Bagaimana jika dua orang yang pernah terlibat perasaan satu sama lain di masa lalu kini harus tinggal satu atap? Akankah cinta yang dulu pernah ada akan bersemi kembali? Atau justru hanya menyisakan luka dan kebencian diantara mereka berdua?
🌻🌻🌻
Setelah menghabiskan waktu enam tahun di negeri orang untuk kuliah dan bekerja, pada akhirnya Adelia memutuskan untuk kembali ke tanah air. Namun, untuk menghindari masa lalunya yang ia pikir sudah memiliki istri dan anak, ia memilih kota B sebagai pelarian.
Siapa sangka, di sana ia justru bertemu dengan pria yang paling ia hindari tersebut.
Varel, pria yang pernah mengisi hati Adelia di masa lalu, ternyata telah menetap di kota yang sama untuk beberapa tahun lamanya. Ditinggal pas sayang-sayange waktu itu membuat dunia Varel terasa jungkir balik kurang lebih dua tahun, hingga ia memutuskan untuk menepi dari orang-orang yang selalu mengingatkannya akan cinta masa lalunya dan memilih kota B sebagai pelariannya.
Dan yang paling mengejutkan adalah, Varel dan Adel ternyata menyewa rumah yang sama akibat miss komunikasi dari pemilik rumah. Sifat keras kepala yang dulu, masih melekat pada diri mereka hingga tak ada yang mau mengalah untuk pergi dari rumah tersebut.
"Pokoknya aku mau tetap tinggal di sini, titik!" ucap Adel kekeh.
"Aku juga! Titik titik titik!" Varel tak mau kalah.
Saat itu Adelia tahu jika ternyata Varel belum menikah dan dengan GeErnya dia berpikir jika pria itu masih menunggunya. Namun, ternyata ia salah. Kini semua tak lagi sama, dimana Varel ternyata sudah memiliki kekasih dan mereka akan segera menikah.
"Baguslah, setidaknya aku tidak perlu terlalu merasa bersalah karena dulu telah egois meninggalkannya," Adel mencoba menghibur hatinya yang ternyata sakit saat mendengar kenyataan tersebut.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon embunpagi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 13
Varel terus berjalan menuju kamarnya. Ia berhenti sejennk di depan kamar lalu menghela napasnya dalam. Ia menoleh,"ini demi kebaikanmu," ucapnya dalam hati.
Bukannya Varel tak menghargai usaha adel, namun menurutnya usaha wanita itu belum maksimal. Masih banyak yang harus di perbaiki. Jika ia tidak jujur, maka pasti Adel akan berpikir jika masakannya sudah oke dan mungkin wanita itu tidak merasa harus memperbaikinya.
Varel tak ingin berbohong hanya untuk menyenangkan hati Adel sementara saja. Karena jika wanita itu tahu masakannya di puji padahal kenyataannya tidak enak sama sekali, pasti tak hanya semakin sedih tapi juga malu.
Sedangkan Adel hanya diam menatap sendu masakannya yang ada di depannya. Dengan ragu ia mengambilnya dan memakannya. Memang ia akui, rasanya tidak enak sama sekali.
"Ini lumayan kok untuk yang baru belajar masak, enak. Jangan berkecil hati namanya juga baru belajar, saya suka kok!" ucap Gema mencoba menyenangkan hati Adel.
"Tidak usah dimakan, Kak. Ini tidak pantas di makan. Nanti kak Gema malah sakit perut," ucap Adel namun Gema tetap memakannya.
"Tidak akan sakit perut, kamu sudah berusaha, jadi saya harus menghargainya, ini benar-benar tidak seburuk itu," ucap Gema tersenyum.
Adel hanya tersenyum kecut. Kenapa Varel tak bisa seperti Gema yang memikirkan perasaannya. Tapi, Entah kenapa ia lebih menyukai ucapan Varel yang jujur meskipun terdengar menyakitkan.
"Udah,kak. Jangan dimakan lagi!" ucapnya sambil mengambil piring di depan Gema.
"Maaf kak, bukannya mengusir. Tapi aku ingin istirahat lebih awal," ucap Adel sebelum ia pergi ke dapur membawa piring bekas makan Gema.
"Baiklah, besok saya tidak bisa jemput kamu karena saya harus ke luar kota beberapa hari," ucap Gema.
"Tidak apa-apa, kak," sahut Adel.
"Saya permisi, nanti kalau saya sudah kembali akan saya kabari!" pamit Gema.
"Hem," Adel mengangguk.
🌻🌻🌻
Setelah Gema pergi, Varel keluar dari kamarnya. Ia pergi ke dapur dan melihat Adel sedang membereskan dapurnya yang berantakan.
Tanpa bicara, Varel membantu Adel membersihkan dapur. Adel hanya melirirknya sekilas, "Tidak perlu di bantu, aku bisa kalau cuma membereskan dapur," ucapnya tanpa menoleh. Ia masih merasa sedih karena tadi Varel tak berusaha menutupi kekurangannya di depan Gema.
"Aku cuma tidak tahan melihat dapurku berantakan lebih lama," sahut Varel, juga tanpa menoleh kepada Adel.
Mereka membersihkan dapur tanpa bicara.
"Aku mengatakannya demi kebaikanmu," ucap Varel tiba-tiba di tengah keheningan.
Adel berhenti sejenak dari kegiatannya mengelap meja dapur, "Aku mengerti!" ucapnya legowo.
