Raina Grittella 2
Bab 1
Usai memarkirkan motornya Rain melangkah menuju kafe langganannya. Cuaca mendung dan sepertinya hujan akan segera turun memaksa Rain untuk mempercepat langkahnya agar sampai di kafe sebelum hujan. Dia membuka pintu kaca bertepatan dengan suara gemercik hujan yang turun. Gadis itu bernapas lega karena tidak kehujanan.
Rain mengedarkan pandangan untuk mencari tempat kosong karena memang suasana kafe lumayan ramai. Kebetulan ada di paling pojok dekat kaca besar itu kosong. Tempat favorit Rain.
"Americano satu."
Rain berkata setelah pelayan kafe menanyakan apa yang ingin dia pesan. Kali ini Rain memilih untuk menikmati Americano. Kopi yang selalu Rain nikmati sambil bekerja.
"Kenapa bukan latte?"
Suara itu ... Membuat jantung Rain tiba-tiba berdebar dan mengingatnya kepada seseorang dimasa lalu.
"Nih diminum dulu." Rain merasa heran karena laki-laki yang baru dikenal sekitar beberapa bulan tahu kopi yang menjadi favoritnya.
"Apapun yang kamu sukai aku tahu, karena kamu sudah ada disini." Laki-laki itu menunjuk dadanya sendiri.
"I love you, Rain!"
Rain berkali-kali menyadarkan dirinya bahwa pemilik suara tidak sama dengan seseorang yang berada di masa lalu. Ini hanya halusinasinya dan mana mungkin laki-laki itu datang kembali.
Hingga Rain tersadar saat suara itu kembali terdengar.
"Boleh aku duduk sini kan?" ucapnya tanpa persetujuan Rain, dia sudah duduk di kursi kosong tepat dihadapan Rain.
Gadis tomboy itu tidak menanggapi dan tetap fokus pada layar laptopnya. Mencoba menenangkan diri dari bayang masa lalu. Dari nama yang sudah dihapusnya bukan hanya pada sosial media tapi juga pada hatinya. Mati-matian Rain melupakan semuanya agar hatinya tenang dan pikiran juga waras.
"Sibuk banget sih?" tanya laki-laki itu.
Rain berusaha untuk abai tapi rasa penasarannya memaksa Rain untuk menatap siapa gerangan yang duduk dihadapannya saat ini?
"Hai!" Tanpa berdosa laki-laki itu melambaikan tangannya.
Kedua mata Rain melotot bahkan bola matanya seakan hendak menggelinding saking terkejutnya dengan apa yang dia lihat.
"Lo ngapain disini!" tanya Rain ketus.
Dugaan Rain benar jika orang yang duduk dihadapannya adalah orang yang sama. Orang yang telah menorehkan luka cukup dalam di hatinya hingga membuat Rain enggan kembali membuka hati kepada laki-laki manapun. Menyibukkan diri dengan segudang pekerjaan demi melupakan semua yang telah terjadi.
"Ketemu calon istri yang dua tahun ngambek karena salah paham sampai lupa jalan pulang," katanya santai sambil menaik turunkan alisnya.
Rain mengusap wajahnya dan menyugar rambut yang dia potong model wolf cut itu. Rain benar-benar tidak bisa berkata apapun saat ini. Mau pergi di luar hujan deras dan pekerjaan juga sedang menantinya.
"Siapa yang kasih tahu lo!" Rain tidak peduli dengan ucapan laki-laki itu.
Dua tahun dia pergi dari kota kelahirannya dan kota yang telah banyak membuat Rain terluka. Mati-matian dia membuka lembaran baru dan melupakan semuanya. Mencoba tidak peduli dengan keluarga apalagi saudara kembarnya. Rain benar-benar hidup mandiri dan dia merasa lega karena terbebas dari belenggu masa lalu yang menyakitkan.
Rupanya sekarang dia harus bertemu kembali dengan wajah laki-laki yang telah dia benci.
Siapa yang memberitahu laki-laki itu? Bahkan keluarganya sampai saat ini tidak ada yang tahu dimana keberadaan Rain karena memang dia benar-benar menutup semua akses tentangnya. Memberi ancaman jika sampai ada yang mencari dirinya dan membujuk untuk kembali.
Rean! Satu nama itu terlintas dan hanya orang itu yang tahu dimana Rain berada. Jika Papanya bisa menerima keputusan Rain, tidak dengan Rean. Laki-laki itu terus memaksa agar Rain memberikan alamat dirinya berada.
