SYEILA

" NGGAK !!!"

Sekali lagi Syeila menjawab dengan tegas, tapi kali ini Faisol tidak perduli. Ia memaksa Syeila masuk ke dalam mobil. Kemudian Faisol memecut kuda besinya pergi begitu saja meninggalkan Aing/ atau yang sebenarnya adalah Ainur.

Pria itu menatap tajam buntut mobil yang semakin lama semakin menjauh. Dan menghilang dalam kegelapan.

Bibirnya tersenyum namun tangan nya mengepal kuat.

" Kenapa sih kamu suka maksa ? Hah? Aku tuh punya hak untuk menolak dan tolong hargai aku "

Syeila membebel panjang namun sama sekali tidak digubris oleh Faisol.

" Hey!! Kamu nggak tuli kan?"

Faisol melirik sekilas kemudian kembali fokus ke jalan di depan.

" Ih!!! Aku paling sebel sama orang kayak kamu, sok cuek "

Syeila melengos kedua tangannya terlipat di dada. Faisol tetap diam, setibanya di rumah Faisol cepat turun dari dalam mobil. Mendahului Syeila yang baru saja hendak membuka pintu mobil.

Ia memperlakukan Syeila bak seorang putri. Membuat Syeila jadi salah tingkah.

" Terimakasih "

Ucap Syeila , ia tidak berani menentang mata pria di samping nya itu.

Robby datang, ia terlihat sangat mencemaskan Syeila .

" Syukurlah Nona baik-baik saja "

Syeila tersenyum simpul.

" Emang nya aku nggak bisa jaga diri apa? Nggak usah berlebihan Robby "

Syeila menepuk pundak Robby beberapa kali. Robby melirik Faisol yang sejak tadi diam saja.

" Tidak terjadi apa-apa kan Pangeran ?"

Syeila terkesiap kaget, Robby memanggil pria menyebalkan itu dengan panggilan pangeran. Sungguh sangat lucu, sehingga Syeila tidak dapat menahan tawa.

" Robby Robby... Kau tadi memanggil dia siapa ? Pangeran ?? Hahahahaha... Pangeran dari mana? Ada-ada saja "

Robby melirik Faisol yang hanya menggelengkan kepalanya pelan.

" Sudah ah.. Aku masuk dulu"

Syeila pun melangkah masuk ke dalam rumah nya. Setelah gadis itu menghilang di balik pintu, Robby mendekati Faisol Abrori.

" Maaf jika saya memaksa, tapi jujur perasaan saya tidak nyaman. Apa Pangeran yakin Nona Syeila tadi baik-baik saja ?"

Faisol mengangguk kecil.

" Alhamdulillah... Dia baik-baik saja, hanya tadi ada pria gatal yang membantu nya mendorong motor nya"

Robby mengernyit dalam.

" Pria gatal ??"

Robby yakin instingnya tidak pernah salah, jangan-jangan pria itu adalah iblis ?

>

Bik Timo memperhatikan Syeila yang masuk ke dalam kamar nya, ia menghela nafas lega. Setidaknya Syeila baik-baik saja.

Tubuh Bik Timo menyender ke dinding, tangan nya mencengkram dadanya sendiri. Perasaan nya kalut sekaligus takut.

Dia sangat menyayangi Syeila , Syeila adalah gadis yang sangat baik serta polos.

Tapi peringatan yang diberikan oleh Ainur, membuat Bik Timo bingung.

" Pulang lah Bude, kembali lah ke tempat kerjamu" Ucap Ainur saat itu, Bik Timo duduk menahan gemetar di tubuhnya. Lastri pun tidak berbeda jauh dengan nya. Keduanya saling melirik ketakutan.

" Dan bantu aku untuk lebih dekat mengenal Syeila "

Bik Timo melebarkan matanya, darimana Ainur mengenal Syeila ? Bukankah mereka sama sekali tidak saling kenal.

" Ke- kenapa.. Ha-harus Nona Syeila ?" Dengan suara gemetar, Bik Timo berusaha mencari tahu alasan Ainur menginginkan anak majikannya itu.

Ainur tersenyum tipis, namun terlihat sangat mengerikan bagi dua wanita paruh baya itu.

