Karena penghianatan sang ibu di masa lalunya, membuat seorang Zayyan Erik Mahesa (30) menutup dirinya pada semua wanita dan menjadikannya pria dingin dan anti wanita.
Namun ia terpaksa menikah dengan Mia Azzura (26) demi memenuhi permintaan terakhir sang ayah.
Mia tak keberatan dengan hal itu karena sudah lama sekali Mia menaruh hatinya pada Erik, namun mampukah Mia meluluhkan hati dan mendapatkan cinta Erik? bagaimana kisah mereka berlanjut?
"Aku tidak pernah percaya pada cinta dan wanita." Erik.
"Menaklukan hatinya adalah sebuah tantangan bagiku!'' Mia.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon QueenMama, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 13
Kini Mia duduk di sofa berhadapan langsung bersama kakak dan kakak iparnya yang kini tengah menatapnya dengan tatapan menyelidik.
"Apa kau bahagia?" tanya Mila kakaknya. sedangkan Ravin kakak iparnya hanya diam dan menjadi pendengar yang baik di antara kedua kakak beradik itu.
''Aku sangat bahagia kak, sangat.'' jawab Mia dengan mantap.
Mendengar jawaban sang adik Mila pun bernafas lega, ''Baiklah, aku percaya padamu. Lalu dimana sekarang suamimu? sejak tadi aku menunggu nya tadi dia tak muncul juga apa kau sudah memanggil nya atau belum?''
''Bagaimana aku memanggil nya kakak saja menahanku disini seperti penjahat yang tertangkap basah saat melakukan aksinya!'' umpat Mia lirih, namun masih dapat di dengar oleh kedua kakaknya.
"Tidak ada alasan, sekarang cepat hubungi suamimu!" Mila berkata dengan sangat tegas, dan langsung membuat Mia terlonjak kaget.
"I..iya.. Aku pergi sekarang!'' seru Mia yang langsung berdiri dan bersiap untuk pergi memanggil suaminya.
"kamu mau kemana dek?" tanya Mila dengan heran.
''Kakak itu bagaimana? bukankah kau menyuruhku untuk memanggil Erik datang kemari untuk menemui kalian, jadi sekarang aku akan menjempunya." Jawab Mia dengan polosnya.
"Ya ampun dek, ini jaman modern kenapa kamu harus repot datang menjemputnya yang kakak maksud kamu telepon saja agar dia datang kemari secepatnya! tunggu, jangan bilang kamu tidak punya nomor ponsel suamimu senadiri?" Mila menatap adiknya dengan tatapan menyelidik dengan tangan bersedekap dada di hadapan sang adik yang kini sedang tersenyum kikuk ke arahnya.
Sepeti sedang menonton drama komedi, Ravin ingin sekali tertawa melihat ekspresi istrinya yang begitu lucu saat memarahi adik iparnya yang tak kini bisa berkata-kata lagi.
"Bukan begitu kak, tapi layar ponselku pecah dan aku tidak bisa menggunakan nya.'' Kilah Mia.
"Alasan!''
"Sudah-sudah, biarkan aku yang menelpon Erik agar segera datang kemari dan membicarakan hal ini dengan kepala dingin." Ravin mulai menengahi perdebatan panjang di antara kedua kakak beradik itu.
''Ckk... Ini semua karna Erik, aku harus berbohong pada kakak. Tapi kak Mila benar, aku istrinya tapi kenapa aku tidak memiliki nomor ponsel suamiku sendiri?'' Mia mendengus kesal, ia merasa sangat pusing memikirkan semua hal yang ada dalam pernikahannya.
Setelah beberapa menit berlalu, kini Erik bersama dengan Liam asisten pribadinya datang ke rumah dokter Adreas sesuai perintah mantan bosnya yang kini telah menjadi kakak iparnya.
"Kau sudah sampai, duduklah!'' Ravin mulai mempersilahkan Erik duduk di hadapannya.
"Terimakasih tuan muda.'' Erik duduk sedikit berjauhan dengan istrinya dan membuat pertanyaan besar bagi Ravin dan Mila.
Kini Ravin pun menatap intens pada Erik, mantan pengawal kepercayaan keluarga Adyaksa beberapa tahun lalu yang kini telah menjadi suami adik iparnya.
''Erik ikut aku sebentar!" ajak Ravin yang langsung pergi meninggalkan ruangan itu di ikuti oleh Erik di belakangnya.
"Kenapa kakak ipar membawa Erik pergi? kenapa tidak bicara disini saja!" protes Mia.
