SWEET LOVE

“Jadi menurutmu apa Hana adalah gadis yang baik?” tanya Kakek Yaris saat berjalan menyusuri lorong menuju lift berdua dengan Rey.

“Aku tidak terlalu yakin, Pak. Karena tidak melihatnya dengan jelaa,” jawab Rey dengan ragu.

“Arga kehilangan orang tuanya sejak kecil, sedangkan aku terlalu sibuk mengurus perusahaan sebagai seorang Kakek. Bukankah baik jika dia segera membuat keluarganya sendiri serta mencintai mereka dan memperhatikan mereka?” ungkap Kakek Yaris dengan sendu menatap dinding kaca yang menampakkan keindahan matahari pagi.

Rey yang mendengarnya hanya bisa tertunduk, karena dia juga merasakan hal yang sama. Kedua orang tua Rey juga meninggal sejak dia kecil, dan Kakek Yaris lah yang merawatnya hingga menjadi pria dewasa yang pintar seperti sekarang.

“Begitu juga denganmu, segeralah mencari pacar. Jangan menjadi penggila kerja seperti Arga! Carilah wanita baik dan perkenalkan padaku,” tutur Kakek Yaris.

Rey tersenyum mendengar pernyataan itu. Dia selalu bersyukur sudah dirawat oleh pria hebat seperti Kakek Yaris. Karena itu sepanjang hidupnya dia tidak akan pernah mengecewakan Kakek Yaris.

***

“Dari semua tempat di kantor,bagaimana bisa kamu berpapasan dengan Presdir Argantara di lift?” kata Hana pada Berlyan ditelepon. Sembari dia membayar minuman kaleng yang dia beli ditoko dekat kantornya.

“Ya! Apa kamu tahu betapa ketakutannya aku!” keluh Berlyan, “Karena itu, segera temui Presdir Argantara dan bereskan situasi menakutkan ini!”

“Ya ya ya, baiklah jangan khawatir. Iya bawel banget sih<” gerutu Hana seraya memutuskan panggilan.

“Situasinya semakin berantakan saja,” gumamnya tanpa memperhatikan jalan.

“Ahhhh!” pekiknya saat seorang anak kecil berlarian menabraknya dengan membawa semua pensil ditangannya.

“Sudah ibu bilang jangan berlariankan! Aku sungguh minta maaf.” Seorang wanita yang merupakan ibu dari anak tersebut, berjongkok memarahi anaknya.

Hana menaruh minuman kaleng dan dompetnya diatas meja kasir, lalu ikut berjongkok didepan anak tersebut. “Tidak apa tidak masalah, jangan memarahinya,” ucap Hana pelan kepada wanita tersebut.

“Hei, gadis cantik, apa boleh berlarian dengan membawa benda seperti ini?” Hana meraih pensil yang dipegang oleh anak itu. Anak tersebut pun menggelengkan kepalanya dengan wajah menahan tangis.

“Tidak boleh kan? Tapi jika kamu berjanji untuk tidak mengulanginya, aku akan menunjukkan sebuah sulap,” bujuk Hana.

“Janji!” Hana mengacungkan jari kelingkingnya, lalu anak itu mengaitkan jari kelingkingnya juga di jari Hana.

“Okay, sekarang lihat!” Hana pun menggambar sebuah bunga tulip pada roknya yang terkena coretan pensil yang dibawa oleh anak itu.

“Tebak ini apa?” ucap Hana tersenyum pada anak itu.

“Itu kotoran!” teriak anak tersebut lalu menangis.

“Hmm....” Seorang pria yang berada dibarisan minuman soda tertawa pelan saat mengamati apa yang sedang dilakukan Hana.

“Apa kotoran? Ini bunga tulip ini kuncupnya dan ini daun nya,” jelas Hana.

“Pokoknya, yang ingin ku kakak katakan adalah tidak boleh berlarian dengan membawa benda seperti ini. bisa saja kamu atau orang lain yang akan terluka, mengerti,” lanjutnya dengan berbicara secara lembut agar tidak membuat anak itu takut.

Pria tersebut tersenyum mendengar apa yang dikatakan oleh Hana. Bukannya marah tapi Hana malah dengan baik hati memaafkan anak tersebut, yang sudah mencoret pakaian mahalnya.

“Oke baik,” sahut anak tersebut sambil tersenyum.

“Sekali lagi maaf ya, biar aku bayar biaya laundry nya,” kata ibu anak kecil itu.

“Ah tidak apa-apa, aku juga mencoret lebih banyak daripadanya. Ini lihatlah,” tolak Hana dengan tersenyum ramah.

“Bye bye!” Hana pun segera pergi dari toko tersebut.

“Wanita yang baik,” gumam pria tersebut sembari menatap kepergian Hana.

Hana sama sekali tidak sadar. Kalau ternyata ada seorang pria yang tengah memperhatikannya sejak tadi. Pria itu berniat untuk membeli beberapa minuman soda. Akan tetapi dia malah tertegun melihat Hana yang tengah mencoba membujuk seorang bocah. Karena hatinya yang secantik rupanya, itulah yang membuat pria tadi mengagumi sosok Hana.

