Denis Agata Mahendra, seorang bocah laki-laki yang harus rela meninggalkan kediamannya yang mewah. Pergi mengasingkan diri, untuk menghindari orang-orang yang ingin mencelakainya.
Oleh karena sebuah kecelakaan yang menyebabkan kematian sang ayah, ia tinggal bersama asisten ayahnya dan bersembunyi hingga dewasa. Menjadi orang biasa untuk menyelidiki tragedi yang menimpanya saat kecil dulu.
Tanpa terduga dia bertemu takdir aneh, seorang gadis cantik memintanya untuk menikah hari itu juga. Menggantikan calon suaminya yang menghamili wanita lain. Takdir lainnya adalah, laki-laki itu sepupu Denis sendiri.
Bagaimana kisah mereka?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon aisy hilyah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tuan Agata
"Direktur Hasto, apa yang kau lakukan?" tanya Radit geram, sungguh dia tidak menyangka bawahannya sendiri justru membela orang lain.
"Iya, Paman. Kenapa Paman membela mereka?" sambung Karin ikut merasa kesal dengan sikap pamannya itu.
Hasto bimbang, melirik Haris yang masih berdiri di sana menunggu kejelasan hukuman untuk mereka yang sudah menindas Larisa.
"Tuan, kita tidak bisa berbuat semena-mena terhadap asisten Denis. Bagaimanapun, beliau adalah utusan resmi tuan Agata untuk mengatur kerjasama dengan perusahaan kita," papar Hasto menjelaskan situasinya kepada Radit.
Laki-laki itu mendengus, mencibirkan bibir berpaling dari Hasto. Ia tidak menyadari keberadaan Haris yang masih berdiri di sana. Asistennya Denis itu melangkah mendekati Radit, hendak keluar.
"Dia itu hanya seorang asisten. Lagi pula perusahaan sebesar itu kenapa tidak Tuan Agata sendiri yang datang? Diusir dari kantor ini pun tidak akan menimbulkan masalah," ujar Radit tanpa segan.
"Silahkan jika Anda berani," bisik Haris saat melintasi tubuh Radit.
Tatapan mereka beradu, Haris menghantarkan ancaman mengintimidasi Radit yang bersikap semaunya sendiri tanpa memandang orang lain. Cukup seperti itu saja, sudah menggetarkan hati cucu Mahendra itu.
Haris keluar menyusul Denis yang sudah lebih dulu pergi dari perusahaan tersebut. Meninggalkan Hasto yang dilanda gelisah, tapi tak mampu menjelaskan tentang siapa Denis. Ia pergi dari hadapan Radit yang masih tak habis pikir dengan sikap salah satu bawahannya itu.
"Kembali pada pekerjaan kalian!" titah Radit seraya berbalik dan pergi meninggalkan tempat tersebut diikuti Karin yang mengekor di belakangnya.
Ia membanting diri di sofa yang ada di ruangannya, memijit pelipis yang terasa berdenyut memikirkan semua kejadian.
"Ada apa? Apa ada masalah?" tanya Karin yang duduk di samping suaminya itu. Ia menelisik wajah Radit yang kusut, tak enak dipandang.
"Entahlah. Apakah ini kabar baik atau justru kabar buruk? Aku tidak tahu," keluh Radit sambil menggelengkan kepala.
Karin menuang air putih dan memberikannya kepada Radit sebagai bentuk perhatian.
"Minum dulu," katanya menyodorkan gelas tersebut ke hadapan wajah Radit.
Laki-laki itu beranjak duduk, menerima gelas tersebut dan menenggak isinya hingga tandas.
"Jika kau percaya padaku, ceritakan apa yang sedang membebani pikiran suamiku ini?" ujar Karin begitu penasaran dengan keadaan suaminya itu.
Radit menghela napas, melirik ke arahnya dengan tatapan sendu. Pertemuan dengan Larisa adalah yang dia inginkan, tapi situasinya sungguh tidak menguntungkan baginya.
"Kakek menemukan cucunya yang hilang, dia akan mengundangnya untuk datang ke pesta ulang tahun kakek Minggu depan," ucap Radit setelah menimbang rasa.
Karin terkejut, yang dia tahu cucu tuan Jaya Mahendra hanyalah Radit seorang. Jika ada yang lain, sudah dipastikan posisi CEO yang sekarang diduduki oleh suaminya itu akan terancam jika kinerja perusahaan tidak juga meningkat.
"Lalu, apa yang akan kau lakukan?" tanyanya cemas.
Itu bukan perkara yang sepele, tidak akan mudah bagi Radit untuk bertahan. Kecuali, dia mampu mengembangkan perusahaan menjadi lebih maju atau setara dengan Agata Grup.
"Entahlah. Aku belum memikirkannya. Aku hanya ingin tahu siapa dan seperti apa cucu kakek yang lain itu," sahut Radit bingung.
