Raina Grittella 2

"Bara mau nggak ya gue pacarin?"

Maila mengatakannya dengan wajah berbinar. Pasalnya gadis itu sudah naksir sama Bara karena ketampanannya. Meski hati Maila hanya buat babang Javas semata. Nyatanya ketulusan Maila dibalas oleh perselingkuhan. Ini benar-benar menyakitkan.

"Tanyakan sama orangnya," jawab Rain. Wajahnya ketus kayak nggak ikhlas kalau Bara mau jadi pacar Maila.

"Kalau dia mau gimana?" kata Maila menggoda.

Rian mengangkat kedua bahunya. "Nggak gue pikirin!" sahut Rain santai. Mengambil alih laptopnya.

"Ciee cemburu ya?"

"Tidak sama sekali!"

Daripada membahas soal cinta lebih baik Rain cari pundi-pundi rupiah saja yang lebih menyenangkan. Cinta itu sakit dan juga nggak bikin hidup bahagia apalagi kenyang. Coba itu yang menjalani rumah tangga bermodalkan cinta apa kenyang? Nggak kan? Sebenarnya devinisi bahagia itu ya uang. Kalau kita punya uang banyak bakal jadi orang yang disegani dan nggak dipandang sebelah mata. Semua pasti mau deket karena ada maunya. Bahkan dengan uang kita bisa membeli mulut tetangga.

Rain memang perempuan mandiri. Biasanya kalau modelan gini ya laki-laki itu pada ngejar. Ada yang tulus ada juga yang hanya mau duitnya saja. Sayangnya Rain nggak tertarik. Perempuan kelewat mandiri nggak butuh lelaki apalagi dia bisa melindungi dirinya sendiri.

Kalau berumah tangga itu mungkin nomor sekian karena Rain juga mau punya anak, tapi kalau sudah sakit hati dia akan langsung tidak peduli bahkan bisa langsung menghabisi nyawa orang yang membuatnya sakit hati.

Sebab Lea adalah pembunuh bayaran berdarah dingin dulu. Sayangnya dia harus menahan permainan pisaunya saat menjadi Rain. Tubuh Rain terlalu lemah untuk jiwa Lea yang kuat. Itu mengapa dia mudah dibohongi dan gampang jatuh cinta. Meski jiwa Lea ada ditubuh Rain tetap saja hati dan pikiran Rain masih jalan.

Sekarang semua telah berubah dan Lea sudah lulus uji coba othor. Menjadi Rain seutuhnya. Jadi jika dia kejam itulah sosok Lea yang sebenernya.

"Kalau gitu gue deketin ya." Maila nggak menyerah buat godain Rain. Berharap gadis itu keluar tanduknya dan menunjukkan rasa cemburu.

Rupanya diluar dugaan, Rain malah pergi dengan membawa laptop. Menuju ruang kerja supaya lebih tenang. Bersamaan dengan keluarnya Rain dari kamar, Bara sudah berdiri di depan pintu kamar Rain.

"Ngapain?" tanya Rain. Kedua matanya memicing curiga.

"Ketuk pintu!" Bara menggerakkan kepalan tangannya.

Dia memang mau ketuk pintu kamar Rain tapi gadis itu sudah lebih dulu buka pintu sebelum diketuk.

Rain melengos dan pergi ke ruang kerja. Ada telepon dari Frans juga barusan.

"Kenapa lagi sih!" gumam Bara.

"Cemburu tadi gue godain. Lo mau nggak jadi pacar gue?" ucap Maila terang-terangan.

Padahal Maila hanya menjelaskan tapi Bara salah mengartikan dan malah bergidik ngeri. Dia memilih pergi saja ke kamar si kembar. Rencana buat ngobrol bareng Rain gagal sudah. Malah berganti rasa takut karena Maila naksir sama dia.

Bara akan bilang kepada Rain nanti kalau Maila baru saja nembak dirinya.

Di ruang kerja, Rain menggunakan earphone sambil mendengarkan Frans bicara. Jemarinya juga sambil menari diatas keyboard. Sambil sesekali menjawab pertanyaan Frans. Gadis itu tetap saja fokus meski sambil menelpon seseorang.

