pandangan mereka tak bertemu.
"Oh... itu maumu? Baiklah. Jangan salahkan aku." Lagi, Aryan dengan sengaja menyakiti Aruna hingga akhirnya kedua mata itu terbuka dan pandangan mereka berhasil bertemu. Sayangnya, Aryan tak menemukan ada cinta di sana. Hanya dendam dan rasa sakit yang terpancar dari manik hitam itu.
"Sakit. Ma-s." Suara Aruna semakin tercekat. Ia tak bisa lagi menahan rasa sakit yang diberikan Aryan padanya. Apa tamparannya sangat fatal sampai Aryan membalas dengan membuatnya hampir sekarat? Tubuhnya benar-benar sudah tak bertenaga. Aryan memilih cepat-cepat menyelesaikan aktifitasnya. Ia beralih memeluk erat sang istri yang kini menangis pilu dengan mata yang kembali terpejam. Entah Ia bergumam apa, yang jelas Aruna tak berpura-pura. Aryan menarik selimut untuk menutupi tubuh mereka. Ada rasa sesal melihat ketidakberdayaan Aruna karena ulahnya. Namun ada juga rasa puas karena sudah memberi pelajaran pada wanita yang berani kepadanya.
Tepat setelah itu, ponselnya berdering menandakan ada pesan masuk, namun Ia tak berniat untuk membukanya. Aryan perlahan memejamkan mata setelah memastikan Aruna tertidur.
"Malam ini masa suburku, Mas." Isi pesan teks yang terpampang di layar ponsel Aryan. Tak berbeda jauh dari Aruna, Gita berbaring dengan tangis pilu setelah memberanikan mengirim pesan tersebut. Nyatanya Ia tak bisa berpura-pura ikhlas jika Aryan terus bersama Aruna, meski Ia tahu jika suaminya tak sedikitpun mencintai Aruna. Apapun yang dilakukan Aryan kepada Aruna, semata hanya karena sebuah tujuan. Yakni, memiliki seorang anak. Setelahnya, Aryan bisa dengan mudah menceraikan Aruna jika mau.
...-bersambung...
gimana ya thor aruna dg Adnan
biar nangis darah suami pecundang
masak dak berani lawan
dan aku lebih S7, Aruna dg Adnan drpd dg suami pecundang, suami banci
drpd mkn ati dg Aryan, sbg istri ke 2 pula
berlipat lipat ,
memikiran gk masuk akal sehat..