Tentang masalalu yang belum selesai, cinta karena terpaksa, rasa yang tak lagi sama, Restu yang tak berpihak, dan penyesalan yang selalu menghantui. terkadang, Kehilangan sering terjadi karena kesalahan kita sendiri. Begitu juga dengan Ares, Dia tidak pernah menganggap Kartina ada selama masalalu nya belum selesai. padahal jelas-jelas Kartina bertekad membantu Ares untuk lepas dari masalalu. Namun setelah berhasil, hubungan mereka terhalang restu, hingga pada akhirnya, keduanya memilih mengakhiri meski keduanya kembali ingin memiliki. akankah mereka kembali bersama?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon RESKI OEY, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 17 Dia bukan orangnya.
Fahri tengah berjalan di koridor sekolah, dia hendak menghampiri Kartina ke kelasnya untuk mengajaknya ke kantin. saat di depan kelas Kartina, keduanya berpapasan di depan pintu. Kartina, cewek itu hendak pergi ke kantin bersama kedua sahabatnya. namun langkah ketiganya terhenti saat Fahri tiba-tiba berdiri di depannya.
"Pada mau ke kantin? " Tanya Fahri pada ketiganya. Kartina, Elisa, dan Lilis.
"Iya nih, kamu mau ikut Ri?" Lilis bertanya balik pada Fahri.
"Boleh." Fahri menganggukkn kepalanya.
"kayaknya kita gak jadi ke kantin, tin kamu sama Fahri aja ya?" Elisa mengurungkan niatnya untuk pergi ke kantin.
"Lah kenapa? kan asik kalau rame-rame" Balas Kartina.
"Takut ganggu kalian bye bye." Lilis yang mengerti apa maksud dari Elisa itu pun langsung menarik tangan Elisa. mengajaknya untuk masuk kembali ke dalam kelas.
"Yaudah berdua aja lah tin." Kartina mengangguk. mereka pun pergi ke kantin berdua.
Sementara Lilis, cewek itu kembali ke arah pintu untuk mengecek Fahri dan Kartina apa mereka sudah pergi apa belum. ternyata keduanya sudah hilang dari pandangan nya. Lilis pun kembali berjalan ke arah Elisa, berniat mengajak nya untuk pergi ke kantin. Karena perut dia sudah benar -benar lapar. bahkan sudah tidak bisa Lilis tahan lagi.
"Sa aku lapar."
"Dih gimana sih, kan kita bilang nya gak jadi ke kantin, udah sih tahan dulu aja." Elisa menyarankan Lilis untuk menahan perutnya yang sedang kelaparan.
"Sumpah sa, aku lapar banget dari pagi belum makan." Lilis terlihat memegangi perutnya.
"Nih aku ada roti." Elisa mengeluarkan tempat roti di dalam tasnya." makan aja." lanjutnya.
"Apaan orang aku mau nya mie ayam."
Eli menghela nafas pasrah, dia pun berdiri dari tempat duduknya. " Yaudah ayo." Lilis terlihat antusias, mereka pun segera berjalan keluar kelas untuk pergi ke kantin.
Sesampainya di kantin, Kartina langsung duduk di kursi tengah, sementara Fahri, cowok itu terlihat memesan mie ayam dua, yang satu buat Kartina, satu lagi buat dia sendiri. tak lupa dengan dua botol minuman. untuk menetralisir rasa pedesnya.
Fahri berjalan ke arah Kartina sambil membawa dua mie ayam dengan dua botol air mineral di atas nampan.
"Horeee mie ayam." sambut Kartina antusias. cewek itu suka banget sama mie ayam.
"Kita makan ya." Kartina mengangguk. Fahri pun duduk saling berhadapan dengan Kartina.
Tatapan Kartina tertuju pada kedua sahabatnya Elisa dan Lilis. Jujur, Elisa sangat malu. gara-gara sahabatnya dia harus pergi ke kantin. Padahal tadi Elisa bilang sama Kartina kalau dia tidak jadi pergi ke kantin. semuanya gara gara Lilis yang bikin Elisa sangat malu.
"Guys, sini gabung." panggil Kartina pada kedua sahabatnya.
Keduanya menghampiri Kartina dan Fahri.
"Aku tahu kok kalau kalian lapar, makanya jadi kan ke kantin?" Elisa dan Lilis tersenyum lebar mendengar itu. jujur, yang malu bukan cuma Elisa saja. tapi Lilis juga.
"Hehe iya." jawab Lilis merasa malu pada Kartina yang tadi sempat menolak ajakannya pergi ke kantin. sekarang malah ke kantin karena perut nya terasa lapar.
"Aku pesan mie ayam dulu ya." Elisa hendak pergi melangkah untuk memesan mie ayam.
"Jangan lupa sambalnya banyakin." teriak Lilis memenuhi isi kantin.
Suana pun kembali hening, Lilis menatap Kartina begitu juga dengan Fahri.
"Gimana?" tanya Lilis di sela sela keduanya menikmati mie ayam. Kartina dan Fahri yang mendapatkan pertanyaan dari Lilis seketika bingung.
