Terlahir dari keluarga berada dan putri bungsu satu satunya, tidak menjamin hidup Sabira Rajendra bahagia.
Justru gadis cantik yang berusia 18 th itu sangat di benci oleh keluarganya.
Karena sebelum kelahiran Sabira, keluarga Rajendra mempunyai anak angkat perempuan, yang sangat pintar mengambil hati keluarga Rajendra.
Sabira di usir oleh keluarganya karena kesalahan yang tidak pernah dia perbuat.
Penasaran dengan kisah Sabira, yukkkk..... ikuti cerita nya..... 😁😁😁
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon devi oktavia_10, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 10
Brak....
Devan menggebrak meja, setelah dia melihat rekaman CCTV, sungguh dia sangat marah melihat rekaman tersebut, adik bungsunya. emang tidak bersalah, justru menolong Aura keluar dari dalam kolam renang, tapi malah di salahkan.
"Sial..." marah Devan berjalan membawa laptop ke ruang keluarga, matanya nyalang menatap Aura.
"Bang, kenapa? " heran Aura melihat wajah Devan yang tidak bersahabat kepadanya, keluarganya pun ikut heran menatap Devan.
Devan tidak mengeluarkan suara sama sekali, langkah kakinya yang panjang dengan cepat menggapai Aura, tanpa basa basi.
Plak...
Plak...
Awww...
"Devan....!!! " pekik ke tiga orang yang melihat apa yang di lakukan Devan kepada Aura.
"Bang." lirih Aura menatap Devan dengan berkaca kaca.
Bug....
"Apa yang loe lakuin." marah Kaifan memukul bahu Devan.
"Apa yang gue lakuin sama dia, sudah sepantasnya dia dapat, ini baru satu bukti yang gue dapat, klau gue dapat bukti yang lain, jangan harap dia lepas di tangan gue, gara gara dia, adik gue pergi dari rumah ini." geram Devan.
Deg....
"M-maksudnya, apa? " gumam Aura yang mulai ketakutan.
"Loe nggak usah pura pura, loe tau apa maksud gue." sinis Devan.
Deg....
"Devan, ada apa dengan kamu, nak? " kaget bu Karin.
"Gara gara perempuan licik itu, aden aku di kecilkan sama keluraganya, saking terlalu percaya sama anak pungut ini, kalian selalu menyalahkan Sabira, lihat apa yang sebenarnya terjadi." kesal Devan menyalakan laptop di depan keluarganya.
Aura lansung tidak tenang dan ketakutan, dia meremas kuat-kuat ujung bajunya.
"Memang ada apa? " tanya Kaifan kepo.
"Lihat saja sendiri." ketus Devan.
Di tengah tengah mereka sedang fokus melihat rekaman CCTV, tiba tiba Aura jatuh pingsan, entah pingsan beneran atau pingsan benaran.
Brukkk.....
"Aura."
"Astaga, kamu kenapa nak? " kaget bu Karin dengan paniknya.
Devan hanya tersenyum miring melihat Aura, sungguh dia hilang respek kepada adik pungutnya itu.
Gara gara dia, adiknya pergi dari rumah, andai dia bicara yang sesungguhnya, mungkin Sabira tidak akan kena tampar dan pergi dari rumah ini.
"Drama." sinis Devan, lansung mematikan laptopnya, meninggalkan keluarganya yang sibuk memeriksa Aura.
"Adek, kamu dimana? " sendu Devan mengusap kasur yang biasa Sabira tempati.
Sementara di kamar yang berbeda, Keluarganya sedang sibuk mencemaskan Aura yang tergolek lemah di atas kasur.
"Sayang, bangun nak, kamu kenapa sayang, apa yang sakit." oceh bu Karin yang sangat cemas dengan keadaan Aura.
"Bangun sayang, adek kenapa? " Kaifan ikut mencemaskan Aura.
Sementara pak Burhan hanya melihat dengan diam, pikirannya tertuju kepada putri bungsunya, rasa sesal dan bersalahnya kepada Sabira sangat besar, andai tadi dia tidak kelepasan mencambuk sang anak, pasti Sabira masih ada di rumah ini.
Bi Tuti yang melihat drama itu hanya mendecih kesal.
"Cih.... Dasar ular kepala dua, selalu saja mencari perhatian dengan berpura-pura sakit, semoga saja kau mendapatkan penyakit mematikan." gumam bi Tuti.
"Bi." tegur seseorang di belakang bi Tuti, membuat dia terlonjak kaget.
"Ehhh, Den." kaget bi Tuti.
"Ngapain? " kekeh Devan melihat tingkah bi Tuti yang lucu menurut Devan.
"Hehe... kebetulan lewat aja, Den." kikuk bi Tuti.
"Bibi bawa apa? " tanya Devan, melihat tangan bi Tuti membawa sesuatu.
"Oh... Ini, saya abis dari kamar non Bira, saya mengambil baju non Bira yang tadi kena darah." ucap bi Tuti sendu.
Deg....
Detak jantung Devan lansung dua kali lebih cepat, mendengar darah di baju Sabira.
"Kasih ke saya aja bi, jangan di bawa." sendu Devan.
"Ehhh.. Tapi ini kotor loh den, bau amis darah." elak bi Tuti.
"Nggak apa apa, biar saya yang cuci." kekeh Devan.
"Baiklah" pasrah Bi Tuti.
Sementara di tempat yang berbeda.
Sabira sedang menikmati makan malamnya yang dia pesan tadi, dia makan dengan kesendirian, tapi sesekali matanya menatap layar laptop yang menyala di depannya.
Dreeet....
Dreeet...
Hp Sabira berdering.
"Ya, hallo.... Tar, ada apa?" sahut Sabira.
......
"kamu udah kaya cenayang aja." kekeh Sabira berkaca kaca, Sahabat baiknya seperti ada ikatan batin dengan dirinya selalu tau klau sahabatnya sedang tidak baik baik aja.
.....
"Iya, aku sudah keluar dari rumah itu. " sahut Sabira.
........
"Nggak usah, aku sudah dapat kontrakan kok, besok atau lusa, bi Tuti juga ikut tinggal bersama ku."
......
"Belum sih, semua masih kosong, aku belum sempat belanja, sudah keburu malam."
......
"Ihh... Nggak usah, sudah malam."
......
"Ya udah ya udah, terserah kamu, nanti aku serlok." pasrah Sabira menutup telepon genggamnya.
"Kamu dan bi Wati yang terbaik, yang tidak bisa di adu domba sama orang lain." gumam Sabira berkaca kaca memeluk hpnya.
Setelah mematikan sambungan teleponnya, Sabira segera menghabiskan makannya, setelahnya dia merapikan meja dari sisa sisa makannya, dan selanjutnya Sabira kembali fokus menatap laptop dan melanjutkan pekerjaannya yang masih tersisa sedikit lagi.
"Sebelum si rempong itu datang, dan mengomel tiada henti, lebih baik aku menyelesaikan pekerjaan ku terlebih dahulu." gumam Sabira menatap laptop.
Bersambung....
Haiii.... Jangan lupa like komen dan vote ya.... 😘😘😘
ᴄᴘᴛ ʟᴀʜ ᴋᴀᴜ ʙᴋᴛ ᴋɴ