Kinan hanyalah gadis biasa, dirinya mengadu nasib pergi ke kota bersama temannya setelah mendapatkan informasi kalau ada yang membutuhkan pekerjaan sebagai asisten rumah tangga, demi kebutuhan dan juga ingin mengurangi beban keluarga Kinan akhirnya pergi ke kota jakarta, Di sana Kinan harus berhadapan dengan Daniel pria tampan yang bahkan tidak pernah terpikirkan dalam hidupnya. Mampukah Kinan bertahan di jakarta atau memilih pulang dan melanjutkan sekolah?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon II, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Setelah Menikah
Setelah ijab Kabul selesai, Kinan dan Daniel meminta restu kepada orang tua mereka, Terlihat menyedihkan dan canggung. Apa yang terjadi seperti mimpi, itu yang di rasakan orang tua mempelai.
Kinan sendiri tidak bersuara banyak, dirinya memilih diam seribu bahasa. Kepalanya terasa pegal karena terus menunduk. Sedangkan Daniel terlihat tenang dan mencoba untuk tidak membuat masalah.
Sinta dan pak Arman membopong anak-anak untuk kembali ke vila, di ikuti bunda Tata, dan kedua orang tua Daniel, mereka tidak memungkinkan untuk menginap di rumah Kinan karena tidak cukup ruang di dalamnya. Sedangkan Daniel harus menerima kenyataan menginap di rumah Kinan yang mana sudah menjadi istrinya. esok pagi pak Yanto akan menjemput keduanya. Pukul 12 malam mereka meninggalkan kediaman Kinan.
Rumah sederhana itu kembali sepi. Kedua adik kembar Kinan sudah terlelap di samping Bu Anis yang masih terjaga pun Pak Danu. Pasangan suami istri itu berbaring tanpa kata terlihat wajah mereka nampak murung.
Anak perempuan mereka yang kemarin masih memakai seragam sekolah kini sudah menjadi istri seseorang.
Ketika ijab Kabul sodara mereka berbisik tentang Kinan.
"Di kampung kita tidak ada gadis yang hamil di luar nikah sebelumnya, sekarang Kinan hamil duluan, mungkin mereka ga terlalu pusing karena Kinan di hamili anak orang kaya. Mungkin di lain sisi juga ada bagusnya? Kinan ga harus capek-capek kerja orang suaminya kaya. Tapi tetap aja warga kampung pasti mengolok-olok mereka."
Mengingat itu Bu Anis menghela napas panjang membuat pak Danu menoleh ke arahnya.
"Semua sudah terjadi Ma, kita mau bilang apa." katanya lirih, meratapi nasib keluarganya yang mulai esok hari pasti akan menjadi berita utama di kampung.
"Bagaimana kita menghadapi omongan orang-orang Pak?" Tanya Bu Anis begitu pasrah. Menangis dengan mengelus rambut kedua putranya.
Pak Danu menggelengkan kepala, "Besok kita jangan ke ladang dulu, di rumah saja dulu."
.
Di lain kamar, Kinan duduk kikuk di tepi ranjang, Daniel berdiri di ambang pintu kamar menatap kamar Kinan yang akan menjadi kamar pengantin mereka.
Ukurannya bahkan lebih besar kamar mandi ku.
Daniel membatin sesekali menarik napas seolah mencari udara, melihat itu Kinan mendongak menatap Daniel.
"Den-
"Panggil aku Daniel, sekarang aku suami mu," kata Daniel ketus. Perlahan menghampiri Kinan, melihat itu Kinan meringkuk takut.
Daniel duduk di samping Kinan, Terheran karena ranjang terus bergoyang seolah akan ambruk. Untuk itu Daniel segera bangkit.
"Aku akan tidur di bawah, ranjang ini tidak akan mampu menahan tubuh ku."
Kinan lantas bangkit menarik Daniel yang siap merebahkan tubuhnya di lantai tak berasal itu.
"Kenapa? kamu mau ikut tidur di sini juga?"
"Biar saya tidur di sini. Den... Maksudnya kamu tidur di atas saja."
Daniel menyunggingkan senyum melihat bagaimana Kinan bersikap kepadanya.
"Tidak usah, aku laki-laki, kalau aku tidur di atas ranjang dan kamu di bawah apa kata orang tua mu, menghamili mu sudah membuat mereka menderita jadi jangan lagi buat aku buruk di mata mereka."
Mendengar ucapan Daniel, Kinan diam tanpa ingin membantah membiarkan Daniel sibuk menarik tikar yang ada di sisi kamar.
"Tidurlah, besok pagi kita akan kembali ke Bandung. Aku butuh istirahat." Daniel segera menutup mata, mengabaikan Kinan yang masih diam berdiri.
Untuk pertama kalinya aku tidur dengan cara seperti ini, kedepannya apalagi.
Daniel mulai mengantuk dan perlahan terlelap.