Dan suasana kembali hening.
Setelah mereka selesai membersihkan dapur, mereka duduk, tak di sangka perut mereka sama-sama bunyi. Baik Adel maupun Varel sama-sama menahan tawa mendengar bunyi perut mereka masing-masing.
"Aku akan buat mie," ucap Adel berdiri lalu mulai merebus air.
Varel yang memperhatikan Adel hanya akan memasak Mie tanpa tambahan sayur dan lainnya langsung berdiri.
"Biar aku saja!" ucap Varel.
"Tidak usah, kalau masak mie instan doang aku bisa!" sergah Adel.
Varel tak menyahut, ia berjalan mendekati kulkas dan mengambil sayuran dan juga telur untuk tambahan membuat mie.
Adel hanya diam memperhatikan apa yang Varel lakukan.
"Mau di kasih cabe?" tanya Varel menoleh.
"Ah! Iya boleh!" karena melamun, tanpa sengaja tangannya menyenggol panci untuk merebus mienya. Ia langsung mengibaskan tangannya yang panas.
Varel mengembuskan napasnya, ia menutup kulkas dan meletakkan bahan-bahan tambahan yang barusan ia ambil di samping kompor lalu menarik tangan Adel ke wastafel.
"Aku tidak apa-apa!" Adel hendak menarik tangannya yang di pegang oleh Varel di bawah guyuran kran wastafel. Namun, Varel menahannya, "Biarkan tiga sampai lima menit!" ucapnya yang langsung melepas tangan Adel dan mulai memasak mie karena air sudah mendidih.
Betapa malu dan canggungnya Adel karena mungkin pria itu mendemgar detak jantungnya yang berdetak kencang tadi.
Adel hanya melihat Varel sambil terus merutuki kebodohannya yang sama sekali tak bisa apa-apa kalau soal urusan dapur.
Dan malam itu mereka berdua terpaksa makan mie instan untuk mengganjal perut mereka.
🌻🌻🌻
Hari-hari berikutnya, Adel masih kekeh ingin belajar memasak di waktu senggangnya. Kadang pulang dari butik yang masih on proses atau kadang pagi buta sebelum bersiap berangkat. Namun, Varel selalu menggelengkan kepalanya saat mencicipi hasil masakan Adel, tanda jika masakannya masih belum enak dan Adel hanya bisa mendesah kecewa di buatnya.
Adel sempat hampir menyerah, tapi jika ingat kata-kata Rasel kalau Varel mengidamkan wanita yang bis masak, Adel selau kembali tersulut semangatnya untuk belajar memasak.
Hingga weekend tiba, Adel kembali sibuk di dapur padahal hari masih gelap, "Masa iya sih aku nggak bisa," gumamnya yang pantang menyerah.
"Masih usaha?" tanya Varel tiba-tiba dengan wajah khas bangun tidurnya. Namun tetap terlihat tampan.
"Iyalah, masa aku kalah sama om sih. Harusnya bisa dong kalau cuma masak aja, kemarin-kemarin pasti ada kesalahan teknis!" ucap Adel semangat. Varel tersenyum tipis, wanita itu memang selalu berambisi dari dulu, tidak berubah. Belum mau menyerah kalau belum mendapat apa yang ia mau.
Tapi sayang, justru ambisinya itu membuat kisah asmara mereka kandas seblum di mulai, hingga meninggalkan luka dan kekecawaan yang mendalam bagi Varel juga penyesalan pada diri Adel.
"Biar aku saja!" Varel menarik lengan Adel supaya mundur.
"Aku tidak yakin kamu bisa. Kamu cukup perhatikan saja dulu!" sambung Varel. Dengan cekatan ia mulai mengiris wortel dan lainnya. Adel yang memperhatikannya menjadi merasa malu sendiri.
"Aku boleh bantu?" tanyanya menawarkan diri.
Varel menoleh, "Hem," ia mengangguk.
"Cuci ini!" Varel meminta Adel untuk mencuci sayur yang baru saja ia potong. Dengan senang hati Adel melakukannya dengan sesekali ia melirik pria itu yang sedang serius memasak.
"Ya ampun, Adel. Kenapa dulu kamu sia-siakan dia?" batin Adel menyesal.
"Kenapa?" tanya Varel yang menyadari di perhatikan oleh Adel.
"Ah tidak," sahut Adel cepat.
"Om, dulu perasaan tidak bisa masak. Kok sekarang jadi pandai masak begini?,"
Varel tak menyahut, membuat Adel mencebik karen lagi-lagi diabaikan. Perasaan dulu tak sedingin ini orangnya, pikirannya kembali melayang ke masa lalu. Dimana Varel adalah pribadi yang menyebalkan sekaligus menyenangkan.
"Hari ini rencana mau kemana?" tanya Varel tiba-tiba.
"Nggak kemana-mana kayaknya. Kenapa?" tanya Adel.
"Bantu aku bersih-bersih halaman!" pinta Varel.
Adel tersenyum, "Baik!" ucapnya senang. Ia langsung menutup mulutnya karena malu ketahuan terlalu senang. Bagaimana tidak senang. Akhir-akhir ini mereka lebih sering bicara satu sama lain meski masih canggung dan sedikit kaku.
Varel yang mendengarnya hanya bisa menyembunyikan senyumnya, "Ck, dasar!" gumamnya lirih.