Pesona Janda Sultan

Mata Sofia melebar terperangah, darahnya berdesir hebat menyadari prilaku lancang pada atasnnya, Jayden. Cepat-cepat ia segera menarik bibir yang sedang tertaut mengecup.

Namun, usahanya gagal kala tangan Jayden melesat cepat, menahan tubuh Sofia agar tak beranjak. 

"Aku tidak tau apa yang kau pikirkan," ujar Jayden dengan des*h napas kentara tak beraturan, menatap dalam kepada wanita yang rautnya dipenuhi kecanggungan hebat sekarang. "Satu hal yang ingin kulakukan yaitu meneruskan apa yang kau mulai, Sofia."

Terlanjur menikmati, kini giliran Jayden yang mem*gut belah ranum Sofia secara perlahan. Anehnya, Sofia hanya bisa diam seakan menyambut aksi Jayden.

Seketika, kupu-kupu dalam perut sang puan beriak tak terkendali. Pertautan kali ini terasa nyata dan bergelora. 

Mengapa aku sangat menikmatinya?

Untuk sesaat, Sofia memejamkan kembali memejam mata, menikmati irama bibir Jayden yang sedang menari di atas miliknya. Tanpa mempedulikan hujan deras yang telah sepenuhnya membasahi, mereka semakin larut dalam pergulatan saling mel*m*t bibir.

Tidak! Ini salah!

Selang tak berapa lama, Sofia kembali terperangah. Spontan mendorong tubuh Jayden karena menyadari perbuatannya salah.

"Kenapa—"

"Ini salah, Jay. Aku minta maaf karena sudah lancang," tutur Sofia menyela kalimat Jayden. Wanita itu pun bergegas pergi dari hadapan Jayden, berlari menembus hujan yang cukup lebat. 

GREB!

Sebelum terlalu jauh, Jayden berhasil menggapai tangan Sofia dan memaksanya menaiki mobil untuk mengantar pulang. "Aku tidak akan membiarkanmu pulang basah kuyup begini. Kau bisa sakit. Masuklah."

Jayden juga berjanji tidak akan membahas hal yang baru saja terjadi jika Sofia keberatan. Yang terpenting baginya sekarang adalah memastikan Sofia pulang ke rumah dengan aman.

...***...

"Kuharap pria itu ada di kantor cabang tanah air," gumam Ivy dalam hati. 

Berbekal penyelidikan siapa sosok suami Sofia dari intel sewaannya, Ivy mendatangi sebuah gedung yang diyakini merupakan cabang perusahaan Kaivan di tanah air. Walaupun kantor pusat perusahaan Kaivan berada di Singapore, cabang Mahacara Corp. tersebar di seluruh Asia.

Sayangnya, Ivy harus kecewa kala salah satu staf di sana mengatakan bahwa tidak adanya agenda sang CEO mengunjungi perusahaan di tanah air untuk saat ini.

Si*l! Bagaimana aku bisa menggali informasi jika suami Sofia itu tidak ada di sini? Ivy membatin pasrah seraya melangkahkan kaki lunglai, usahanya tak membuahkan hasil.

"Benar. Reservasi atas nama Kaivan Mahacara di meja VIP malam ini jam 7."

Tubuh Ivy dipaksa terhenti kala mendengar seseorang melakukan percakapan dilorong dekat pintu keluar. Sosok pria mengenakan setelan jas rapi, berkacamata frame hitam yang Ivy lihat nyatanya sedang membahas sebuah reservasi atas nama suami sah Sofia.

Binggo! Sosok yang kucari ternyata memang ada di tanah air.

Ivy mulai melekatkan posisi menguping, berharap mengetahui tempat yang direservasi Kaivan malam ini. 

"Tolong, lain kali lebih profesional lagi dan jangan mempertanyakan ulang reservasi karena bos kami adalah customer VIP La Faye sudah sejak lama." Pria itu terdengar sedikit kesal sebelum memutuskan panggilan di ponselnya.

Di sisi lain, Ivy membatin kegirangan. Usahanya menguping membuahkan hasil. Kini ia tahu harus menemukan Kaivan dimana. 

...***...

