"May, aku takut. Aku ingin mundur, aku ingin membatalkan semua ini." Ucap Rain dengan tubuh gemetaran.
Malam ini dia berada disebuah kamar hotel presiden suit. Ya, Rain terpaksa harus melelang keperawananannya demi uang. Dia butuh banyak uang untuk biaya rumah sakit adiknya. Selain itu dia juga tutuh uang untuk biaya pengacara, ayahnya saat ini sedang meringkut ditahanan karena kasus pembunuhan.
"Jangan gila Rain. Kau harus membayar ganti rugi 2 kali lipat jika membatalkan. Masalahkan bukan selesai tapi akan makin banyak. Jangan takut, berdoalah, semoga semuanya berjalan lancar." Ucap Maya.
Berdoa? yang benar saja. Apakah seorang yang ingin berbuat maksiat pantas untuk berdoa minta dilancarkan, batin Rain.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yutantia 10, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
AKU TAHU SIAPA DIRIMU
Rain sudah menunggu di lobby sebelum jam 7. Gadis itu gelisah, dia terus meremass jari jari tangannya.
"Nona Raina." Rain mendongak saat mendengar namanya dipanggil. Ternyata Sean sudah berdiri dihadapannya.
"Pagi Pak." Rain berdiri lalu membungkukkan badannya ke arah Sean.
"Ayo kita berangkat." Rain mengangguk lalu mengikuti langkah Sean dari belakang.
"Silakan Pak." Seorang supir membukakan pintu untuk Sean.
"Kamu duduk dibelakang saja." Kata Sean tepat saat Rain ingin membuka pintu mobil bagian depan. "Ada beberapa hal yang harus kita bahas." Pupus sudah harapan Rain untuk berjauhan dengan Sean. Posisinya sebagai bawahan membuatnya tak bisa menolak perintah.
"Baiklah." Dengan berat hati, Rain masuk ke bagian belakang. Dia duduk dengan mengambil jarak yang cukup jauh dari Sean. Gadis itu berusaha bersiap profesional meskipun sebenarnya dia merasa tak nyaman saat ini. Seperti kemarin, keringatnya mengucur deras karena cemas.
Sean mengajak Rain untuk membahas masalah proyek kerjasama dengan perusahaan tekstil di Bandung. Selama perjalanan, Rain berusaha untuk menyembunyikan kegelisahannya. Tapi wangi parfum Sean merusak konsentrasinya.
"Apa kau tak mendengarkan penjelasanku tadi?" Seru Sean yang tampak kesal karena Rain dirasa gagal paham.
"Ma, maaf Pak. Saya akan membaca ulang berkasnya." Dengan tangan gemetar, Rain hendak meraih berkas ditangan Sean, tapi pria itu malah menariknya dan menyimpannya kedalam tas.
"Tidak perlu. Pikirannya sedang tidak fokus. Baca berkali kalipun percuma, tidak akan masuk diotakmu." Geram Sean.
"Ma, maaf. Sekali lagi minta maaf."
"Aku tidak butuh pegawai yang pandai minta maaf. Yang aku butuhkan, pegawai profesional dengan kemapuan yang mumpuni dan etos kerja tinggi."
Rain menghela nafas sambil menunduk malu. Dia tak lagi bersuara sampai kendaraan yang mereka tumpangi sampai ditempat tujuan.
...----------------...
Rain merasa ketakutannya tak beralasan karena hingga meeting selesai, tak ada gelagat aneh yang ditunjukkan Sean. Ya sepertinya pria itu memang tak mengingatnya.
Kerena mereka sampai Bandung sudah siang, mereka baru pulang sore hari.
"Ada apa pak, kenapa berhenti?" Tanya Sean kepada supirnya.
"Jalannya dialihkan ke jalur lain Pak. Saya keluar dulu untuk mencari informasi."
Setelah beberapa menit, pak supir kembali ke mobil dan memberihatu Sean jika jalannya dialihkan karena ada kecelakaan beruntun. Dan karena itu pula, jalanan jadi macet total.
Sean menyuruh supirnya untuk putar balik menuju villa nya yang ada dibandung karena tak mau sampai Jakarta terlalu larut. Apalagi saat ini mendung sangat gelap.
Rain yang merasa keberatan langsung mengeluarkan pendapatnya.
"Tak bisakah jika kita langsung kembali saja ke Jakarta?"
"Mendungnya tebal mbak. Sejak tadi juga sudah ada kilat dan guntur. Sepertinya mau hujan lebat. Ditambah jalanan yang macet, bisa bisa dini hari kita baru sampai di Jakarta." Jawab pak supir..
"Jangan pedulikan protesnya, langsung ke villa saja pak. Saya lelah, ingin segera istirahat." Ujar Sean.
"Baik pak."
Rain hanya bisa pasrah kalau begini.
Benar saja, sesampainya mereka divilla, hujan turun sangat deras. Sean sudah menyuruh penjaga villa untuk menyiapkan makanan untuk mereka.
Saat mereka makan berdua, Rain seperti merasakan dejavu. Dia serasa kembali pada saat makan berdua bersama Sean dihotel.
"Kau kenapa? apa makanannya tidak enak?" Sean melihat Rain seperti kurang nafsu makan.
"Enak kok Pak, hanya saja saya kurang nyaman berada dirumah orang lain."Jawab Rain jujur.
"Kurang nyaman dirumah orang, atau kurang nyaman karena bersamaku?"