"Gimana apanya?" Kartina terlihat kebingungan.
"Kalian udah pacaran?" Kartina yang mendengar itu langsung tersedak saat dia tengah memakan mie ayam. Fahri pun langsung membukakan botol minuman nya. lalu memberikannya pada Kartina.
"Hati-hati tin."
"Cie so sweet emm jadi pengen punya pacar."
"Kartina kenapa?" Tanya Elisa yang baru saja datang setelah memesan mie ayam.
"Mereka pacaran sa, buktinya Fahri romantis gitu sama Kartina." Lilis menjawab pertanyaan dari Elisa.
"Lilis apaansih, siapa yang pacaran ngaco kamu." Kartina berusaha meralat ucapan sahabatnya.
"Udah sih kalau emang kalian pacaran bilang aja kali gak usah di sembunyiin." Elisa berusaha memancing keduanya.
"Enggak, orang beneran gak ada yang pacaran."
"Belum, bukan enggak." timpal Fahri meluruskan.
"Fahri!" Kedua mata Kartina melotot atas ucapan Fahri barusan.
Sementara Elisa? cewek itu tertunduk sedih sambil mengaduk mie ayam yang barusan di pesan. melihat keduanya yang begitu mesra membuat nya merasa sakit. tapi yang lebih sakit bagi Elisa dia selalu baik-baik saja padahal kenyataannya dia hancur mendengar itu.
••••••
Ares mencari keberadaan Sri sedari tadi, kata teman sekelasnya, Sri ada di taman. Ares pun memutuskan untuk pergi ke teman detik itu juga. dan benar saja, cewek itu ada di taman sendiri. Ares pun bergegas menghampiri nya lalu duduk di sebelah nya.
"Sendirian aja, mau di temenin gak?" Sri sontak langsung menoleh ke sebelahnya, jujur, satu satunya alasan dia pergi ke taman yaitu karena Ares pasti selalu menemui nya ke kelas setiap istirahat. namun cara itu sia-sia Sri lakukan karena Ares akan selalu mencari kemanapun dia pergi.
"Gak usah." Sri berdiri dari tempat duduknya, hendak pergi dari hadapan Ares.
Ares ikut berdiri menarik sebelah tangan Sri.
"Mau kemana?"
"Kelas."
"Kenapa sih Lo menghindar terus?"
"Lo tau gak kak alasan gue pergi ke taman buat apa?
Ares yang mendengar itu terdiam.
"Karena gue gak mau dekat-dekat sama Lo lagi, so plies jangan ganggu gue lagi." Sri memberi alasan kenapa dia pergi ke taman. karena dia tidak mau bertemu lagi dengan Ares.
Sri yang melihat Ares terdiam memutuskan untuk segera pergi dari sana. berharap dengan peringatan tadi membuat Ares berhenti buat mengejarnya.
'so plies jangan ganggu gue'
Kalimat terakhir Sri membuat kepalanya berisik. jujur, mungkin Sri bukan orang yang Ares cari, begitu juga dengan Sri. Ares sadar, jika prilakunya selama ini pada Sri terlalu berlebihan. Ares sadar akan hal itu.
•••••
Setelah pulang sekolah, Aldo memutuskan untuk ke coffeshop yang sempat dia kunjungi kemarin. cowok itu pun segera turun dari atas motor. lalu berjalan ke arah pintu utama. Saat Aldo menarik pintu, tak sengaja Aldo berpapasan dengan seorang pegawai yang melayani nya kemarin.
"Ka Aldo kan? yang semalam aku temenin ngopi." Fania berusaha memastikan kalau dia tidak salah orang.
"Iya, kamu.. mau pulang?" Aldo melihat Fania menggunakan hodie berwarna hitam dengan rambut di gerai panjang. Fania terlihat begitu cantik jika rambutnya di gerai.
"Iya kak, aku shif pagi tadi. Jadi bisa pulang sore."
"Aku anterin pulang ya, biar tau rumah kamu dimana." Aldo memberi tawaran untuk pulang bareng.
"Bukanya kakak ke sini mau ngopi?" Fania terlihat kebingungan.
"Lain kali juga bisa yuk." Aldo kembali menaiki motornya.
Sementara Fania, cewek itu masih terdiam dengan isi kepala yang penuh tanda tanya.
"Ayo." Aldo menyuruh Fania untuk segera naik ke atas motor.
"Eh iya kak." Fania terlihat buru-buru naik ke atas motor. mungkin karena dia Reflek tadi.
Aldo pun mulai menyalakan motornya lalu segera pergi dari lokasi. Sebenarnya Aldo sengaja ke coffeshop hanya sekedar ingin bertemu dengan Fania. dia merasa cuma Fania yang bisa menjadi seorang pendengar yang baik untuk dirinya. namun setelah Aldo mengetahui kalau Fania sudah pulang. dia pun mengurungkan niatnya untuk tidak jadi minum coffe. karena tujuan awal dia bukan untuk sekedar meminum Coffe. tapi ingin bertemu dengan Fania.
keduanya tiba di depan rumah, mungkin lebih tepatnya kostan, Fania merupakan anak perantauan yang berasal dari Sumatra. dia hanya tinggal sendiri di ibu kota bahkan satu sodara pun tidak ada. dia benar-benar sendiri.