“Oh astaga, kunci mobil dan dompetku tertinggal,” pekik Hana saat mengingat kunci mobil dan dompetnya masih berada didalam toko.

Saat dia berbalik Hana malah tidak sengaja bertabrakan dengan seorang pria tampan memakai kaca mata yang bertengger dihidung mancungnya. Pria tersebut lalu mengambilkan minuman kaleng milik Hana yang jatuh ke tanah.

“Apa anda baik-baik saja?” tanya pria itu dengan suara bariton dan wajahnya yang selembut embun pagi.

Seperti sedang berada ditaman bunga, semerbak aroma cinta memenuhi indra penciumannya. Mata Hana tidak berkedip menatap pria tersebut, yang tiba-tiba entah dari mana datangnya kelopak-kelopak mawar yang bertebaran disekitarnya. Tidak ada yang lebih bercahaya daripada dia didalam pandangan Hana saat itu. Apakah ini yang dinamakan jatuh cinta pada pandangan pertama?

“Astaga, bagaimana bisa ada mahluk setampan dia?” gumamnya kagum sambil merasakan dadanya yang berdebar-debar.

“Penampilannya sungguh sempurna, aku yakin sudah menemukan cintaku, dan itu adalah dia!” gumamnya lagi yang akhirnya tersadar dari lamunan gilanya itu.

“Ya, aku baik-baik saja. Maafkan aku,” ucapnya gugup.

“Tidak masalah,” jawab pria itu sembari memberikan minuman kaleng tadi ketangan Hana, lalu pergi.

Hana memutar badannya, tersenyum kagum menatap punggung tegap pria itu saat berlalu pergi.

“Aku ingin sekali meminta nomor teleponnya! Dia sangat sempurna, dan hatiku berdebar-debar itu artinya aku sudah jatuh cinta!” teriaknya girang sambil meremas kaleng minuman itu karena gemas.

Drrt drrt drrt.

“Siapa lagi ini yang menelpon?” hana segera berbalik dan berjalan sambil menerima panggilan tersebut.

Hana pergi menemui Berlyan disebuah taman.

“Apa? Presdir Argantara mau menemuimu lagi?” tanya Berlyan dengan mata membulat dan mulut menganga karena terkejut.

“Ya, dia baru saja meneleponku barusan,” jawab Hana tersenyum.

“Baguslah! Akhirnya kamu bisa menemuinya dan menjelaskan yang sebenar-benarnya padanya,” ucap Berlyan bernafas lega. Raut wajah Berlyan seketika berubah.

“Tapi, temanku tersayang, bisakah kamu menggantikanku untuk pergi menemuinya?” pintanya dengan lembut sambil menggenggam tangan Berlyan.

“Dasar wanita gila!” Berlyan mengerutkan keningnya dan mencibir sambil menepis tangan Hana.

“Aku ada rapat penting tau!” jelas Hana.

“Ya tetap saja. Bagaimana bisa aku menggantikanmu lagi? Tidak, aku tidak mau melakukannya lagi! Kalau ketahuan bagaimana?” tolak Berlyan.

“Hei, mana mungkin ketahuan, pokoknya tinggal bilang aku tak menyukaimu dan tidak mau menikah denganmu! Lalu pergi tinggalkan dia! Tolak saja dia dengan jelas, ya?” Hana mencoba meyakinkan Berlyan.

Berlyan diam sejenak. “Ah lupakan saja, aku tidak mau!”

“TIdak perlu repot, tinggal ubah jadwal rapatmu atau janjimu dengan Presdir Argantara. Uruslah sendiri, aku tidak mau terlibat!” Berlyan mengalihkan pandangannya menatap bunga-bunga ditaman.

Hana menghela nafasnya.

“Ini lihatlah, apa kamu ingat luka ini?” Hana memperlihatkan bekas lukanya dibagian paha kepada Berlyan.

“Apa kamu gila? Orang-orang jadi melihat pahamu!” Berlyan kembali menurunkan rok Hana yang diangkatnya sendiri karena beberapa orang menatap kearahnya.

“Waktu itu aku membantumu membawakan berkas yang tertinggal dikamarmu, aku berlari kekantormu sampai tidak sengaja menabrak gerobak penjual es cendol dan pahaku terluka mengenai ujung gerobak itu,” ucap Hana mengiba menggunakan bekas lukanya. Dia pikir dengan cara begitu hati nurani Berlyan tidak akan bisa menolaknya.

“Tentu saja aku ingat, kamu berdarah banyak sekali sampai harus mendapatkan jahitan,” sahut Berlyan berwajah sedih karena tak tega.

Hana pun berdecak seperti anak kecil, begitu juga dengan Berlyan yang masih bersiteguh.

“Temanku, ayolah bantu aku sekali lagi?” mohon Hana.

“Baiklah,” jawab Berlyan tak bersemangat.

“Yeay, terima kasih teman!” Hana pun memeluk Berlyan lalu menggandengnya dengan semangat.

.

.

BERSAMBUNG.