Sindiran Sean langsung tepat sasaran. Rain tak bisa menjawab, memIlih diam dan mengunyah makanannya.
Setelah selesai makan malam, Bu Romlah si penjaga villa mengantar Rain ke kamarnya.
"Ini mbak baju gantinya." Romlah memberikan bungkusan kresek yang berisi baju. "Maaf adanya cuma daster, saya gak ada baju tidur yang lain. Tapi ini masih baru kok mbak. Saya beru beli kemarin, dan belum sempat saya pakai." Ternyata Sean menyuruh Romlah meminjamkan baju untuk Rain.
"Terimakasih Bu." Rain menerima bungkusan itu sambil tersenyum.
"Saya permisi."
"Iya Bu."
Rain segera masuk kekamar mandi untuk membersihkan diri. Setelah mandi dia memakai daster dari Romlah. Biarpun sedikit kedodoran, tapi tetap nyaman dipakai.
Saat keluar dari kamar mandi, Rain terkesiap melihat Sean berada didalam kamarnya. Pria itu dengan santainya duduk di atas ranjang sambil bermain ponsel.
"Kenapa anda ada disini?"
"Lama sekali mandinya, aku sampai bosan menunggu."
"Me, menunggu saya, untuk apa anda menunggu saya mandi?" Rain seperti melihat gelagat aneh dari Sean. Firasatnya mengatakan, jika ada yang salah disini.
Sean berjalan mendekati Rain, membuat gadis itu mulai merasa gelisah. Ditatapnya dengan seksama tubuh Rain dari atas kebawah.
"Kau tetap cantik walau hanya memakai daster. Aku ingin menghabiskan malam ini bersamamu," Bisik Sean didekat telinga Rain.
Rain merasa tubuhnya meremang, tapi sesaat kemudian, dia segera beringsut menjauh dari Sean.
"Tolong jangan kurang ajar, cepat keluar dari kamar saya," hardik Rain.
"Ish galak sekali. Oh iya, sepertinya aku lupa sesuatu hingga kau marah marah. Baiklah aku akan segera mentransfer bayaranmu. Kau tinggal sebutkan saja berapa jumlah yang kau inginkan." Kata Sean sambil menyiapkan ponselnya.
PLAK
Gadis itu menampar Sean dengan kuat. Dia tak terima dengan penghinaan dari Sean.
"Shittt" Umpat Sean sambil memegang pipinya yang panas. Wajahnya seketika mengeras karena emosi.
"Apa kau sadar dengan yang barusan kau lakukan?" bentak Sean. "Tak bisakah kau bersikap lembut seperti waktu itu?"
Deg
Jantung Rain seperti berhenti berdetak.
Tubuhnya seketika lemas mendengar kata-kata sean. Ternyata pria itu masih mengingatnya.
"Aku akan membayarmu berapapun yang kau minta. Tapi layani aku dengan baik malam ini." Sean terlihat begitu emosi.
"Sepertinya anda salah orang, saya bukan wanita seperti itu." Rain mencoba untuk tenang.
"Seperti apa maksudmu? Aku tahu siapa kau. Kau bekerja di perusahaanku hanya sebagai alibi untuk menutupi pekerjaan kotormu itu kan? Kau hanya ingin dilihat orang sebagai pekerja kantoran. Kau tak ingin orang tahu jika sebenarnya kau adalah pelacur."
"Stop." Teriak Rain sambil menutupi kedua telinganya. Tak ada yang lebih menyakitkan selain disebut sebagai pelacur.
"Aku bukan pelacur." Sanggah Rain dengan mata yang mulai berkaca kaca.
Sean tertawa mendengarnya. "Kalau bukan, terus apa sebutan yang pas untuk wanita yang menjual dirinya?"
Rain tak tahu lagi bagaimana caranya untuk membela diri. Semua yang dikatakan Sean memang tak seluruhnya salah, tapi tak seluruhnya juga benar. Dia memang pernah menjual dirinya. Tapi dia bukan pelacur.
Rain mengambil tasnya dan berlari keluar dari kamar. Dia tak peduli kalau sekarang hanya memakai daster.
"Hai kau mau kemana?" Sean menarik tangan Rain.
"Biarkan saya pergi. Saya bukan wanita seperti itu." Rain menarik tangannya dari cekalan Sean.
Rain berlari keluar dari Villa. Melihat malam yang gelap dan hujan yang teramat deras, dia ragu untuk melangkah. Tapi tak ada cara lain, dia harus lari dari Sean. Rain mengambil payung yang berada didekat pintu.
Rain mulai melangkah dengan membawa payung. Tapi ternyata tak semudah itu melawan ketakutannya. Gadis itu berhenti dan mematung dihalaman. Sepertinya semesta tak berpihak padanya. Tubuh Rain menggigil. Gadis itu merasa tubuhnya lemas. Bahkan memegang payungpun rasanya teramat berat hingga Rain menjatuhkannya.
Dia tak mampu berdiri apa lagi berjalan. Traumanya belum hilang. Setelah kecelakaan dialaminya 6 bulan lalu. Rain ketakutan saat berada diluar rumah dalam keadaan hujan deras pada malam hari seperti ini.
Bayangan kecelakaan yang menewaskan ibunya kembali membayangi pikiran Rain. Rain seakan kembali kepada masa itu. Saat itu malam hari dengan hujan yang sangat deras. Rain seperti melihat kembali kejadian itu.
.
Jangan lupa like, vote dan komen. Terimakasih
Bisanya Nambah kesalahan mulu kerjaan loe