" Sebenarnya aku tidak suka ditanya kenapa ? Di Setiap apapun yang ku inginkan. Tapi karena Bude Timo dan Bude Lastri sangat baik padaku dulu, jadi aku bisa menjawabnya sekali saja. Dan jangan pernah bertanya kenapa lagi sama aku"

Ucapan Ainur datar dan penuh penekanan, Bik Timo dan Lastri langsung menunduk lebih dalam lagi.

" Kalian paham ?" Sambung Ainur lagi, dua perempuan itu langsung mengangguk.

Ainur tersenyum tipis, ia menyenderkan punggungnya ke badan kursi.

" Aku ingin menjadi kan dia istri ku, dia cantik Bude hahahahahahaha"

Ainur sangat gemas sekali membayangkan bagaimana dia menikah dengan Syeila nantinya, serta melahirkan banyak keturunan.

Bik Timo menggeleng, dia tidak rela jika sampai itu terjadi. Namun bagaimana ? Dia tidak berdaya. Rasa takut akan kekejaman Ainur menghantui pikiran Bik Timo dan adiknya.

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

Angga sedang tidur di pintu masuk rumah nya, separuh tubuhnya di dalam dan separuh nya di luar.

Hal ini adalah ritual wajib di setiap malam wetonnya.

Tiba-tiba sepasang kaki berdiri di atas kepala nya, Angga mendongak. Ia tersentak kaget melihat tanda merah menyala di atas ubun-ubun orang tersebut.

Tanda yang sangat dikenal oleh kaum penganut ilmu hitam.

Angga langsung bangun dan menghaturkan sembah sujud nya.

Ainur tersenyum tipis, ia bangga sekali karena semua orang sekarang takut sekali padanya. Dan sangat menghormati nya melebihi seorang presiden.

" Pria itu tinggal disini ?"

Tanya Ainur setelah ia duduk di kursi kebesaran yang selalu menjadi tempat duduk khusus si Angga.

" Iya Tuan "

Ainur manggut-manggut, kemudian ia mengeluarkan sesuatu dari balik bajunya.

" Berikan ini untuk suguhan nya, aku ingin dia mati!!" ujar Ainur, Angga mengangguk gugup sembari menerima sebuah botol kecil berwarna biru.

" Lakukan dengan baik, Atau ku buat kau menemui ajal secepatnya" Ainur bangkit dari duduknya sambil mengeluarkan ancaman.

Angga mengangguk patuh, namun tidak berani mengangkat kepalanya sedikit pun.

Ainur membersihkan bajunya dari debu, kemudian ia menghilang dalam sekelip mata.

Barulah Angga mendongak pelan, memperhatikan ke sekeliling sembari menghela nafas lega.

" Kurang 4-jar !! Anak kemarin sore sudah berani mengancam ku.. Dia pikir aku ini apa? Susah payah aku berusaha agar panjang umur agar lebih lama lagi menikmati kekayaan ini. Tapi dia dengan mudahnya mengancam akan melenyapkan aku? Hemm"

Angga tersenyum miring.

****

Beberapa pelayan menghidangkan masakan dengan macam-macam menu yang sangat lezat dihadapan Faisol Abrori.

Namun pria itu sama sekali tidak perduli, ia sibuk dengan ponselnya. Menyiapkan semua pekerjaan di Brunei melalui benda canggih tersebut.

Angga yang diam-diam sedang memperhatikan Faisol Abrori dari jendela, ingin melihat bagaimana racun itu bereaksi?

Dia telah menebar racun itu ke semua masakan dan minuman yang ada.

Faisol Abrori meraih secangkir teh jahe, ia ingin meminum nya. Namun tiba-tiba seekor kodok melompat, menyambar cangkir di tangan Faisol hingga jatuh berkecai.

Semua pelayan terkejut, ada yang reflek mengambil sapu dan memukul si kodok. Tapi si kodok cukup gesit.

Faisol heran, kenapa di rumah ini ada kodok ? Tiba-tiba ia teringat dengan kodok yang bisa bicara tempo hari.

" Stop!!!"

Teriak Faisol cepat, pelayan yang sejak tadi berusaha memukul si kodok berhenti menyerang. Faisol bangkit kemudian menangkap si kodok.

" Biar aku yang urus "

Pelayan itu mengangguk mengerti, Faisol membawa kodok itu ke dalam kamar nya.

Angga menggertakkan gerahamnya, ia marah karena usaha nya gagal. Padahal hanya tinggal sedikit lagi racun itu diminum oleh mangsanya.

" Awas kau !!!"