Mendengar ucapan sang adik Mila hanya mengangkat bahunya tak mengerti. "Sudahlah, kakak harus menemui anak-anak terlebih dahulu. Pesan kakak hanya satu, jangan terburu-buru mengambil keputusan. Tapi jika kamu sudah merasa yakin pada pilihan mu maka tetaplah pada pendirianmu, tapi jika sudah merasa lelah maka berpikirlah dengan kepala dingin dan jangan mengambil keputusan saat sedang terbakar emosi." Ucap Mila sedikit memberi ultimatum pada adiknya.
"Iya kak.'' Jawab Mia singkat.
Setelah kakaknya pergi, kini Mia berjalan mondar-mandir menunggu suaminya keluar dari ruangan yang masih tertutup rapat bersama dengan kakak iparnya. ''Semoga saja Erik tidak terlalu jujur tetang hubungan pernikahan yang sedingin kutub utara ini." Mia benar-benar merasa sangat was-was dan tidak tenang.
Liam yang melihat istri bosnya yang kini terlihat begitu khawatir pun hanya diam saja, tak berani menegurnya atau pun hanya sekedar menyapa untuk berbasa-basi.
"Asisten Lia, kenapa Erik lama sekali di dalam sana? apa yang sebenarnya mereka bicarakan di ruangan itu?'' tanya Mia pada Liam. Namun Liam tak menjawab pertanyaan sama sekali ia tetap berdiri seperti patung di tempatnya.
"Ckk.. Bicara padamu sama saja bicara pada orang tuli dan bisu." Ketus Mia menatap asisten Liam dengan penuh kekesalan.
"Aku lebih kesal padamu, karena sejak awal aku bertemu dengan mu kau selalu memanggil namaku dengan tidak benar.'' Protes Liam dalam hatinya.
Setelah lama menunggu tapi pintu ruangan itu tak kunjung terbuka membuat Mia benar-benar merasa sangat tidak tenang, kini ia pun menghempaskan tubuhnya di sofa.
"Auwhh...'' Mia meringis kesakitan saat luka di tangannya terbentur sofa, bersamaan dengan Adreas yang datang menghampiri nya.
''Mia...'' Pekik Adreas yang langsung berlari ke arah Mia dan menggenggam tangannya yang terluka.
"Bagaimana bisa terluka?'' tanya Adreas dengan perasaan cemasnya.
"Ini hanya luka kecil, besok juga sembuh!'' jawab Mia dengan entengnya.
"Ckk... Kau ini, aku akan mengobati mu. Ayo ikut aku!'' Adreas langsung mengajak Mia masuk ke dalam ruang lain untuk mengobati lukanya.
"Kenapa harus di bawa kesini sih? protes Mia saat dirinya di ajak ke ruang laboratorium pribadi milik Adreas.
"Obat-obatanku tersimpan disini jadi aku membawamu ke tempat ini agar mudah di obati.'' tukas Adreas yang sedang mengambil beberapa peralatan medisnya.
"Ulurkan tanganmu, dengar jika tidak segera di obati kemungkinan lukanya bisa infeksi jika sudah infeksi dan tak bisa di obati lagi tangan mu pasti akan_" Adreaen memperagakan cara memotong dengan pisau medisnya, membuat Mia langsung memutar bola matanya malas.
"Jangan menakutiku, apa kau sesalu menakuti pasien mu seperti itu? ishhh... dokter macam apa kau ini.''
Adreas tersenyum samar saat melihat Mia yang langsung mengerucutkan bibirnya. ''Bersiaplah ini akan terasa sakit tapi sakitnya hanya sementara saja, dan jangan menekan biarkan aku yang menekannya." Tukas Adreas yang mulai menempelkan jarum di tangan Mia.
"Tapi itu terlalu besar!'' protes Mia.
"Tidak ada aturan besar atau kecil ukurannya akan tetap sama."
"Baiklah lakukan perlahan saja oke!'' Mia sedikit menjerit saat jarum itu menempel sempurna di lengannya.
Adreas hanya menggelengkan kepalanya saat melihat tingkah konyol gadis yang ia sukai itu kini memejamkan matanya, ''Sudah selesai." Bisik Adreas yang kini mulai membersikan luka Mia dan menutup nya dengan kasa.
Sedangkan di luar ruangan Erik datang untuk mengetuk pintu ruangan yang kini tertutup rapat, namun setelah ia mendengar percakapan singkat di antara Mia dan Adreas ia pun mengurungkan niatnya dan meremas tiket bulan madu yang di berikan Ravin padanya sebagai hadiah pernikahan mereka.
Erik tersenyum sinis menatap pintu ruangan itu sebelum ia pergi meninggalkannya. "Sudah aku katakan semua wanita itu sama saja!'' gumam nya penuh kekecewaan.
Bersambung..