NovelToon NovelToon
Di Balik Cadar Arumi

Di Balik Cadar Arumi

Status: tamat
Genre:Tamat / Cinta setelah menikah / Diam-Diam Cinta / Romansa / Menyembunyikan Identitas
Popularitas:50.6k
Nilai: 5
Nama Author: Mbak Ainun

Penasaran dengan kisahnya yuk lansung aja kita baca....

Yuk ramaikan...

Sebelum lanjut membaca jangan lupa follow, like, subscribe , gife, vote and komen yah....

Teruntuk yang sudah membaca lanjut terus, dan untuk yang belum hayuk segera merapat dan langsung aja ke cerita nya....

Selamat membaca....

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mbak Ainun, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 13

"Selamat pagi, Mas ...."

Suara lembut Arumi menyapanya. Aris yang sedang berjongkok di depan lemari menjadi terkejut. Ia tidak mendengar suara pintu dibuka tiba-tiba mendengar suara istrinya begitu dekat.

"Pagi," jawabnya menatap wajah cantik Arumi. Istrinya datang dengan membawa secangkir teh hangat bersama dengan sepiring pisang goreng.

"Sarapan pisang goreng dulu ya, Mas. Sebentar lagi sarapannya baru masak," ucap Arumi. Ia menelisik apa yang dilakukan Aris. "Mas nyari apa? Aku bantuin, boleh?"

"Sudah dapat, Rum. Ini nyari surat rumah."

"Surat rumah? Rumah siapa? Kenapa dicari?" tanya Arumi beruntun. Ia duduk di pinggir di dekat Aris yang masih duduk berjongkok.

"Surat rumah ini. Kamu saja yang simpan. Aku suka teledor menyimpan sesuatu. Takut hilang. Ini." Aris menyodorkan lembaran kertas dalam map pada Arumi.

"Simpan baik-baik," ucap Aris lagi.

Arumi tidak menjawab. Tapi diam-diam dirinya merasa senang. Aris mulai berbagi tugas padanya walaupun hanya sekadar menyimpan benda berharga itu setidaknya dirinya merasa memiliki kepercayaan dari pria itu. Dengan senang hati, Arumi menerima surat itu.

"Aku simpan di dalam lemariku. Nanti kalau sewaktu-waktu Mas butuh bisa mengambilnya sendiri."

Arumi bangkit menuju lemari pakaiannya. Lalu, menyimpan benda yang diamanahkan kepadanya.

"Rum, nanti tidak usah dibawakan bekal. Aku sarapan di rumah saja," ucap Aris tiba-tiba. Arumi menoleh setelah menutup pintu lemari.

"Jangan tersinggung. Masakanmu enak kok," ucap Aris lagi.

"Mas malu ke kantor membawa bekal?"

"Eh, nggak sama sekali."

Aris cepat menyahut.

"Kalau iya pun nggak apa-apa kok, Mas," balas Arumi.

"Nggak, Rum. Aku bukannya malu. Si Evan juga sering membawa bekal ke kantor. Yang lainnya juga sama. Aku ... nggak ikhlas saja karena makanan itu bakal aku yang menghabiskannya."

Arumi mengerutkan kening pertanda bingung dengan jawaban yang didengarnya. Tetapi respons itu tidak bertahan lama. Ia terlihat sudah memahami alasan Aris.

"Kamu Paham kan?" tanya Aris.

Arumi mengangguk. Apa nasi goreng yang kemarin itu mas Nijar yang menghabiskannya?" Arumi lantas menebaknya.

"Iya. Dan jangan tersinggung. Makanya sekarang lebih baik nggak usah membawa bekal ke kantor sebelum Nijar benar-benar tau siapa kamu."

"Mas mau menjelaskannya ?"

"Nanti sajalah. Kita cari waktu yang tepat."

Telah tercipta satu kesepakatan, Arumi agak lega dengan kemajuan hubungan mereka. Aris pun sudah jauh lebih manis menunjukkan sikapnya. Walaupun terkadang masih mencuri-curi pandang.

Tak mengapa. Segala sesuatu memang butuh proses, dan mereka sedang melewati proses itu. Terpenting adalah, mereka sudah berada di bawah atap yang sama, tinggal bersama.

Batin Arumi terus mendengungkan doa-doa.

***

Suatu pagi saat Aris duduk menghadap meja makan. "Ada acara di kantor, Rum. Mereka yang memiliki keluarga disarankan datang membawa keluarga," ucap Aris sambil terus memperhatikan Arumi yang bergerak menyiapkan sarapan untuknya.

"Kapan?" tanya Arumi menghentikan langkah. Ia fokus dengan jawaban Aris.

"Besok." Arumi mengernyit. Ada yang aneh baginya. Kemudian ia bergerak lagi melanjutkan kesibukannya.

"Pasti ngomongnya mendadak. Kenapa nggak dari kemarin-kemarin bicaranya sih, Mas? Jadi aku kan bisa mencari tambahan karyawan. Besok banyak sekali pesanan kue. Emi dan temannya pun sudah kusuruh lembur malam nanti supaya besok tidak keteteran." Arumi mengungkapkan kegelisahannya dengan nada protes.

