NovelToon NovelToon
Binar Cakrawala

Binar Cakrawala

Status: sedang berlangsung
Genre:Teen / Cintapertama / Cintamanis / Teen School/College / Romansa / Slice of Life
Popularitas:3.1k
Nilai: 5
Nama Author: And_waeyo

Binar jatuh cinta pada kakak kelasnya sudah sangat lama, namun ketika ia merasa cintanya mulai terbalas, ada saja tingkah lelaki itu yang membuatnya naik darah atau bahkan mempertanyakan kembali perasaan itu.

Walau mereka pada kenyataannya kembali dekat, entah kenapa ia merasa bahwa Cakra tetap menjaga jarak darinya, hingga ia bertanya dan terus bertanya ..., Apa benar Cakrawala juga merasakan perasaan yang sama dengannya?

"Jika pada awalnya kita hanya dua orang asing yang bukan siapa-siapa, apa salahnya kembali ke awal dimana semua cukup baik dengan itu saja?"

Haruskah Binar bertahan demi membayar penantian? Atau menyerah dan menerima keadaan?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon And_waeyo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Chapter 12. Perasaan Hangat

Binar menelan ludah sesaat. Perlahan kedua tangannya terangkat dengan ragu, gadis itu tersenyum tipis dalam dekapan sang papi. Ia balas memeluk papinya.

"Lama juga nggak papa kok Pi, Papi nggak perlu izin buat itu," kata Binar.

Panji tersenyum, ia meletakan dagunya di atas kepala Binar, dan mendekap putrinya semakin erat. Sudah lama sekali keduanya tidak seperti ini.

***

Kini mereka berada di kamar, dengan barang bawaan masing-masing yang sudah dibereskan. Cantika dan Panji duduk bersebelahan di sofa yang ada di kamar mereka.

"Gini Cantika, Kamu nggak bisa selalu beliin apa yang Binar mau dan nurutin dia gitu aja, kamu lihat tadi baru aja kita datang dia udah minta hal lain," kata Panji.

"Aku bisa, karena aku mampu."

"Jangan biasain gitu, biasain dia dapat sesuatu karena usahanya sendiri."

Perempuan itu tak memandang ke arah Panji. Ekspresinya jelas menunjukan ketidaknyamanan dari apa yang mereka bicarakan kini.

"Dia juga usaha kok Pi, Binar belajar giat. Emangnya usaha apa lagi? Menghasilkan uang sendiri? Aku kasih hadiah juga buat nambah semangat belajar dia. Lagian kenapa sih Pi? Binar menurutku nggak minta lebih dari apa yang kita punya, aku beliin apa yang dia mau karena aku tahu aku mampu. Aku kerja buat Binar... karena itu aku nggak bisa selalu ada dekat dia. Aku nggak bisa lihat dia tumbuh secara langsung setiap harinya." Cantika diam beberapa saat.

"Aku pengen, tapi di sisi lain aku juga nggak bisa ninggalin perusahaan. Dan setiap kembali ke rumah ... aku selalu ingat ketidak mampuan aku Pi. Aku nggak bisa kasih Binar teman, karena Papi sendiri tahu aku ... aku ... nggak bisa hamil lagi." setelah mengatakan itu, Cantika menitikan air mata.

Panji mendekat, dengan perlahan ia merengkuh tubuh rapuh itu.

"Bagi aku, ngasih apa yang Binar mau sedikitnya bisa jadi obat dan permintaan maaf karena nggak bisa selalu ada di dekat dia, bimbing dia seperti seharusnya seorang ibu, bahkan aku bukan orang pertama yang bisa lihat dia melangkah dengan kaki mungilnya dulu. Aku belum menjadi ibu yang cukup baik untuk Binar, Pi. Maaf, aku juga belum bisa jadi istri yang baik buat kamu," kata Cantika di sela tangisnya.

Lelaki itu menggelengkan kepala. Ia menyeka sudut matanya yang berair.

"Kamu ibu yang sangat baik, kamu mencukupi semua yang Binar ingin dan butuhkan, bahkan lebih. Dengan selalu berada di samping aku, kamu sudah lebih dari cukup menjadi istri yang baik, sayang," kata Panji.

Panji mengelus lembut punggung Cantika. Mendekapnya erat. Apa yang istrinya pikirkan memang tidak salah. Dulu Cantika hamil calon anak kedua setelah Binar, mengetahui itu semua orang senang, apalagi Binar. Gadis itu mengecup perut ibunya yang bisa dibilang masih cukup ramping setiap kali Cantika ada di rumah, ia berbicara pada janin di perut Cantika seolah sedang mengobrol.

Tapi suatu hari, sesuatu terjadi, mereka diberi cobaan berat oleh Tuhan. Cantika keguguran ... ia terlalu kelelahan mengurusi banyak hal termasuk yang ada di perusahaan keluarganya. Binar tahu itu, ia mengerti jika calon adik bayinya telah tiada. Ia paham pasti jika maminya sedih, Binar selalu menghibur maminya meski Panji yakin jika Binar juga kehilangan calon adiknya.

