Ketabahan Arini benar-benar diuji. Selama 6 tahun menikah, Arini tidak juga dikaruniai seorang anak dalam rumah tangganya bersama Dodi Permana. Hinaan, caci maki dan perlakuan tidak adil selalu ia dapatkan dari Ibu mertuanya.
Namun, Arini tetap tabah dan sabar menghadapi semuanya. Hingga sebuah badai besar kembali menerpa biduk rumah tangganya. Dodi Permana, suami yang sangat dicintainya berselingkuh dengan seorang wanita yang tidak lain dan tidak bukan adalah Babysitter-nya sendiri.
🚫 Warning! Cerita ini hanya untuk Pembaca yang memiliki kesabaran tingkat dewa, sama seperti tokoh utamanya. Cerita ini memiliki alur cerita ikan terbang yang bisa membuat kalian kesal 💢 marah 💥 dan mencaci maki 💨😅 Oleh sebab itu, jika kalian tidak sanggup, lebih baik di skip saja tanpa meninggalkan hujatan buat othor, yeee ...
❤ Terima kasih ❤
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aysha Siti Akmal Ali, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 13
Dua bulan kemudian.
"Mas, tubuh Azkia terasa hangat. Padahal sudah aku kasih obat penurun demam, tetapi suhunya masih belum kembali normal," ucap Arini dengan wajah cemas.
Dodi menghampiri Arini yang kini duduk di atas tempat tidur sambil meraba-raba tubuh Azkia, bayi perempuan yang dulu mereka temukan di teras depan rumah. Kini bayi mungil itu sudah sah menjadi anak angkat Dodi dan Arini.
Dodi duduk di tepian tempat tidur kemudian meraba kening dan tubuh bayi mungil tersebut. Ya, apa yang dikatakan oleh Arini memang benar, tubuh Azkia memang terasa hangat. Namun, Dodi tidak terlalu khawatir karena saat itu suhu tubuhnya tidak terlalu tinggi.
"Tidak apa, Sayang. Paling sebentar lagi suhu tubuhnya pasti akan kembali normal," jawab Dodi. Ia bangkit dari posisinya kemudian kembali merapikan kemeja kerja yang ia kenakan.
"Benarkah?" Arini tampak ragu, tetapi ia tidak ingin membantah ucapan suaminya itu.
"Ya, tentu saja, Sayang. Kamu tidak usah terlalu mengkhawatirkannya. Azkia pasti akan baik-baik saja," sahut Dodi lagi.
Setelah selesai merapikan pakaiannya, Dodi kembali menghampiri Arini yang masih duduk di samping tubuh Azkia dengan wajah cemas. Entah kenapa Arini benar-benar merasa tidak nyaman. Ia merasakan firasat yang tidak baik kepada Azkia yang biasanya selalu mengoceh, tapi saat ini malah diam dan terus memejamkan matanya.
"Sebaiknya kita sarapan dulu, Sayang. Jika kamu terus seperti ini, yang ada nanti malah kamu yang jatuh sakit," bujuk Dodi sambil mengelus puncak kepala Arini.
"Ehm ... sebaiknya Mas sarapan saja. Aku akan menyusul nanti," jawab Arini sembari meraih tangan Dodi yang masih berada di puncak kepalanya. Ia mencium tangan itu sambil berusaha menyunggingkan sebuah senyuman yang terlihat sangat manis.
"Baiklah kalau begitu. Maaf, Mas duluan. Soalnya Mas takut telat," kata Dodi lagi.
Setelah mengucapkan hal itu, Dodi pun bergegas keluar dari kamarnya kemudian segera menuju dapur, di mana meja makan terdapat di ruangan tersebut.
Setibanya di meja makan, ternyata Bu Nining sudah berada di ruangan itu dan bersiap memulai sarapannya. Dodi meraih sebuah kursi kemudian duduk di sana. Tepat berseberangan dengan Bu Nining.
"Mana Arini?" tanya Bu Nining dengan wajah datar sambil mengisi piringnya dengan nasi goreng serta ayam goreng yang sudah tersedia di atas meja.
"Arini di kamar, menjaga Azkia yang sedang kurang sehat," sahut Dodi. Dodi melirik Bi Surti yang masih asik berberes di ruangan itu, membersihkan dan merapikan kembali alat-alat masak yang sudah ia gunakan sebelumnya.
"Oh iya, Bi Surti. Jika nanti Arini tidak muncul juga, sebaiknya Bibi antarkan sarapan untuknya ke kamar," titah Dodi.
"Baik, Den," sahut Bi Surti.
Bu Nining mencebikkan bibirnya sambil melirik Bi Surti. Wanita paruh baya itu juga melototkan matanya ketika bertatap mata bersama Bi Surti. Bi Surti tahu apa maksud Bu Nining seperti itu. Ia yakin Bu Nining tidak ingin dirinya melakukan apa yang diperintahkan oleh Dodi.
"Sebenarnya sakit apa sih anak itu?" tanya Bu Nining kepada Dodi yang sedang mengunyah makanannya.
"Demam, Bu. Tapi sepertinya masih aman, sih. Makanya aku tidak terlalu mencemaskannya," jawab Dodi.
Bu Nining memutarkan bola matanya. "Halah, seperti tidak kenal Arini saja! Arini itu 'kan lebay. Apa kamu tahu, Dod? Selama kalian mengadopsi bayi itu, istrimu itu jadi pemalas sekarang. Dia selalu menghabiskan waktunya untuk anak itu. Ia juga tidak pernah membantu pekerjaan Bi Surti lagi," gerutu Bu Nining.
"Bu, sudahlah. Jangan berdebat soal itu lagi. Pekerjaanku hari ini sudah cukup membuat kepalaku mumet, jadi tolong jangan buat aku semakin mumet dengan masalah di rumah ini," sahut Dodi yang mulai kesal.
Bu Nining membuang napas kesal. Ia benar-benar tidak suka ketika Dodi mulai berani menjawabnya seperti itu. Ia kembali meneruskan sarapannya, begitu pula Dodi. Setelah beberapa saat kemudian, Dodi pun menyelesaikan sarapannya.
"Aku sudah selesai." Dodi meletakkan kembali garpu dan sendoknya ke atas piring yang sudah kosong. Ia bangkit dari tempat duduknya dan menghampiri Bu Nining untuk berpamitan kepada wanita itu.
"Aku berangkat dulu ya, Bu."
"Ya, hati-hati di jalan," sahut Bu Nining.
Setelah Dodi pergi, Bu Nining segera menyelesaikan sarapannya. "Oh ya, Surti. Kamu tidak perlu repot-repot mengantarkan sarapan untuk Arini. Biarkan dia ambil sendiri, kalau dia tidak mengambilnya, biarkan dia kelaparan, siapa suruh jadi wanita manja!"
Bi Surti menganggukkan kepalanya perlahan dan mau tidak mau, Bi Surti pun terpaksa menuruti perintah Bu Nining.
...***...
penasaran nih kita /Grin//Grin/