Keduanya segera turun dari atas motor. pandangan Aldo tiada henti memperhatikan rumah di depannya yang terbilang ada tiga tingkat.
"Makasih ya kak udah nganterin pulang." Fania mengucap terima kasih pada Aldo karena telah mengantarkan pulang.
Lalu setelah itu Fania berjalan ke arah pintu. lalu membuka nya dengan kunci. Kosan Fania berada di lantai satu. jadi keduanya tidak perlu naik tangga dulu untuk bisa masuk.
"Kamu ngekost?" Tanya Aldo masih tidak percaya dengan pandangan yang baru saja dia lihat.
"Iya kak, ayo masuk." ucap Fania setelah berhasil membuka pintu kosanya yang tadinya terkunci.
"Di luar aja, gak enak sama tetangga." ujar Aldo.
"Ouh yaudah, aku ke dalam dulu ya." Fania pun segera masuk ke dalam rumah. sementara Aldo, cowok itu memilih untuk duduk di depan teras yang tersedia kursi dari bambu rotan.
Setelah mandi, Menganti bajunya, Fania kembali menemui Aldo di depan teras. Aldo yang menyadari Fania pun langsung menoleh ke arah samping.
"Maaf do, gak bisa ngasih apa-apa, maklum anak kost hehe" Fania duduk di sebelah Aldo.
"Lagian aku ke sini bukan buat minta makanan."
"ya kan namanya tamu harus di suguhin kan?"
"Udah tenang aja, oh ya, kamu udah lama kost di sini?" Aldo bertanya pada Fania.
"Udah setahun sih." jawab Fania sedikit berpikir.
"Tinggal sendiri emang gak kesepian?" tanya Aldo tiba-tiba.
"Ya gitu lah, kesepian sih pasti, namanya juga perantau kan? kadang kita rela jauh dari keluarga demi cari uang. ya pasti yang aku lakuin ini bukan keinginan, tapi kebutuhan juga kak." jawab Fania bijak.
Aldo yang mendengar itu terdiam, dia benar-benar salut dengan Fania. jarang-jarang perempuan ada yang merantau seperti Fania, apalagi di kota besar, Pasti resikonya tinggi, apalagi harus benar-benar bisa jaga diri.
"Kamu sendiri tinggal sama siapa? orang tua?" Aldo yang mendengar itu tersenyum miris.
Mendengar pertanyaan itu jujur dia tidak tau harus menjawab apa. bahkan rumah yang dulu dia impikan bersama keluarganya kini hancur sia-sia. sudah tidak ada sisa satupun kenangan di dalamnya. hanya menyisakan luka yang begitu dalam. dan kerinduan yang selalu datang tiba-tiba.
"Sendiri." Fania terlihat bingung dengan jawaban dari Aldo.
"Orang tua kamu?" Tanya Fania, jujur dari kemarin dia sangat penasaran dengan Aldo, sepertinya, cowok itu banyak menyimpan rasa sedih yang mungkin jarang cowok itu ceritakan.
Aldo yang mendapat pertanyaan itu dari Fania cukup terdiam lama.
"Kalau kamu gak mau cerita. Gapapa kok."
"Kedua orang tua aku udah pisah semenjak aku masih SMP. Mamah aku sekarang jadi TKW di Saudi, sementara papah. jujur aku gak tau dia dimana. kadang aku marah Fania sama tuhan. kenapa harus aku! kenapa harus aku yang selalu jadi korban di tinggalkan."
"Kadang aku heran sama tuhan, aku dari kecil udah kesepian Fania, tapi kenapa tuhan selalu ngambil orang-orang yang aku sayang, tuhan gak mikirin apa perasaan aku setiap hari gimana? Setiap aku nunggu waktu kapan aku bisa mati. ya karena ke kenyataan aku hidup ini buat apa."
Bibir Aldo terlihat bergetar saat menceritakan semuanya. bahkan kedua matanya mengalir deras. cowok itu benar-benar menangis sejadi-jadinya.
Fania yang mendengar itu langsung memeluk Aldo dengan cepat. Air matanya yang sedari menetes kini kian menderas. rasanya tidak mudah jadi Aldo. hidup sendirian tanpa kedua orang tua.
"Udah ya kak jangan nangis, kadang kita gak bisa ngubak takdir kita sendiri." Fania melepaskan pelukannya dari Aldo.
"Pokonya kalau kakak butuh tempat buat cerita. datang aja kak, pokonya aku janji bakalan selalu ada buat kakak. janji gak bakalan ninggalin Kakak."
Aldo tersenyum tipis mendengar nya. Bukan cuma cantik, tapi Fania juga orang nya baik. Aldo bersyukur bisa ketemu Fania yang bisa dengerin semua ceritanya. Karena cuma Fania seorang yang bisa dia ajak ngobrol. dan Fania berhasil membuat Aldo percaya, jika tidak ada salahnya buat kita percaya lagi sama orang.
••••