NovelToon NovelToon
Teluk Narmada

Teluk Narmada

Status: tamat
Genre:Tamat / Teen Angst / Teen School/College / Diam-Diam Cinta / Masalah Pertumbuhan / Keluarga / Persahabatan
Popularitas:3.3k
Nilai: 5
Nama Author: Chira Amaive

Angin pagi selalu dingin. Ia bergerak. Menerbangkan apa pun yang sekiranya mampu tuk diterbangkan. Tampak sederhana. Namun ia juga menerbangkan sesuatu yang kuanggap kiprah memori. Di mana ia menerbangkan debu-debu di atas teras. Tempat di mana Yoru sering menapak, atau lebih tepatnya disebabkan tapak Yoru sendiri. Sebab lelaki nakal itu malas sekali memakai alas kaki. Tak ada kapoknya meskipun beberapa kali benda tak diinginkan melukainya, seperti pecahan kaca, duri hingga paku berkarat. Mengingatnya sudah membuatku merasakan perih itu.

Ini kisahku tentangku, dengan seorang lelaki nakal. Aku mendapatkan begitu banyak pelajaran darinya yang hidup tanpa kasih sayang. Juga diasingkan keluarganya. Dialah Yoru, lelaki aneh yang memberikanku enam cangkang kerang yang besar.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Chira Amaive, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Chapter 5

Suara tangis yang tertahan. Namun air mataku mengalir sangat deras. Di tengah-tengah perkebunan. Di antara semak-semak belukar yang dikelilingi banyak nyamuk. Mentari condong ke arah barat. Di sinilah aku bersembunyi. Melampiaskan tangisku. Mungkin sudah hampir puluhan menit. Jujur, kalimat pak Addin benar-benar menyakiti perasaanku. Dasar gadis cengeng!

Sesaat, aku memandangi rerumputan di sebelahku. Tampah ada warna yang berbeda. Warnanya seperti bercak-bercak merah. Darah!? Ya, itu darah. Ingatanku langsung mengarah pada ucapan seorang ibu-ibu yang menangis itu. Apakah ini darah milik anaknya yang dihajar Yoru? Banyak sekali. Bagaimana lelaki itu bisa melakukan hal semacam ini?

Tunggu. Darah ini benar-benar dekat denganku. Benar saja. Saat aku berdiri, ternyata darah tersebut tanpa sadar aku duduki. Masih basah sehingga membuat roh berwarna cerahku ternoda.

"TIDAK!" jeritku dengan kencang.

Mulut berisik ku segera aku tutup. Sembari menyapu sekitar dengan mata. Berharap tidak ada orang yang menyaksikanku di tempat ini. Lagipula, kenapa aku bisa pas sekali berada di lokasi kejadian itu.

Sepertinya Yoru tidak ada di sana. Mungkin kabur. Untuk melindungi diri. Apalagi lukanya yang kemarin belum sembuh. Mungkinkah, ia berada di sekitar sini?

Anehnya, aku berkeliling kebun. Berharap bertemu dengan Yoru agar bisa menanyakan tragedi penganiayaan terhadap ibu-ibu malang itu. Entahlah. Aku hanya merasa penasaran. Apa yang sebenarnya terjadi hingga Yoru menyakiti orang itu sampai separah itu. Atau, aku juga ingin memastikan apakah memang Yoru pelakunya atau bukan. Ah, pertanyaan yang membuatku dibentak oleh pria itu. Aku benci dibentak. Tidak suka. Itu membuatku merasa menjadi seseorang yang memalukan. Memangnya tidak ada cara lain selain membentak seperti itu?

Napas beratku berembus. Sudah lumayan jauh aku berjalan mengitari kebun. Tak ada tanda-tanda Yoru. Aku ingin ke rumah bibi. Tapi tidak tahu jalannya karena ini baru pertama kali aku ke sini. Ternyata, merupakan kediamannya Yoru. Bagaimana ini? Jika kembali ke rumah itu, aku belum siap. Rasanya aku tidak akan sudi ke rumah itu lagi sampai kapan pun. Enak saja menaruh luka di hati orang yang baru saja dikenal. Apa-apaan pria menyebalkan itu. Bahkan terasa lebih menyebalkan dibanding Yoru.

"CINE!" Bibi memanggil.