Suasana hening. Tak ada percakapan antara Sofia dan Jayden selama perjalanan di dalam mobil. Kedua insan itu diliputi kecanggungan hebat imbas kontak fisik tak terduga di bawah guyuran hujan beberapa waktu lalu. Jayden lantas menurunkan Sofia tepat di pelataran rumah Lena.

"Aku sungguh menyesal, Pak. Aku benar-benar minta maaf," tutur Sofia untuk kesekian kalinya. "Jika kau ingin memecatku, maka aku pantas—"

"Pulanglah, Sof. Mandi dengan air hangat agar kau tidak sakit. Kita tidak akan membahas ini sekarang." Jayden meyakinkan Sofia agar wanita itu tidak perlu khawatir berlebih.

Yang sebenarnya terjadi adalah dirinya tak ingin mengetahui alasan dibalik ciuman spontan yang dilayangkan sang puan. Jayden dapat merasakan bahwa hal itu bukanlah untuknya. 

Namun, secuil harapan muncul kala pria itu memberanikan diri membalas ciuman ke arah belah ranum Sofia. Untuk sepersekian detik, Jayden yang nyatanya mulai menyukai Sofia, sangat antusias ketika sang wanita menikmati balasan yang Jayden layangkan. Bagi sang CEO itu sudah lebih dari cukup untuk saat ini.

Tak hanya Jayden, Sofia pun tercenung tak bisa berhenti memikirkan aksi cerobohnya kepada sang atasan. 

"Si*l! Mengapa aku sampai terbawa suasana dan ceroboh?" Sofia kerap beberapa kali ini merutuk pada diri sendiri sesampainya di rumah Lena.

DRTT!

Sejurus itu, ponselnya bergetar memunculkan pesan bahwa Kaivan sudah menunggunya di La Faye

Mengesampingkan momennya dengan Jayden tadi, Sofia bergegas bersiap-siap untuk makan malam dengan mantan suaminya. Ia pun ijin kepada Lena yang masih bekerja melalui ponselnya untuk pulang larut.

Tak lama seusai senja tenggelam, giliran mobil sedan hitam mewah muncul muncul di pelataran rumah Lena untuk menjemput Sofia menuju lokasi makan malam dengan Kaivan di Restoran mewah bernama La Faye. Sang supir yang menjemput adalah Bowie, asisten kepercayaan Kaivan.

BRUK!

"Ah, maaf Nyonya, aku ceroboh." Seseorang tak sengaja menabrak Sofia sesampainya di depan pintu masuk restoran. Beruntungnya, Bowie sigap menahan tubuh sang puan yang mundur imbas tumbukan.

"Apa kau tak punya mata! Kalau jalan lihat-lihat, Bod*h!" omel Bowie kepada sosok pria paruh baya yang ceroboh barusan.

"Bowie cukup! Dia sudah minta maaf," perintah Sofia membela si penabrak. Sang pria paruh baya itu pun meminta maaf sekali lagi. Berterima kasih kepada Sofia dan berlalu pergi.

Aneh, mengapa aku merasa pria itu sengaja menabrak Nyonya Sofia? Bowie membatin curiga akan gelagat penabrak Sofia barusan. Namun, angannya buyar kala Sofia memanggil namanya untuk turut segera masuk.

...***...

Argh! Kalah lagi!

Jayden merutuk kesal karena beberapa kali kalah dalam permainan game console. Selain terkenal workaholic, pria pemilik senyum kotak mempesona itu mempunyai kegemaran memainkan game dalam perangkat console.

Jayden berusaha mengalihkan pikirannya dari kejadian tadi siang, tetapi tetap saja tak bisa. Potongan memori tak terduga itu selalu berhasil menyelip dalam pikirannya sampai saat ini. Jayden bahkan terdistraksi beberapa kali menyentuh bibirnya, merasakan sensasi sentuhan belah ranum Sofia yang cukup lama telah berlalu.

"Apa yang telah kau lakukan padaku, Sof?"

Tiba- tiba saja, hal di luar nalar terjadi. Sosok dalam angan yakni Sofia menjelma dalam bentuk nyata di depan mata. Bibir sang puan menerbitkan senyum tipis sembari menatap ke arah Jayden.

