NovelToon NovelToon
Just Cat!

Just Cat!

Status: sedang berlangsung
Genre:Diam-Diam Cinta / Cinta Seiring Waktu / Roh Supernatural / Bad Boy / Slice of Life / Kekasih misterius
Popularitas:2.4k
Nilai: 5
Nama Author: Souma Kazuya

Hidupku mendadak jungkir balik, beasiswaku dicabut, aku diusir dari asrama, cuma karena rumor konyol di internet. Ada yang nge-post foto yang katanya "pengkhianatan negara"—dan tebak apa? Aku kebetulan aja ada di foto itu! Padahal sumpah, itu bukan aku yang posting! Hasilnya? Hidupku hancur lebur kayak mi instan yang nggak direbus. Udah susah makan, sekarang aku harus mikirin biaya kuliah, tempat tinggal, dan oh, btw, aku nggak punya keluarga buat dijadiin tempat curhat atau numpang tidur.
Ini titik terendah hidupku—yah, sampai akhirnya aku ketemu pria tampan aneh yang... ngaku sebagai kucing peliharaanku? Loh, kok bisa? Tapi tunggu, dia datang tepat waktu, bikin hidupku yang kayak benang kusut jadi... sedikit lebih terang (meski tetap kusut, ya).
Harapan mulai muncul lagi. Tapi masalah baru: kenapa aku malah jadi naksir sama stalker tampan yang ngaku-ngaku kucing ini?! Serius deh, ditambah lagi mendadak sering muncul hantu yang bikin kepala makin muter-muter kayak kipas angin rusak.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Souma Kazuya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Chapter 28: Malam yang Dipenuhi Teror

Suasana di penginapan tim syuting Pemuda Tangguh mendadak kacau. Keributan menggema di lorong, suara langkah kaki panik terdengar berhamburan dari berbagai arah, dan beberapa kru saling bertanya-tanya dengan kebingungan di wajah mereka. Ketegangan itu dipicu oleh sebuah peristiwa tak terduga—mereka semua menyaksikan Ruri dan Carlos menghilang tepat di depan mata mereka, lenyap begitu saja seperti dihisap ke dimensi lain.

Akasha, yang menjadi satu-satunya yang sadar akan apa yang sebenarnya terjadi, langsung merasa dadanya dihimpit kecemasan yang luar biasa. Pikirannya berpacu, membayangkan segala kemungkinan buruk. “Tidak mungkin… ini… ini diculik makhluk halus!” gumamnya dengan bibir gemetar, memandang kosong ke arah tempat Ruri dan Carlos terakhir kali terlihat.

Tanpa pikir panjang, Akasha bergerak cepat menuju pintu keluar, niatnya satu—menyusul Ruri dan Carlos ke mana pun mereka diculik. Namun, lengannya ditahan kuat oleh Saveina. “Akasha, tenanglah! Jangan gegabah!” seru Saveina dengan nada tegas, berusaha menghentikannya.

“Saveina, mereka dalam bahaya besar! Aku harus—aku harus menemukan mereka!” jerit Akasha, mencoba melepaskan diri. Matanya berkilat penuh keputusasaan. Hanya ia yang menyadari dimensi seram di balik peristiwa ini, kesadarannya membuat kepanikan semakin menggulung di dalam dadanya.

Saveina, masih memegang lengan Akasha erat, berkata dengan lembut namun tegas, “Kita semua ingin membantu mereka, tapi pergi sendirian hanya akan membahayakanmu juga.” Dia menghela napas sejenak, mencoba mencari kata-kata yang tepat untuk menenangkan temannya. “Kita tidak tahu apa yang sedang terjadi. Kalau ini benar-benar ulah makhluk halus, kita butuh strategi. Memecah diri hanya akan membuat kita semua jadi lebih rentan.”

Akasha masih gemetar, tapi ia berusaha mengendalikan diri, meskipun pikirannya terus dibayangi sosok Ruri dan Carlos yang tak berdaya. Dia tahu Saveina ada benarnya, namun hatinya tak bisa berhenti berdebar. “Lalu apa yang bisa kita lakukan sekarang, Saveina? Kita bahkan tidak tahu di mana mereka berada…”

Saveina menepuk pundak Akasha dengan lembut, mencoba menyalurkan ketenangan. “Kita tetap harus berpikir tenang. Ada kru dan perlengkapan. Mungkin kita bisa gunakan itu untuk mencoba melacak… sesuatu. Mereka pasti meninggalkan jejak energi atau… apa pun yang bisa kita gunakan sebagai petunjuk.”

Meski masih diliputi ketakutan, perlahan Akasha mulai bisa mengendalikan dirinya. Ia menarik napas panjang, mencoba memperlambat degup jantungnya yang berkejaran. “Baik… kita akan cari cara. Tapi kita tidak boleh lengah. Makhluk itu… aku yakin, dia lebih dari sekadar makhluk halus biasa.”

___

Di sudut lain penginapan, Antonio melangkah dengan wajah berang. Tangan-tangannya terkepal, dan tatapan matanya tak menyiratkan sedikit pun kesabaran. Setelah mengetahui kejadian tersebut, dia langsung mendesak para kru untuk segera menemukan Ruri dan Carlos, seolah-olah tak ada waktu yang boleh terbuang.