"Maaf. Tapi kamu enggak berangkat juga nggak apa-apa kok. Banyak juga karyawan yang belum berkeluarga."

Arumi menangkap kejanggalan dari kalimat yang diucapkan Aris.

"Bisa kok. Aku usahakan datang," balas Arumi sangat yakin.

"Kalau repot, nggak datang juga nggak apa-apa. Bukan acara yang penting-penting amat kok. Kamu fokus ke orderan saja."

Tak menampik pernyataan Aris yang benar. Namun, ada gurat kekecewaan di wajah Arumi. Mestinya Aris bicara padanya jauh-jauh hari. Jadi ia bisa mempersiapkan diri.

"Mas Aris takut kalau Mas Nijar mengenaliku? Kan aku pakai cadar. Jadi nggak mungkin dia tau." Arumi mencoba menebak.

"Terus terang iya, Rum. aroma masakanmu saja dia tau."

"Dia nggak bakal tau kok, Mas. Kalaupun ketauan, ya sekalian saja bicara jujur. Beres kan?"

"Masalahnya tidak sesederhana itu, Rum." Aris mencoba untuk memberi pengertian. Memang ada satu kekhawatiran yang coba ia jelaskan, tapi Arumi sulit untuk memahaminya.

"Mas Aris saja yang kelewat takut. Toh, andai saja kita ketauan, belum tentu mas Nijar marah. Ada banyak kemungkinan baik loh, Mas. Tidak ada salahnya kita berprasangka yang baik-baik, mensugesti pikiran dengan kemungkinan yang baik."

"Kamu nggak ngerti, Rum. Maksudku bukan begitu. Tapi ... ya sudahlah. Kita coba saja. Kamu boleh datang."

Kata-kata setuju yang terucap dari bibir Aris bernada terpaksa. Arumi sampai terheran-heran sendiri, apa yang sebenarnya coba Aris sembunyikan darinya?

Pada akhirnya, Aris membawa serta Arumi ke acara kantor. Pakaian tertutup berwarna merah muda menjadi pilihannya, hijab panjang hingga menutupi dada dan punggung serta dilengkapi cadar dengan warna yang sama.

Arumi berdiri di teras,Pada akhirnya, Aris membawa serta Arumi ke acara kantor. Pakaian tertutup berwarna merah muda menjadi pilihannya, hijab panjang hingga menutupi dada dan punggung serta dilengkapi cadar dengan warna yang sama.

Arumi berdiri di teras, menunggu Aris yang masih mengambil kunci mobil.

Saat suaminya keluar, tatapannya langsung mengarah pada Arumi. Dilihatnya wanita pilihan mamanya itu berdiri menunggunya. Aris menatap tanpa berkedip. Tampak helaan nafasnya yang panjang.

Arumi yang merasakan yang janggal dari tatapan itu. Ia merasa ada sesuatu yang salah dari penampilannya.

"Apa ada yang salah dengan pakaianku, Mas?" Arumi memberanikan diri untuk bertanya.

"Nggak ada. Yuk, kita berangkat. Nanti telat keburu banyak orang," jawab Aris. Justru Arumi aneh mendengarnya.

"Memangnya kenapa kalau banyak orang?"

"Nggak apa-apa. Kalau berangkat duluan kan masih sepi. Sudah, ayo buruan."

Aris melangkah lebih dulu, melewati Arumi yang masih bingung dengan sikap aneh suaminya. Tidak seperti biasa yang lebih manis, sikap Aris jauh berubah ada kemajuan. Namun, sejak semalam sikapnya perlahan dingin.

Mobil yang dikendarai Aris melaju keluar dari halaman, mengikuti arus lalu lintas yang ramai. Aris memilih jalur alternatif, melewati sedikit jalan berlubang tapi dengan jarak yang lebih dekat. Lima belas menit sampai di tempat tujuan. Hari Minggu yang cerah dengan pancaran sinar matahari pagi menyambut kedatangan keduanya di sebuah hotel.

"Acaranya pasti ramai ya, Acara tahunan kah?" tanya Arumi.

Tempo hari, dirinya tidak seantusias hari ini. Melihat hotel mewah sebagai tempat diadakannya acara, ia yakin jika pemilik perusahaan tempat suaminya bekerja bukanlah orang sembarangan.

"Iya, acara tahunan. Family gathering namanya. Pak Anwar memang punya tujuan untuk merangkul karyawannya supaya lebih dekat seperti keluarga. Makanya acara ini dikhususkan untuk keluarga karyawan, tidak mengundang pihak luar."

"Oh, begitu."

1
Abdullah Ar-Roja'iy
Luar biasa
Merah Mawar
Ok cukup bagus
Bellenav
Buruk
Retno Harningsih
up
Retno Harningsih
lanjut
Retno Harningsih
up
Retno Harningsih
lanjut
Retno Harningsih
up
Retno Harningsih
lanjut
Retno Harningsih
up
Retno Harningsih
lanjut
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!