"Aku memacari Echa, hanya karena dia mirip denganmu. Aku gak akan bisa melupakanmu Inayah. Jadi dengarkan aku, pasti... pasti aku akan memutuskan Echa apabila kamu mau kembali padaku!" Terdengar lamat-lamat pertengkaran Catur dengan mantan kekasihnya yang bernama Inayah dihalaman belakang sekolah.
Bagai dihantam ribuan batu, bagai ditusuk ribuan pisau. Sakit, nyeri, ngilu dan segala macam perasaan kecewa melemaskan semua otot tubuhnya. Echa terjatuh, tertunduk dengan berderai air mata.
"Jadi selama hampir setahun ini aku hanya sebagai pelampiasan." monolog gadis itu yang tak lain adalah Echa sendiri.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Erchapram, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Suasana Baru
Berada di tempat yang baru untuk kedua kalinya. Rumah bercat coklat dengan banyak pepohonan disekitarnya, membuat suasana sejuk dan nyaman untuk dijadikan tempat melepas penat seusai bekerja.
Setelah berkeliling mencari kos-kosan ditemani kak Yati sepulang bekerja kemarin. Akhirnya aku memutuskan memilih tinggal di sebuah rumah petak daripada kos yang hanya berisi kamar tidur saja tanpa kamar mandi dalam. Trauma kemarin masih membekas, membuat ku lebih waspada.
Rumah petak ini ada beberapa pintu. Dan sebagian penghuninya adalah keluarga. Lokasi yang strategis dekat masjid dan juga pasar, menjadi pertimbanganku saat memilih tinggal disini. Ditambah ada rumah pemilik kontrakan di bagian depan yang masih satu halaman. Karena kami semua berada dalam satu pintu gerbang, jadi keamanan Insya Alloh terjaga.
Karena barang belum aku pindah dari tempat kos lama, sementara tidur dengan tikar tidak mengapa. Yang terpenting tidak kepanasan atau kehujanan. Bersyukur dalam setiap hal adalah yang utama.
Setelah membersihkan diri, aku ingin mencari penjual makanan sambil berkeliling pasar. Cukup lama aku mencari warung yang pas dilidah dan juga kantong. Hingga Nasi pecel lele khas daerah Jawa Timur menjadi pilihanku. Sembari menunggu penjual menyiapkan pesananku, kepalaku tak henti berkeliling melihat keadaan sekitar.
Ku lihat beberapa preman meminta uang kepada para pedagang. Dengan dalih uang keamanan, tapi yang kulihat mereka seperti pemaksa. Dan wajah-wajah pasrah pedagang menjadi pemandangan yang menemani ku makan malam ini.
"Ini mba, silahkan dinikmati," ucap pelayan di warung ini.
"Terima kasih," jawabku.
Karena aku sudah sangat lapar, langsung saja aku santap hidangan yang telah tersaji didepanku. Tidak lupa untuk membaca doa terlebih dahulu.
Tidak butuh waktu lama, makanan itupun habis tersisa tulang ikan lelenya saja. "Alhamdulillah kenyang,"ucapku pelan.
Hidup di perantauan seorang diri tanpa teman apalagi keluarga rasanya sangat sepi. Jadi ingin tahu kabar para sahabatku, mereka sedang apa ya? Demi masa depan, kami sepakat untuk berpisah menuju kota tujuan masing-masing. Dan kak Ghofar adalah salah satu yang merasa kehilangan aku. Mau bagaimana lagi, hidup harus terus berjalan dan tidak mungkin kalau aku terus menjadi beban Ibu.
Karena berjalan sambil melamun, tidak sengaja aku menabrak seseorang yang sedang duduk diatas sepeda motornya. Jelas bukan dia yang salah, karena dia sudah memarkir motornya ke tepi. Dasarnya aku aja yang jalan tidak lihat-lihat. Dan sekarang aku sendiri yang jatuh terpental.
Inilah definisi sudah jatuh tertimpa tangga, sudah sakit bo**ng ku mencium aspal. Malah kena malu karena diketawakan orang itu.
"Hahaha, makanya kalau jalan itu lihat depan jangan melamun. Dan kalau sudah ngantuk itu tidur dirumah jangan justru keluyuran. Gak fokus kan,?" Ucapnya sambil terus tertawa lebar menertawakan kekonyolanku.