Ia menjatuhkan kepala pada sandaran kursi, memejamkan mata lelah. Bukan karena pekerjaan, tapi karena kabar tak mengenakan itu.
"Apa ayah sudah tahu tentang hal ini?" tanya Karin teringat pada mertuanya yang bisa melakukan segala macam cara untuk mendapatkan apa yang dia inginkan.
"Sepertinya belum, aku juga baru mendengarnya dari orang lain. Kakek belum mengumumkannya secara resmi," jawab Radit tanpa membuka matanya sama sekali.
Karin tercenung, dia pun penasaran seperti apa rupa cucu kakek itu. Apakah dia lebih tampan? Lebih berwibawa, dan lebih dipercaya oleh kakek? Ah, dia harus segera mencari tahu tentang sosok itu.
****
Meninggalkan Radit dan Karin yang tengah dilanda kebingungan. Larisa dan Denis sedang menikmati waktu mereka berdua. Berjalan bergandengan menuju tempat parkir. Ah, Denis lupa dia datang bersama Haris.
"Apa kau benar-benar berhenti dari perusahaan ini?" tanya Denis sembari menelisik senyum di wajah Larisa yang begitu tertekan.
Larisa mengangguk pasti, tapi dia benar-benar membutuhkan pekerjaan untuk menopang biaya hidupnya.
Perbincangan mereka tak terasa sudah mengantar keduanya pada tempat parkir sepeda listrik milik Larisa. Secara kebetulan, Haris muncul dari lift dan berjalan hendak mendekati mobilnya.
"Tuan!" panggil Haris keceplosan. Ia tertegun ketika kedua mata Denis melebar sempurna.
"Tuan?" Larisa menatap bingung keduanya, menelisik wajah Denis yang seketika menegang.
"Ah, asisten Denis! Kau sudah mau pulang?" tanya Haris meralat panggilannya.
"Iya," jawab Denis singkat karena merasa kesal terhadap Haris.
"Baiklah. Hati-hati!" ucap Haris lagi salah tingkah.
Larisa terdiam menatap keduanya, menelisik tingkah mereka yang begitu mencurigakan.
"Anda sendiri bagaimana?" tanya Denis mengalihkan rasa gugup ketika Larisa terus menerus menatap padanya.
"Aku menunggu tuan Agata," katanya bersikap normal.
Larisa membeliak mendengar nama besar itu. Mengingat Denis diangkat menjadi asistennya, ia ingin mengucapkan terima kasih.
"Tuan Agata ada di sini?" tanya Larisa antusias kepada Haris.
Melihat itu, Haris semakin gugup dibuatnya. Ia berdehem sebelum menjawab, "Iya, Nona. Beliau datang bersama kami."
Larisa tersenyum lebar, menghadap Denis buru-buru. Ia memegang tangan laki-laki itu, meremas jemarinya dengan kuat.
"Denis, tuan Agata di sini. Bisa kita menunggunya sebentar? Aku mau mengucapkan terima kasih kepadanya," pinta Larisa dengan mata berkaca memohon pada Denis.
Pemuda itu berdecak di dalam hati, tak kuat melihat mata milik Larisa.
"Mengucapakan terima kasih untuk apa?" tanya Denis bingung.
Larisa memukul dada suaminya kesal. Menatap tajam membuat dahi Denis mengernyit.
"Kau jangan tidak tahu diri, Denis. Tuan Agata sudah mengangkat mu menjadi asistennya padahal kau baru saja melamar kerja," ucap Larisa dengan tegas.
Denis meneguk saliva, bingung sendiri dengan apa yang sudah terlanjur dia buat. Haris menahan tawa melihat pemandangan di depannya.
"Hei, bagaimana?" sentak Larisa kesal melihat sikap Denis yang lamban di matanya.
Denis menatap Haris meminta bantuan padanya agar terlepas dari jerat permainannya sendiri.
"Ah, saya rasa tidak perlu, Nona. Kalian pulang lebih dulu saja. Tuan mendadak ada urusan yang membuatnya tidak bisa keluar sekarang dari ruang rapat," ucap Haris berharap Larisa akan percaya dan segera pergi.
"Kau dengar? Tuan Agata sangat sibuk, lagipula Haris akan menyampaikan ucapan terima kasih mu padanya," sambut Denis dengan cepat.
Larisa menghela napas kecewa karena tak dapat berjumpa dengan orang yang sudah berjasa bagi hidup suaminya itu. Ia pun mengangguk lemah, menatap Haris memohon.
"Tolong sampaikan terima kasih kami kepada beliau, Tuan!" pinta Larisa sembari membungkukkan tubuh pada Haris.
Pemuda itu tertegun tak percaya, Larisa begitu mudah dibohongi.
Astaga! Berdosanya aku.
gk mau Kalah Sam Denis ya....
Yg habis belah durian......