"Sekarang? Berapa yang bakal gue dapet?" tanya Rain.

Mendengar jawaban dari Frans di seberang sana pun Rain langsung keluar dari aplikasi menulisnya dan mematikan layar laptop.

Dia menyambar jaket yang digantung dekat pintu. Dengan langkah tergesa Rain keluar dari ruang kerja. Mengabaikan pertanyaan Maila yang baru saja dari dapur dan hendak menaiki anak tangga.

Maila sendiri hanya bisa menghela napas dan geleng kepala karena sudah paham tabiat Rain kalau ada keadaan mendesak dan tahu kemana perginya gadis itu.

***

"Gue nggak yakin cewek kayak lo bisa menang. Paling juga cuma gaya-gayaan aja!"

Rain tidak memperdulikan cibiran dari lawan mainnya. Dia tetap fokus merapikan peralatan yang akan digunakan untuk balapan.

Sementara laki-laki yang duduk di motor sebelah Rain itu terus mendecih. Dia merasa paling hebat dan nggak bakal bisa terkalahkan.

"Asal lo tahu aja, gue ini Rio yang selalu juara dan lo mending mundur dari sekarang daripada malu!" ucap Rio.

Laki-laki itu baru saja pulang dari luar negeri untuk menyelesaikan kuliahnya. Empat tahun disana membuat Rio kehilangan banyak berita tentang dunia balapan dan tentang lawan mainnya malam ini.

Seorang laki-laki berkulit sawo matang datang dan berbisik kepada Rio. Entah apa yang sedang dibicarakan, kedua mata Rio melotot saat melihat Rain dan sekarang tidak lagi berani mencemoohnya. Tiba-tiba diam sampai pertandingan dimulai.

*

Suara mesin motor saling beradu dan saling menyalip satu sama lain. Posisi pertama masih dipertahankan oleh Rio. Laki-laki itu tersenyum dengan bangganya karena bisa mengalahkan Rain. Gadis yang sejak tadi di unggul-unggulkan oleh pembalap lainnya. Rio rasa Rain hanya bergaya saja tanpa memiliki skill. Buktinya dia masih jadi ....

Sial! Rio semakin melaju dengan kencang saat Rain berhasil menyalip ditikungan. Sekarang tertinggal dengan jarak yang lumayan. Rio tidak terima dan menambah kecepatan. Dia nggak mau kalau sampai kalah malam ini.

Bisa kacau reputasinya nanti. Masa iya seorang Rio bisa dikalahkan oleh seorang perempuan tengil seperti Rain.

Gadis finish pun sudah terlihat. Rio yakin dia bisa meraihnya. Harapan itu sia-sia saja karena Rain lah yang menjadi pemenangnya.

Suara riuh tepuk tangan para penonton pun terdengar. Rain membuka helmnya dan menatap Rio dengan sinis. Tatapan yang Rio berikan saat menatap Rain tadi.

"Bagaimana, Tuan Rio yang terhormat!" ucap Rain.

"Nggak usah sombong! Gue cuma ngalah aja sama lo!" kata Rio dengan angkuh.

Dia pun pergi dari hadapan Rain dan bergabung dengan gengnya. Frans datang memberi ucapan selamat karena malam ini geng mereka menang lagi. Diam-diam Rain memang ikut di geng motor hanya saja dia jarang berkumpul.

Malam ini Rain kembali meraih juara dan membawa uang ratusan juta. Rain membagi rata dengan para anggota lalu sisanya dia masukkan ke dalam tas dan pulang.

Rio sejak tadi menatap Rain dan menunggu gadis itu pergi sendiri.

"Dari tadi gue liat-liat lo liatin Rain terus!"

"Oh, namanya Rain?"

Tio mengangguk, "Dia mahasiswi dikampus Bhakti Darma."

Rio mengangguk senang karena sudah mengantongi informasi tentang Rain. Entah kenapa dia tertarik kepada gadis itu.

"Gadis yang unik."

Bersambung....