“Ini semua tanggung jawab kalian! Ruri dan Carlos hilang di bawah pengawasan kalian. Aku tak peduli bagaimana caranya, kalian harus menemukannya!” suaranya penuh nada ancaman yang tegas.

Salah satu kru, wajahnya pucat dan kebingungan, mencoba membela diri. “Pak Antonio, kami ingin mencarinya, tapi… ada hal-hal aneh yang terus terjadi. Setiap kali kami mencoba bergerak, motor berhenti mendadak atau malah remnya blong tanpa alasan. Alat-alat juga mulai rusak satu per satu… seakan ada sesuatu yang menahan kita…”

Mata Antonio menyipit, jelas tak puas dengan jawaban itu. “Kalian serius? Sekadar kejadian kecil itu dan kalian menyerah? Tidak ada alasan untuk berdiam diri. Kalau kalian tidak bergerak, aku akan tuntut kalian! Aku bisa buat perusahaan syuting ini hancur!”

Kru lainnya, yang terlihat sangat ketakutan, menunduk dan berbisik pelan, “Pak Antonio, ini bukan kejadian biasa. Lampu-lampu pecah tanpa sebab, kaca kamera retak seolah ada yang sengaja merusak. Beberapa dari kami bahkan mulai merasa aneh, seperti terhipnotis, kehilangan arah tentang apa yang sebenarnya ingin kami lakukan…”

Antonio berdecak kesal, tak percaya dengan apa yang didengarnya. “Omong kosong! Apa maksudnya kalian kehilangan arah? Fokus pada tugas kalian!”

Namun, di saat Antonio mengucapkan kata-kata terakhirnya, sebuah kaca kamera pecah begitu saja tanpa alasan. Cermin-cermin di ruang ganti hancur berkeping-keping, dan salah satu kru terjatuh tanpa ada apa pun yang mengganjal jalannya. Kru yang lain semakin diliputi rasa takut, beberapa berdoa pelan, berharap gangguan aneh ini segera berakhir.

Akasha, yang bisa melihat samar-samar gumpalan putih aneh yang beterbangan di sekitar mereka, menelan ludah dengan perasaan ngeri. “Ini… ini adalah kuntilanak, dan jumlahnya… mereka hampir memenuhi langit-langit tempat ini.” Akasha bergumam dengan suara bergetar, semakin merasa khawatir.

Di bahunya, Nona Kiwil, hantu monyet yang selama ini menemaninya, terlihat resah. Sayangnya, bahkan Nona Kiwil tidak mampu membantu, karena jumlah gerombolan kuntilanak terlalu banyak dan menakutkan, seolah-olah makhluk-makhluk itu memiliki rencana besar yang lebih berbahaya.

___

Di tempat lain yang tak diketahui, Ruri terbangun dari pingsannya. Seketika, rasa pusing menyerangnya, namun itu tak cukup kuat untuk mengalihkan perhatiannya dari Carlos yang duduk di depannya. Carlos yang masih dalam wujud manusianya, terlihat meringis dengan pandangan tajam seperti kucing yang mengendus bahaya.

Dengan refleks, Ruri mengusap matanya, mencoba memperjelas pandangannya. Namun, begitu ia melihat sekeliling, ia disambut oleh dinding kasat mata yang memancarkan cahaya lembut, semacam perlindungan tak kasatmata yang melingkupi mereka. Dan yang lebih mengejutkan lagi, ia merasakan tubuh hangat yang memeluknya—seorang wanita yang selama ini dikenal sebagai ibu-ibu misterius yang sering bersamanya.

“Lho… Ibu?” tanya Ruri dengan kebingungan. “Apa yang sebenarnya terjadi di sini?”

Namun, sang ibu-ibu hanya tetap diam, pandangannya waspada dan penuh perhitungan. Setelah beberapa saat hening, dia berbisik dengan nada pelan namun penuh kepastian, “Diamlah. Tetaplah di sini, dalam perlindungan ini.”

Merasa bingung namun percaya pada naluri sang ibu-ibu, Ruri menuruti perintahnya. Namun, ketika ia mengalihkan pandangannya ke depan, rasa ngeri yang amat sangat mulai menyelimuti. Tepat di hadapannya, seorang sosok muncul, sosok yang amat dikenalnya.

“Senior Arham…?” gumam Ruri, hampir tak percaya dengan apa yang dilihatnya.

Namun, semakin ia perhatikan, semakin jelas bahwa sosok itu bukan lagi manusia. Tubuh Arham kini dipenuhi bulu hitam pekat, dengan moncong yang menonjol seperti paruh gagak, sayap hitam besar yang sesekali menghamburkan bulu-bulu hitam yang menjijikkan, berkibar dengan keganasan yang mencekam.

Sosok manusia gagak itu menatap Ruri dengan senyum sinis. “Halo, makananku… lama tidak bertemu.” suaranya penuh nada keserakahan, mengerikan, seakan siap melahapnya kapan saja. Ruri gemetar, merasakan ancaman yang begitu nyata.

1
pdm
apakah ini sdh tamat
pdm
😢😢😢
pdm
lanjutkan kak
Souma Kazuya: Terima kasih kk
total 1 replies
Binay Aja
Hai Ruri tetep semangat ya, yuk kakak singgah di karya ku perjalanan Cinta Sejati cinta beda agama
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!