Nia tak pernah menduga jika ia akan menikah di usia 20 tahun. Menikah dengan seorang duda yang usianya 2 kali lipat darinya, 40 tahun.
Namun, ia tak bisa menolak saat sang ayah tiri sudah menerima lamaran dari kedua orang tua pria tersebut.
Seperti apa wajahnya? Siapa pria yang akan dinikahi? Nia sama sekali tak tahu, ia hanya pasrah dan menuruti apa yang diinginkan oleh sang ayah tiri.
Mengapa aku yang harus menikah? Mengapa bukan kakak tirinya yang usianya sudah 27 tahun? Pertanyaan itu yang ada di pikiran Nia. Namun, sedikit pun ia tak berani melontarkannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon m anha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kehadiran Masalalu
Malam hari mereka semua bersiap-siap ingin merayakan pesta ulang tahun Farah. "Mas, memangnya kita mau merayakannya di mana?" tanya Nia saat mereka sedang bersiap-siap.
"Ya tentu saja di suatu tempat, yang pasti bukan di apartemen ini. Setiap tahunnya selama ini, aku selalu membuat pesta seperti ini untuk Farah, ini pesta keinginannya, aku hanya ikut saja apa keinginannya," ucap Faris yang sudah selesai dengan setelan jas lengkapnya, begitupun dengan Nia, ia sudah siap dengan gaun yang digunakannya. Terlihat semakin cantik.
Mereka pun keluar dari kamar dan melihat Farah juga sudah cantik dengan gaun berwarna putih yang digunakannya.
"Wah, Farah kamu cantik sekali," ucap Nia memuji penampilan Farah, membuat Farah pun tersenyum.
"Terima kasih, aku manggilnya apa, nih? Kakak aja kali ya?" ucap Farah, mereka terlihat seumuran membuat ia merasa enggan untuk memanggilnya ibu atau mama.
"Boleh, kamu bisa panggil apa aja, panggil Nama juga nggak apa-apa, kok."
"Farah, Nia itu adalah istri Ayah, kamu sudah punya ibu jadi panggil Nia dengan Mama saja," ucap Faris membuat Farah pun mengangguk menuruti perkataan ayahnya.
"Baiklah, Mah! Kita jalan sekarang," ucapnya membuat Nia pun hanya mengangguk, sebutan kata mama cukup aneh di telinganya saat diucapkan oleh Farah. Namun, ia membiarkan saja, nanti juga akan terbiasa.
Setelah bersama dengan Farah, beberapa saat kemudian Nia malah lebih asyik dengan Farah, ternyata anak itu sangat asyik di ajak berbicara dan di ajak berteman, membuat mereka pun terus berbincang saat dalam perjalanan menuju ke tempat acara yang sudah disiapkan oleh Faris untuk Farah.
Setelah berkendara lumayan memakan waktu, mereka pun sampai di sebuah cafe, dari sana terlihat cafe itu cukup sepi. Farah turun dari mobil dan melihat kondisi cafe yang tak sesuai dengan yang diinginkannya, Cafe sepi dan gelap. Farah melihat ke arah ayahnya.
"Ayah, sepertinya ulang tahunku kali ini sedikit tak seperti tahun lainnya. Coba lihat, satupun teman yang aku undang tak ada yang datang, padahal selama ini aku selalu bersikap baik kepada mereka," ucap Farah memanyunkan bibirnya saat melihat pesta ulang tahun yang sudah dibuat ayahnya tak sesuai dengan keinginannya.
Di cafe itu kini terlihat sunyi, tak ada satupun pengunjung yang datang. Mengingat ayahnya sudah menyewa tempat tersebut.
"Ayah, Ayah beneran kan sudah menyewa tempat ini?"
"Sudah, Ayah sudah menyewa tempat ini, kok. Kamu sendiri udah mengundang teman-temanmu?"
"Udah, kok. Tapi, mereka semua di mana? Apa mereka lupa, ya?" gerutunya kesal, walapun tak banyak, tapi ia mengundang beberapa teman dekatnya dan mereka semua tak ada yang datang.
"Ya udah, kalau teman-teman kamu nggak ada datang, kan ada Ayah sama Mama disini. Biar kami yang merayakan ulang tahunmu, ayo kita masuk," ucap Faris merangkul putrinya, mereka pun melangkah bersama walau dengan wajah cemberut.
Mereka masuk ke cafe tersebut, begitu membuka pintu kafe itu, tiba-tiba lampu menyala dan suara sorakan terdengar nyaring.
Suara teriakan teman-temannya mengucapkan selamat ulang tahun mengagetkan Farah. Ia tak menyangka ternyata teman-temannya sudah ada di dalam, ia membekap mulutnya dan menatap ayahnya. "Yah, semua ini itu sudah diatur oleh ayahnya?"
"Iya, Nak. Pesta ini untuk mu. Tapi, ini ide mamamu." Mereka pun larut menikmati pesta. Namun, tiba-tiba sebuah daringan ponsel Farah mengganggu acara mereka, Farah sedikit menjauh dari teman-temannya, begitu juga dengan ayah dan Mama Nia.
Farah pergi ke belakang dan mengangkat telepon, itu adalah panggilan dari ibunya, Raya.
"Ibu, ada apa lagi? Akukan sudah bilang, tolong jangan ganggu kehidupan Ayah, Bu. Sekarang ayah sudah menikah dan aku bisa melihat cinta ayah untuk istrinya. Farah ga mau ayah kembali terluka karena, Bu!" Farah terus menolak apa yang di inginlan ibunya.
"Apa kamu bersama dengan ayahmu?"
"Iya, ada apa, Bu?" tanya Farah.
"Apa kamu bisa mengatur Ibu bertemu dengan Ayahmu?"
"Ibu, aku mohon."
"Farah, aku ini ibu kandungmu jadi berhenti bersikap pembangkang, kamu harus bantu Ibu.
"Untuk apa? Apa yang aku harus bantu? Aku gak mau jika membuat ayah marah padaku?"
"Pokoknya kamu atur saja, sekarang Ibu baru saja tiba, ibu akan ke apartemenmu sekarang."
Farah baru akan menolak, tapi Raya sudah mematikan panggilannya.
Farah menghela nafas berat, ibunya baru saja bercerai dan sedang terlilit hutang yang di tinggalkan kan ayah biologisnya, membuat Raya memintanya untuk mempertemukannya dengan ayah yang sekarang sedang bersamanya. Raya tak punya tempat lain untuk meminta bantuan selain bertemu dengan Faris.