Cantika cukup lama tidak hamil lagi setelah itu, ia gelisah, kemudian memeriksakan diri ke dokter bersama Panji. Setelah pemeriksaan ... mereka harus menerima fakta bahwa Cantika tidak bisa hamil lagi.

"Aku minta maaf Pi, aku benar-benar minta maaf."

"Jangan dipikirkan, aku nggak akan pernah larang kamu lagi kalau kamu pengen ngasih sesuatu untuk Binar, selama kita mampu."

***

"Papi ... ini enggak kelamaan?"

Panji mengerjap, ia tersadar dari lamunannya. Lelaki itu mengusap sudut matanya yang tanpa disadarinya berair tadi, sebelum akhirnya mengurai pelukan kemudian setelah itu mengusap puncak kepala Binar sesaat.

"Tadi bilangnya lama juga nggak papa." lelaki itu tersenyum lembut.

"Emang enggak papa sih, barusan aku cuma iseng bilang." Binar meringis kecil.

Panji masih tersenyum. "Bi," panggilnya.

"Iya?"

"Papi minta maaf."

Kening Binar berkerut, ia jadi penasaran apa yang terjadi sampai tiba-tiba sang papi datang ke kamar lalu minta maaf. "Kenapa minta maaf?"

"Karena papi dan mami nggak bisa selalu ada di dekat kamu."

Binar tertegun sesaat, hatinya seketika luluh. Ia tersenyum lebar. "Nggak papa kok. Aku paham, meskipun kalian nggak bisa selalu ada di dekat aku, seperti yang mami bilang tadi, aku tahu kalian ngawasin aku, aku juga tahu Papi dan mami sayang sama aku, kalian kerja buat mencukupi kebutuhan semua orang, aku tahu itu. Jadi nggak papa, Papi nggak perlu maaf. Aku ... aku nggak pernah kekurangan satu hal pun karena kalian. Aku senang jadi anak mami sama papi, makasih banyak, kalian yang terbaik, aku senang Papi di sini, aku sangat senang kalian pulang."

"Makasih ya, Bi. Anak baiknya Mami sama Papi."

Binar sudah berkaca-kaca hendak menangis.

"Ah, jangan nangis," kata lelaki itu malah tertawa kecil sambil mengusap kelopak mata putrinya membuat gadis itu menutup mata sesaat.

Kemudian Panji tersentak pelan. "Oh iya!" Panji teringat sesuatu.

"Kenapa Pi?"

"Bentar, papi ada sesuatu. Tapi ada di kamar papi, buka pintunya Bi. Habis itu jangan ditutup dulu."

"Iya."

Mereka berdua melangkah menuju pintu kamar Binar. Setelah pintu terbuka, Panji keluar. Sementara seperti apa yang papinya minta, Binar tidak menutup pintu dan kini menunggu di ambang pintu.

Setelah menunggu beberapa saat, Binar melihat papinya melangkah ke arahnya dengan membawa dua buah box yang entah isinya apa, sebenarnya cukup membuat Binar penasaran.

"Ini, buat kamu dan buat Cakrawala," kata Panji.

Kening Binar mengernyit sambil menerima dua buah box itu.

"Ini apa?"

"Itu jaket couple," jawab Panji.

Kedua mata Binar membulat sempurna. Ia tersenyum sumringah. Namun detik berikutnya, keningnya mengernyit menyadari sesuatu yang aneh. Gadis itu mendongak, menatap papinya.

"Buat kak Cakra? Cakrawala Letnio? Papi yakin?"

"Iya, kamu pikir papi nggak tahu kalau sekarang kamu pacaran sama dia?" Panji tersenyum menggoda.

"Dih, Papi mata-matain aku?" Binar melotot.

"Seperti yang mami kamu bilang, kami ngawasin kamu Bi."

"Iiih Papi!"

Panji tertawa. "Yaudah kasih jaketnya sana."

Binar diam sesaat. "Ng ... besok aja deh, di sekolah," kata Binar.

"Yakin nggak mau sekarang aja? Sekalian ke rumahnya loh. Mumpung dekat, biar besok bisa dipakai sama-sama ke sekolah," goda Panji.

"Papiii!!!" Binar menghentakkan kedua kakinya kesal sembari manyun.

Pipinya merona begitu saja sementara Panji tertawa karena itu.

"Papi aslinya nyebelin!"

Binar malu, namun selanjutnya ia memeluk sang papi. "Tapi aku sayang Papi, makasih banyak," kata Binar.

Tiba-tiba saja rongga dada Panji terasa menghangat. Menyenangkan dan nyaman. Entah untuk ke berapa kalinya ia tersenyum hari ini. Ia balas memeluk Binar.

"Sama-sama, sayang."

1
anggita
biar ga cemburu terus, kasih like👍+iklan☝.
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!