"Lo tahu dari Rean?" tebaknya.
Kedua tangan Rain mengepal jika memang Rean yang membuka rahasianya maka dia akan memberi perhitungan hari ini juga.
Laki-laki itu menggeleng, "Gue udah nggak pernah nanya ke dia lagi. Dia nggak bakal kasih tahu meski harga diri gue pun udah gue turunin di depan dia!" jelasnya.
"Cih!" Rain tersenyum miring.
Tidak lagi percaya pada apapun yang laki-laki itu katakan. Rain memilih kembali fokus pada pekerjaan yang telah menanti.
"Rain, bisa kita bicara baik-baik?" Wajah laki-laki itu mulai serius.
Rain tetap menatap layar laptopnya dan jemarinya pun menari di atas keyboard. Rain tidak lagi mau mendengarkan apapun ucapan Bara. Laki-laki yang telah menorehkan luka sangat dalam.
Bara pun juga diam menunggu Rain dengan sabar sambil menikmati kopi dan juga roti bakar. Meski membosankan tapi demi masa depan dan hubungan yang baik maka Bara harus menahan rasa jengkelnya.
*
Satu jam berlalu dan mulut Bara terasa gatal ingin bicara.
"Aku tahu dari orang suruhanku. Kamu lupa? Jika di kampus kamu daftar dengan nama asli?" ucap Bara pada akhirnya.
"Aku nggak peduli jika kamu melarang aku mencarimu dengan ancaman vidio itu tersebar. Aku nggak pernah lakuin itu, Rain. Acara malam itu, aku di jebak. Aku nggak tahu apapun dan nggak lakuin sesuatu sama cewek itu. Kalau saja David nggak nolongin aku ya mungkin ... Semua bakal terjadi."
Rain mengemasi barang-barangnya dan meletakkan uang satu lembar seratus ribu di meja.
"Mau kemana? Biar aku aja yang bayar." Bara mencengkram pergelangan tangan Rain.
Gadis itu langsung menepisnya dan memilih untuk pergi. Dia malas bertemu dengan Bara. Apapun alasannya Rain tidak akan pernah mau kembali pada laki-laki yang sudah melukainya.
***
Hujan siang tadi menyisakan genangan air dimana-mana. Suasana syahdu yang menenangkan setelah hujan itulah yang Rain sukai. Beberapa pejalan kaki mulai terlihat lagi dan kendaraan melaju dengan santai setelah hujan reda.
Sore akan berganti senja tapi tidak membuat Rain beranjak dari bangku taman. Sejak dari kafe dia memilih untuk duduk di taman sambil memperhatikan pohon-pohon yang basah karena air hujan.
"Gue itu memang seperti hujan, berkali-kali jatuh tapi tidak akan pernah sakit!" gumamnya.
Jalan kehidupan Rain terlalu banyak kerikil tajam, tapi sekarang semua telah berlalu dan Rain menjalani kehidupan layaknya manusia normal pada umumnya. Tidak lagi memiliki masalah yang terlalu berat.
Gadis itu menatap ke langit sambil tersenyum seolah ada seseorang di atas sana.
"Lo udah bahagia kan sekarang? Gue akhirnya bisa ubah kehidupan lo, Rain!" ucapnya.
Di dalam tubuh itu sebenarnya adalah jiwa Lea. Sementara pemilik tubuh aslinya telah menyerah karena tidak tahan dengan kehidupannya. Jika dipikir-pikir memang sangat tidak masuk akal tapi transmigrasi jiwa itu ada. Lea dan Rain lah yang mengalaminya.
"Soal cinta? Gue udah malas berurusan dengan perasaan!"
Rain menghela napas lelah. Memilih menikmati minuman kaleng bersoda sambil menatap suasana sekitar yang mulai sepi. Syahdu dan begitu menenangkan bagi Rain.
Dia lalu mengambil ponselnya dan membuka galeri. Mencari album foto yang berisi kenangan saat SMA dulu. Foto yang terlihat bahagia bersama Bara sebelum kejadian menyakitkan itu terjadi.
Bersambung ...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 127 Episodes
Comments
Ibuk'e Denia
aq mampir lagi thor
2024-07-11
1
Helen Nirawan
kasian Rain , tertekan , sakit hati , jahat mang tuh bpk gila ,.iisshh
2024-07-08
1