"Bukannya menolong, ini malah sibuk ngetawain derita orang," Gerutuku sambil mencoba bangun dan berdiri.
"Eh, iya ya sini aku bantu berdiri atau mau sekalian aku gendong bawa pulang?" makin ngaco nih orang pikirku.
Dengan tanpa beban orang ini mengulurkan tangan, "namaku Erik, sini aku bantu berdiri."
"Lah kok malah ngajak kenalan segala sih," pikirku.
"Sebenarnya kamu ingin pergi kemana, dan kenapa melamun di jalanan?" tanyanya ulang tapi terdengar lebih akrab.
"Aku hanya sedang jalan-jalan saja tadi setelah beli makan disitu," jawabku sambil ku tunjuk warung tempat aku beli makan malam tadi.
"Eh, kamu belum sebutkan nama lho tadi saat aku ajak kenalan. Dan sepertinya kamu baru disini, karena aku baru malam ini melihatmu." Katanya lagi.
"Oh iya, maaf namaku Echa. Betul aku baru saja pindah ke sini kemarin. Dan aku anak perantauan yang belum kenal siapapun di sini." Jawabku akhirnya sebut nama juga.
"Toko sembako depan itu milik keluarga ku, dan aku biasa nongkrong disini. Jadi aku hafal siapa saja yang sering lewat," penjelasan dari Erik ketika melihat aku menyipitkan mata saat dia tadi bertanya tentang aku yang baru dilihatnya.
"Terima kasih ya Erik, aku ijin pulang dulu." Kataku karena memang aku sudah sangat mengantuk dan merasa kurang nyaman ketika ngobrol dengan orang baru kenal.
"Baiklah, semoga kita bertemu lagi ya Echa." Katanya sambil tersenyum sangat manis.
Ku akui Erik merupakan laki-laki keren. Postur tubuh tinggi dengan body yang pas, kulit kuning bersih, hidung mancung dengan iris mata coklat menambah daya tariknya. Tapi saat ini aku masih belum ingin memikirkan apapun selain bekerja dan kuliah. Aku ingin sukses sehingga bisa membuat bangga dan membahagiakan keluargaku. Biarlah takdir Tuhan yang akan menuntun ku ke arah mana kaki melangkah.
Pagi kembali menyapa, seperti biasa rutinitas harianku dimulai. Tapi ada satu kegiatan yang berkurang, dan itu membuatku merasa kurang lengkap. Karena aku belum sempat memindahkan banyak barang dari tempat lama, termasuk kompor dan peralatan memasak lainnya. Jadinya kalau mau makan harus keluar dulu ke warung. Sungguh merepotkan dikala badan mager.
Tidak semua orang menyukai kita, meskipun kita tidak sedikitpun menyinggungnya. Sebagian dari mereka membenci orang lain tanpa alasan. Jika ada istilah mencintai tanpa syarat. Ada pula membenci tanpa masalah. Sangat cocok petapah itu untuk kak Dewi. Dari awal aku masuk kantor ini, dia berbeda dengan teman yang lain. Dia selalu memandang sinis, berkata ketus dan tak jarang sengaja ingin mencari ribut denganku.
Seperti siang ini, hanya karena aku pesan makanan lewat delivery. Aku dikatakan sombong tidak mau makan di kantin bareng yang lain. Padahal alasannya bukan itu, aku hanya ingin mencoba menu baru. Apa itu salah?
"Kamu ini ya, baru juga karyawan junior tapi udah belagu gak mau makan bareng di kantin?" tanyanya dengan nada sinis.
"Emang ada masalah apa kak, jika aku pesan makanan dan tidak bareng kalian?" jawabku.
"Heh, udah berani jawab kamu ya. Masalah dong, harusnya sebagai karyawan baru tuh kamu mengikuti semua yang kita lakukan. Bukannya malah kayak gitu." katanya lagi. Dan asli cara dia ngomong dan semua yang dia bicarakan buat aku merasa lucu.
"Udahlah kak, aku mau makan dulu. Kakak sebaiknya segera ke kantin, keburu waktu istirahatnya habis. Ucapku sambil menahan senyum.
"Ah, kamu ya. Ya udah aku pergi dulu. Awas ya!" Masih sempat juga dia mengancam.
