Dini Ariani seorang dokter muda harus rela untuk mengemban tugas di sebuah desa terpencil. Ia di tugaskan menjadi seorang tenaga medis di sebuah Pustu Tua yang berada di kampung terpencil.
Di hari pertamanya bekerja, Dini mendapatkan shift malam untuk menjadi dokter jaga di Pustu tersebut. Dini ditemani seorang bidan bernama Naura yang juga merupakan petugas medis dari luar daerah yang di tugaskan di Pustu tersebut.
Malam itu mereka mendapatkan pasien yang akan melahirkan, seperti biasa Naura melihat pasien yang diantarkan menggunakan andong, karena memang daerah tempat mereka bertugas merupakan desa terpencil. Hanya andong yang biasa di jadikan warga sebagai transportasi umum.
Pasien yang mereka tangani merupakan pasien misterius.
Pasien misterius seperti apa yang di maksud?
Dan malam seterusnya saat mendapatkan shift malam, Dini selalu mengalami hal-hal di luar nalar nya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Desy kirana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tidak tega
Dini mengangguk perlahan. "Aku hamil mas!" kata Dini dengan Isak tangis.
"Astaga! Sayang, jangan menangis." Andre langsung menarik Dini kedalam pelukannya.
Ia menepuk-nepuk bahu Dini agar tenang. "Sudah tenanglah!" ujar Andre.
Bukannya tenang karena berada dalam dekapan Andre, Dini malah menangis keras sekali karena merasakan sesak di dada nya.
Andre hanya diam membiarkan Dini meluapkan perasaan sedihnya. Tidak di pungkiri jika Andre juga merasa bersalah, tidak hanya pada Dini tapi juga pada calon anak mereka, karena hadir saat mereka belum terikat pernikahan.
setelah Dini sedikit tenang, Andre menatap Dini dan mengusap air mata di wajah Dini. "Lihat aku." kata Andre. Dini pun menatap Andre masih dengan sesenggukan.
"Maaf karena ini salahku, dan terimakasih telah mengandung benihku. Aku akan membahagiakan kalian berdua!" kata Andre dengan mata berkaca-kaca.
"Mas Andre nggak akan ninggalin aku kan?"
"Ya nggak lah, masa aku ninggalin wanita yang sudah sangat aku cintai. Aku dulu pernah bersalah terhadap sahabatku karena ia hamil di luar nikah. Bahkan aku pernah mengatainya dengan perkataan yang menyakitkan. mungkin ini pembalasan dari Allah atas apa yang dulu aku pernah lakukan terhadap sahabatku. Maaf karena kamu harus menanggung kesalahanku!" ungkap Andre. Ia mengingat pernah membuat Lintang marah karena menyakiti hatinya dengan penghinaan.
"Asalkan mas Andre selalu bersamaku, itu sudah cukup buatku. Temani aku menjalani kehamilan ini hingga nanti aku melahirkan!" kata Dini.
"Pasti, pasti sayang! Mas pasti akan menemanimu menjalani kehamilan ini. Mas akan sering-sering datang ke mari. Dan mas akan menikahimu secepatnya. Jika papa menunda pernikahan kita lagi dengan berbagai alasan. Mas akan tetap menikahimu tak perduli jika papa dan mama mu membenci mas!"
"Jangan katakan pada mama dan papa tentang kehamilanku ya." pinta Dini memohon.
"Iya sayang, hanya kita yang tau akan hal ini."
Andre kembali mendekap tubuh Dini. Ia akan membawa Dini untuk pergi dari kampung ini secepatnya. Kematian Shita saat hamil dulu di kampungnya membuat Andre merasa sedikit trauma. Ia tak ingin Dini mengalami hal yang sama seperti istrinya dulu.
.
Keesokan paginya.
Dini kembali muntah-muntah, ia bangun pagi berencana akan membuat sarapan tapi mencium aroma bumbu yang di masak, Dini tak bisa menahan mualnya.
Andre yang sedang tidur pulas terkejut mendengar Dini yang muntah-muntah. Ia gegas bangkit dari ranjang dan memakai boxer nya kembali, semalam ia dan Dini entah berapa kali bercinta hingga kelelahan dan tak sempat lagi berpakaian karena langsung tidur.
"Astaga sayang, kamu kenapa!" Andre membopong Dini yang sudah bersimpuh di lantai kamar mandi.
"Aku mual mas, bisa tolong ambilkan obat mualnya diatas kulkas!" ungkap Dini setelah Andre merebahkan tubuhnya diatas ranjang.
"Tunggu sebentar!" Andre meninggalkan Dini untuk mengambil obat mual.
"Ini sayang." Andre membiarkan Dini memilih obat yang akan ia minum yang masih di dalam plastik bening, karena ia tidak tau obat mana yang khusus untuk mual.
"Terimakasih!" Dini menyerahkan kembali gelas kosong pada Andre setelah meminum obatnya.
Ia kembali menutup matanya karena masih merasa pusing dan sangat lemas.
Andre teringat Shita saat melihat Dini seperti ini, Shita juga dulu mengalami morning sickness yang sama seperti Dini.
"Sayang mau sarapan apa?"
Andre duduk di bibir ranjang dan mengusap-usap perut Dini yang masih rata.
"Aku pengen mangga muda mas, mas Andre bisa tolong ambilkan buah mangga yang berada di depan Pustu tidak. Buahnya sangat lebat, tapi pohonnya tinggi." kata Dini tanpa menatap Andre karena ia masih memejamkan matanya.
"Hmm, maas ambilkan. Mas mandi dulu ya!" Andre bangkit dari ranjang dan mengecup kening Dini lalu menuju kamar mandi.
Ia melihat dapur yang masih berantakan. Ia yakin tadi Dini akan memasak sarapan.
Setelah beberapa saat Andre selesai mandi dan langsung memilih pakaian di dalam lemari.
"Mas pergi ya. Kalau ada apa-apa telepon saja, mas bawa ponsel!" kata Andre sebelum pergi.
Dini hanya menganggapnya dengan anggukan tanpa membuka matanya. Ia benar-benar merasa lemas dan tak nyaman pada tubuhnya.
.
Siang nya.
Andre menatap Dini yang hanya duduk lemas sambil menonton acara televisi yang menyiarkan kartun asal Malaysia yang di perankan oleh 2 bocah laki-laki berkepala botak.
"Sayang, mas besok harus kembali. Kamu ikut ya!"
Dini mengalihkan atensinya pada Andre yang sedang duduk lesehan karena sedang bekerja melalui laptopnya.
"Kerjaanku bagaimana mas, besok juga aku sudah mulai bekerja!"
"Berhenti saja, aku tidak bisa meninggalkanmu sendirian dengan keadaan seperti ini. Lagi pula 2 Minggu lagi kita akan menikah. sebaiknya kamu mengundurkan Diri saja."
"Aku harus membayar pinalti jika seperti itu."
"Mas yang akan membayar pinalti mu, aku tidak tega meninggalkanmu sendiri disini. Sebaiknya kamu lapor pada kepala Pustu jika akan mengundurkan diri mulai hari ini. Katakan calon suamimu memaksa!" kata Andre tegas. Ia tidak akan bisa tenang meninggalkan Dini sendiri di sini, meskipun kampung ini sudah lebih maju, tetap saja Andre tidak bisa tega.
Dini tersenyum tipis dan mengangguk. "Emm." jawabnya singkat.
.