Kinan berjalan kembali ke ranjang, perlahan menarik selimut miliknya dan menyelimuti Daniel, Merasakan tubuhnya hangat Daniel semakin terlelap. Kinan tidak melihat senyuman di wajah Daniel karena dirinya segera naik keatas ranjang merebahkan tubuhnya yang juga sama lelahnya. Diam-diam Kinan kembali menangis tanpa suara tidak ingin menggangu Daniel yang terlelap.
Ya Allah sebegitu berat cobaan mu ini, besok aku harus pergi dari rumah ini dan meninggalkan keluargaku, rasanya berat ya Allah. Aku berharap ini mimpi. Aku masih ingin sekolah.
Kinan terus menangis sampai ia juga terlelap. Di luar terdengar suara rintikan hujan membuat keadaan semakin sunyi.
Malam itu semua orang merasakan kesedihan. Pernikahan yang seharusnya bertabur kebahagian sama sekali tidak terlihat. Hanya air mata dan air mata.
Kinan harus siap meninggalkan kampung Babakan Tasik dan keluarganya, sedangkan kedua orangtuanya harus siap menerima omongan warga sekitar mengenai pernikahan Kinan yang mendadak itu.
.
Azan subuh berkumandang. Kinan perlahan membuka mata, duduk di tepi ranjang tanpa tau harus berbuat apa, diam-diam melirik Daniel yang masih terlelap. Biasanya kalau subuh ibunya akan datang ke kamar membangunkan nya, tapi kali ini wanita itu tak kunjung datang yang Kinan dengar suara sedikit bising dari arah dapur.
Kinan terus berpikir, takut kalau ke luar kamar, tidak siap jika harus bertemu kedua orangtuanya.
Daniel mulai membuka mata, merasa bising dengan suara dari arah dapur.
"Itu suara apa sih?" ucap Daniel kesal. Segera bangkit dan mengumpulkan kesadarannya, cuaca amat dingin terasa Daniel segera menarik selimut dan menutupi tubuhnya yang menggigil.
"Ngapain kamu duduk di situ? Bukanya tidur?" kata Daniel, melihat Kinan yang mana duduk seperti malam kemarin, tidak mungkin gadis itu terus terjaga sepanjang malam pikir Daniel.
"Saya mau sholat subuh tapi-" Kalimat Kinan menggantung seolah sulit untuk melanjutkan.
"Tapi apa?" tanya Daniel datar, rasa mengantuk mulai datang kembali.
"Saya takut." Cicit Kinan.
Daniel menghela napas, segera bangkit dengan terpaksa, kakinya mendekati Kinan.
"Mari aku antar!"
Kinan mendongak menatap Daniel.
"Tapi di luar ada mama sama bapak."
"Aku tau, mereka tidak akan melukaimu, tapi untuk berjaga-jaga aku akan mengantarmu. Ayo." Daniel mengulurkan tangan meminta Kinan menyambutnya.
Ragu-ragu Kinan mengangguk dan menerima tangan Daniel. Keluar bersama melewati kedua orang tua Kinan yang hanya diam menatap kedatangan suami istri baru itu.
"Lihat, mereka tidak menggigit mu kan?" Bisik Daniel yang mana tidak di gubris Kinan.
Kinan segera masuk kedalam kamar mandi sedangkan Daniel setia menunggu di luar. Menghiraukan tatapan kedua mertuanya.
Rasanya aku ingin cepat-cepat pulang. Di sini tidak nyaman, tubuhku sakit semua.
Daniel memijat lengannya yang terasa pegal dan nyeri, tidak biasa tubuhnya harus tidur tanpa beralas kasur lagi di ruangan sempit, tapi mau bilang apa, dirinya harus bersabar. Ini kampung orang kalau berbuat macam-macam bisa-bisa mati pikir Daniel.
Pagi harinya. Kinan di minta ke dapur oleh Bu Anis. Tak ada obrolan mereka mempersiapkan sarapan dengan canggung.
Daniel ke luar kamar untuk menyusul Kinan yang sibuk menata piring. Di sana ada perapian Daniel segera duduk dan menghangatkan tubuh.
Pak Danu ikut duduk di susul Bu Anis dan kedua putra kembar mereka. Kinan yang masih di liputi rasa bersalah mau tidak mau ikut bergabung. duduk di samping Daniel.
"Sarapan kami memang seperti ini, seadanya." kata pak Danu memberanikan diri bersuara.
"Tidak apa-apa Pak, saya juga berterima kasih karena sudah di izinkan menginap dan ikut sarapan."
"Nak Daniel sudah menjadi menantu kami, walaupun rasa kecewa masih ada,"
Kinan yang akan menyendok nasi menghentikan tangannya karena mendengar ucapan sang ayah, melihat itu Daniel mengambil alih, sendok nasi di ambilnya lalu memberikannya kepada Kinan.
"Ambilkan nasi untuk bapak dan mama, sebelum kamu meninggalkan mereka."