Padahal, ini sudah lumayan jauh ke tengah. Tapi malah ketahuan bibi. Namun, tidak hanya bibi di sana. Ada juga bibi Yumi dan pria tukang bentak-bentak itu. Apa-apaan dia, malah ikutan. Enak saja. Aku malas bertemu dengannya.

Tanpa pikir panjang, aku lanjut berlari kencang dan terus mengarahkan pandangan ke depan. Fokus untuk berlari sejauh-jauhnya. Tidak rela bila harus melihat bapak-bapak tukang bentak itu. Tidak!

"SHINEA! Jangan lari," panggil bibi Yumi.

Aku tak peduli. Selama pria itu ikut, artinya aku tidak akan mau berhenti. Biarlah. Lebih baik tersesat daripada harus melihatnya lagi. Padahal, ini bukan pertama kalinya aku mendapatkan bentakkan dari seseorang. Tapi, itu dari orang yang aku kenal lama atau orang yang tidak kukenal. Lain halnya dengan pria itu yang baru kukenal dan baru saja memperkenalkan diri. Apakah efeknya bisa sampai sebesar itu?

❀❀❀

Matahari semakin condong ke arah barat. Pertanda waktu senja semakin jelas. Loteng dunia berwarna jingga. Pepohonan berbaris acak. Dedaunan menari-nari. Pada akhirnya, aku berhasil lolos dari kejaran tiga orang dewasa itu.

Napasku tersengal. Kubah masjid tampak di balik pepohonan tinggi di depan sana. Di mana aku akan salat? Bagaimana aku akan pulang. Kebun ini luas sekali. Atau ini seharusnya disebut hutan lebat. Sebab sudah tidak ada pohon buah-buahan. Menyisakan pepohonan liar. Baiklah. Ini mulai menakutkan. Ke mana aku akan pergi sekarang?

Pandanganku kembali ke arah kubah masjid itu. Mungkin sebaiknya berjalan ke arah sana. Sudah pasti di sana ada jalan keluarnya.

"Jangan jalan ke arah sana. Di sana ada jurang. Letak masjid itu jauh. Semakin ke sana maka akan semakin membuatmu tersesat." Seseorang menjeda langkahku yang baru saja dimulai.

Aku mengenal suara itu. Membuat kepalaku tertunduk dan tidak mau melihatnya. Sialnya, yang menemukanku justru pak Addin. Sendirian pula. Tidak bersama bibi dan bibi Yumi. Padahal, aku ingin bersembunyi di balik punggung bibi agar tidak terlalu dekat dengan pria menyebalkan ini.

Aroma keringatnya tercium. Khas bapak-bapak. Sepertinya, ia benar-benar berusaha untuk menemukanku. Itu membuatku sedikit kasihan. Juga membuat sedikit mengurangi rasa kesal. Aku bersalah. Tapi tak akan menyalahkan perasaanku yang kesal karena dibentak.

Aku mengekor mengikuti langkahnya. Sepanjang jalan, kami terdiam satu sama lain. Ia bahkan tak melontarkan kalimat maaf. Apakah dia merasa tidak bersalah telah melakukan itu kepadaku? Jika saja ini masih siang. Sudah pasti aku memilih kabur dan mencari jalan keluarku sendiri.

Raut wajah khawatir bibi langsung terpancar begitu melihatku telah kembali. Ia memelukku erat sekali. Bibi Yumi turut menenangkan dengan mengelus kepalaku.

"Jangan seperti itu lagi, Cine. Kalau mau pulang, Bibi akan langsung pamit dan kita bisa langsung pulang bersama," urai bibi.

"Maafin Kak Addin, Shinea. Dia nggak bermaksud nyakitin perasaan kamu. Dia hanya sudah terlalu membara akibat perbuatan Yoru," jelas bibi Yumi.

Pak Addin sudah langsung masuk ke rumahnya. Sepertinya, gengsinya sangat tinggi untuk sekedar meminta maaf.

Tak lama, seseorang keluar dari rumah itu setelah pak Addin masuk. Lengan kirinya dibalut perban. Begitu juga dengan keningnya. Satu lagi, cara jalannya semakin pincang. Ya, ampun. Jadi, dia tidak kabur dari rumah dan membiarkan pak Addin kembali melukainya!? Apa yang sebenarnya lelaki itu pikirkan?