Nyatanya kedewasaan seseorang tidak bisa dinilai dari usia. Contohnya kak Dewi ini, jika aku tebak umur nya sudah jauh diatas ku. Tapi kelakuannya sangat kekanak-kanakan. Segala urusan orang dia ingin tahu. Sampai urusan makan pun harus sesuai dengan kebiasaan yang dia lakukan. Tapi ya sudahlah, sebagai karyawan baru aku harus extra sabar. Jikalau keusilannya masih dalam tahap wajar, aku akan mengalah. Tapi tidak jika lain kali dia sudah keterlaluan.
Jam pulang pun tiba, aku sengaja memperlambat waktu pulang. Karena ada yang ingin aku pelajari lagi terkait pekerjaanku. Dan kali ini, aku belajar lagi dengan pak Herman. Sekitar 45 menit kemudian, karena langit sudah gelap jadi aku putuskan untuk segera pulang.
Di perjalanan saat aku berjalan kaki di trotoar, tanpa aku sadari ada seseorang mengendarai sepeda motor dengan laju sangat pelan. Ku pikir dia masih belajar berkendara. Karena kepalanya tertutup helm full face, jadi aku tidak mengenali siapa gerangan.
brum brum brum
Aku dibikin kaget gara-gara suara motor disampingku.
"Siapa sih, kurang kerjaan banget."Gumamku kesal.
"Sombong amat Cha, dari tadi aku samperin gak mau nengok." Katanya sambil membuka kaca helm nya.
Aku melotot kaget, ternyata si Erik.
"Lah kan wajahmu tertutup, lagian ngapain sih kamu ini. Kendarai motor kok pelan sekali kayak baru belajar saja." Ucapku sengaja meledek dia.
"Mau bareng gak?" Ajaknya sok akrab sambil tersenyum lebar. Siapa pun pasti akan terpana melihatnya.
"Terima kasih, aku jalan saja. Kamu boleh duluan." usirku dengan cara halus.
"Okey, Seandainya nanti kita bertemu tanpa sengaja untuk ketiga kalinya, berarti kita berdua jodoh Echa." Dia berkata sambil tertawa dan berlalu pergi.
"Dasar sinting," kataku setelah Erik sudah tidak kelihatan.
Yang Echa tidak tahu, bahwa Erik telah jatuh cinta pada pandangan pertama. Dia merasa getaran didadanya. Jantung nya berdetak sangat cepat ketika berbicara dengan Echa.
Erik memang belum pernah pacaran, meskipun wajahnya tampan dan juga memiliki karakter ramah kepada siapapun. Tapi untuk urusan hati, dia sangat pemilih. Sudah banyak wanita-wanita cantik ada yang sexy, ada yang tertutup menginginkan bisa menjadi pasangan Erik. Tapi lain dengan Erik yang tidak tertarik sedikitpun. Dari sekian banyak yang mendekatinya, tidak satupun yang mampu membuat jantungnya tidak aman. Semua biasa saja, dia hanya menganggap kenalan. Tapi berbeda saat dengan Echa, walaupun baru sehari bertemu tapi sudah bisa membuat seorang Erik gegana (gelisah galau merana).
Lain Erik lain Echa, pernah mengalami gagal dalam sebuah hubungan. Apalagi saat itu dia baru dalam fase cinta pertama. Membuat Echa trauma untuk kembali menjalin kasih. Orang yang terlihat lembut dan romantis saja bisa membuat hati patah dan sakit. Apalagi orang seperti Erik, yang mudah akrab dengan orang baru. Terlalu ramah, seolah dia adalah pemain hati.
Sedangkan kita tidak boleh menilai seseorang hanya dengan melihat luarnya saja. Karena, kita tidak pernah tahu ada kepribadian seperti apa di balik sebuah penampilan ataupun perilaku seseorang.
Don't Judge a Book by Its Cover. Jadi, jangan hanya menilai atau menghakimi orang lain karena kita juga tak ingin ada orang lain yang menghakimi kita dengan ukuran mereka.
.
.
.
.
.
.
.
Alhamdulillah, update lagi.
Othor ucapkan banyak terima kasih yang sudah membaca cerita ini. Tapi bolehkah Othor minta sedikit lagi. Tidak susah kok, setelah membaca tinggal klik tombol like nya, dan tinggalkan komentar kalian tentang cerita ini.
Ini adalah novel pertamaku, ingin sekali aku bisa lulus kontrak. Tapi semua tergantung dukungan dari kalian para pembaca.
By : Erchapram