"Kau ...." Jayden terperanjat, mengerjapkan mata beberapa kali tak percaya. Dirinya tahu jikala sehat sedang mempermainkannya. Tidak mungkin di jam larut Sofia datang ke rumahnya, bahkan berada di dalam kamarnya.

Jayden kini terkesiap kala sosok Sofia memeluknya. Darah sang pria berdesir hebat, khayalan terasa begitu nyata. 

Namun, angannya harus buyar ketika sosok itu berkata, "Kau kemana saja hari ini? Aku sangat merindukanmu, Jay."

"Zy?"

Nyatanya, suara itu bukanlah milik wanita dalam khayalan, melainkan milik Azyla. Ya, otak Jayden sedang kacau sehingga tak sadar memproyeksikan sosok Azyla sebagai Sofia.

"Kau tidak kembali setelah makan siang tadi," lanjut Azyla dengan nada manja.

Tak seperti biasanya yang selalu acuh jika Azyla melakukan kontak fisik. Kali ini tubuh Jayden menggeliat, menolak pelukan Azyla.

"Aku ada urusan penting di luar kantor, jadi kuputuskan pulang setelahnya," kilah Jayden sedikit canggung.

Kenapa aku merasa Jayden tak ingin didekap olehku? 

"Kau terlihat pucat. Apa kau sakit?" Azyla spontan memegang pipi Jayden yang terlihat sedikit pucat.

Namun, Jayden segera menepis tangan Azyla berkata bahwa pria itu baik-baik saja.

Sungguh, Azyla merasa seolah sedang disisihkan. Gadis itu yakin sesuatu di siang tadi membuat prilaku pria incarannya berubah. Ia bersumpah dalam hati akan mencari tahu penyebabnya.

...***...

La Faye Restaurant.

"Kau tau bahwa aku tidak suka bertele-tele. Jadi, katakan secara singkat dan jelas apa yang sebenarnya ada di kepalamu?" terka Kaivan.

Sofia terdiam sesaat kala pernyataan tegas Kaivan terlontar padanya. Percuma berbohong, sekali lagi wanita itu tahu betul bahwa mantan suaminya bukanlah pengusaha sembarang melainkan pebisnis dengan pengaruh yang sangat kuat di seantero Asia—memiliki koneksi intel di mana-mana.

"Baiklah, aku akan mengatakan semuanya. Tapi kau harus berjanji tidak akan mencampuri urusanku, Kai." tegas Sofia, berharap mantan suami sepakat. "Kita sudah bercerai, kau harus ingat itu."

"Jika itu cukup jelas dan bukan ranahku, aku tidak akan ikut campur," janji Kaivan.

Sofia menghela napas cukup panjang sebelum mengutarakan fakta yang sebenarnya terjadi belakangan.

"Aku hamil dan ingin memulai hidup dari nol dengan upayaku sendiri," aku Sofia yang nyatanya di luar dugaan.

"Bagaimana bisa kau hamil sedangkan kita—"

"Tenang saja. Kau tentu bukan ayah biologis anak ini, Kai. Kita tidak pernah melakukannya selama menjalani pernikahan," timpal Sofia enteng.

"Kapan ini terjadi? Siapa pria yang harus bertanggung jawab?" tanya Kaivan mati-matian menahan emosi, berusaha menyembunyikan shock. 

"Mantan kekasihku. Kami tidak sengaja bertemu dan melakukannya di Bali saat menemanimu dinas," terang Sofia.

DEG!

Napas Ivy mendadak sesak, jantungnya berdegup hebat nyaris terhenti. Kadar oksigen di otaknya seolah menipis. Dengan segera ia melepaskan earphone yang tersemat telinga dan membuang benda itu secara kasar. 

Insiden tabrakan pria paruh baya tadi merupakan bagian rencana Ivy dengan maksud menyematkan microphone kecil ke dalam blazer yang Sofia kenakan untuk menguping pembicaraan dari jarak jauh.

Dunia Ivy bahkan luluh lantah dalam sekejap kala mengetahui kebenaran bahwa suaminya memang merupakan ayah biologis bayi yang dikandung Sofia.

"ARGHHHH!"

Wanita itu memekik, menahan kepedihan sembari beberapa kali memukul-mukul liar setir kemudi. "DASAR JAL*NG! AKU AKAN MENGHABISIMU, SOFIA!"