Di belakang Yoru, menyusul seorang wanita paruh baya sambil menentang kotak P3K. Pasti dia yang telah mengobati Yoru.

"Kak Jihan mau ke mana?" Bibi Yumi bertanya.

Wanita itu menghampiri sebelum melanjutkan langkahnya.

"Ini, mau balikin kotak P3K ke tetangga," jawabnya.

Bibi Yumi menunduk, "Sebaiknya kita segera membeli P3K sendiri, Kak. Belakangan ini, Yoru semakin sering dipukul kak Addin."

Ada raut wajah iba pada bibi Yumi. Seperti kasihan dengan nasib Yoru.

"Iya, Yumi. Kakak juga semakin bertambah saja amarahnya. Tapi, ini juga karena Yoru sendiri. Dia semakin nakal saja. Kakak khawatir jika kejadian di masa lalu terulang kembali." Bu jihan berkata risau.

Yoru terlihat berjalan terseok-seok menuju belakang rumah. Tepatnya rumah pribadinya sebagai seseorang yang diasingkan. Seharusnya ia mengetahui keberadaanku, bukan!? Tapi tak sedikit pun ia mengarahkan pandangnya padaku.

"Eh, kok saya baru sadar. Ini siapa?" tanya bu Jihan yang baru menyadari keberadaanku.

"Ini keponakan saya, Kak. Namanya Shinea." Bibi menjawab.

"Nah, ini Bu Jihan. Istrinya pak Addin," terang bibi Yumi.

Alisku terangkat tanda terkejut. Kukira, istrinya pak Addin itu bibi Yumi. Tapi, keliatannya usia mereka juga terpaut jauh sih. Memang lebih terlihat sebaya dengan bu Jihan.

Dua anak laki-laki terlihat masuk ke rumah itu. Mungkin dua-duanya masih SD namun usianya berbeda beberapa tahun. Siapa lagi mereka dan berapa orang yang tinggal di rumah ini. Ya, ukuran rumah ini memang lumayan luas. Hanya satu lantai namun ruangannya banyak. Mungkin bisa menampung belasan orang.

Apa yang Yoru lakukan sekarang dengan luka-luka itu? Aku jadi ragu apakah dia normal atau tidak. Bisa-bisanya membiarkan dirinya disiksa sedemikian rupa.

1
_capt.sonyn°°
ceritanya sangat menarik, pemilihan kata dan penyampaian cerita yang begitu harmonis...anda penulis hebat, saya berharap cerita ini dapat anda lanjutkan. sungguh sangat menginspirasi....semangat untuk membuat karya karya yang luar biasa nantinya
Chira Amaive: Thank you❤❤❤
total 1 replies
Dian Dian
mengingatkan Q sm novel semasa remaja dulu
Chira Amaive: Nostalgia dulu❤
total 1 replies
Fie_Hau
langsung mewek baca part terakhir ini 😭
cerita ini mengingatkan q dg teman SD q yg yatim piatu, yg selalu kasih q hadiah jaman itu... dia diusir karna dianggap mencuri (q percaya itu bukan dia),,
bertahun2 gk tau kabarnya,,, finally dia kembali menepati janjinya yg bakal nemuin q 10 tahun LG😭, kita sama2 lg nyusun skripsi waktu itu, kaget, seneng, haru..karna ternyata dia baik2 saja....
dia berjuang menghidupi dirinya sendiri sampai lulus S2,, masyaAllah sekarang sudah jd pak dosen....

lah kok jadi curhat 🤣🤦
Chira Amaive: keren kak. bisa mirip gitu sama ceritanya😭
Chira Amaive: Ya Allah😭😭
total 2 replies
Iif Rubae'ah Teh Iif
padahal ceritanya bagus sekali... ko udah tamat aza
Iif Rubae'ah Teh Iif
kenapa cerita seperti ini sepi komentar... padahal bagus lho
Chira Amaive: Thank youuuu🥰🤗
total 1 replies
Fie_Hau
the first part yg bikin penasaran.... karya sebagus ini harusnya si bnyak yg baca....
q kasih jempol 👍 n gift deh biar semangat nulisnya 💪💪💪
Chira Amaive: aaaa thank you🥰
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!