Pertemuan tanpa sengaja, membawa keduanya dalam sebuah misi rahasia.
Penyelidikan panjang, menyingkap tabir rahasia komplotan pengedar obat terlarang, bukan itu saja, karena mereka pun dijebak menggunakan barang haram tersebut.
Apa yang akan terjadi selanjutnya?
Akankah, Kapten Danesh benar-benar menyerah?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon moon, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
#18. Rupanya Karena Dia Wanita.
#18
“Apa?!” pekik Marco, Bastian, dan Rara secara bersamaan, setelah Danesh mengatakan bahwa ada seseorang yang ingin bergabung di dalam TIM mereka yang sudah sangat solid sejak lama.
Ekspresi Danesh masih sangat santai, kendati ketiga anak buahnya menatapnya dengan wajah penuh tanya. “Aku mengatakan ini, semata-mata tak ingin kalian berpikir bahwa aku terlalu dominan sebagai pemimpin kalian.”
“Sekarang aku ingin dengar pendapat kalian,” sambung Danesh.
“Apa keahliannya?” Tanya Bastian seraya melipat kedua tangannya didada.
“Mengemudi ugal-ugalan, tapi sangat handal,” jawab Danesh.
“Berarti dia akan menjadi sainganku,” gumam Bastian.
Danesh terkekeh, “Kamu memang ahli mengemudi, tapi belum pernah aku melihatmu mengendarai mobil dalam posisi mundur, dengan jarak tempuh yang cukup jauh.”
“Selain itu?” sambung Marco.
“Sepertinya kemampuannya berkelahi, melampauimu.”
Brak!!
Marco menggebrak meja, ia tak terima ketika Danesh belum mengakui kemahirannya dalam ilmu bela diri. “Kalau begitu, aku menolak!”
“Kalau kamu, Ra.”
“Jika dia wanita, aku akan senang, karena setidaknya aku tak terkurung bersama pria-pria jomblo seperti kalian,” cetus Rara.
“Waahh … penghinaan ini namanya, aku jomblo karena pilihan,” sergah Marco.
“Dan aku belum mau menikah, karena prihatin dengan Kapten kita yang entah kapan akan bertemu jodohnya.” Bastian berceloteh panjang, tak peduli dengan lirikan tajam Danesh. “Walaupun Kapten sudah menjanjikan hadiah yang sangat menggiurkan, free menginap di VVIP Room Twenty Five Hotel selama seminggu. Tapi bukankah aku harus sedikit berempati pada kesendirian beliau?” 🤣
Kretek!
Kretek!
Mendengar celotehan Bastian, Danesh membunyikan kesepuluh jari tangannya. “Sepertinya ada kangen ingin di hajar,” gumam Danesh, seraya memperlihatkan kepalan tangannya.
Bastian berdiri, mengambil ancang-ancang melarikan diri, tapi sepertinya Danesh tak berniat melanjutkan ancamannya. “Jadi kalian setuju atau tidak?”
Bastian, Marco, dan Rara masih saling pandang. “Hey … kamu yakin benar-benar ingin seorang wanita masuk dalam tim kita?” bisik Marco jahil, membuat wajah Rara merona seketika.
“Ya … jangan mulai lagi,” sergah Rara, ia akui menaruh hati pada atasannya, tapi sejujurnya Rara pun tak berekspektasi terlalu tinggi. Mengingat bagaimana Danesh benar-benar menjaga hatinya untuk gadis cinta pertamanya, entah Rara tak tahu apa keistimewaan gadis itu hingga membuat Danesh memenjara hati dan cintanya semata-mata untuk dia.
“Wajahmu merah, Ra, Kamu tak bisa membohongiku.” Bastian ikut menimpali, namun Rara mengangguk mantap. Bastian merangkul pundak Rara, “Ya sudahlah, kalau kamu menolak Kapten kita, bagus Ra, Kamu benar-benar wanita yang memiliki harga diri, jangan takut, kamu punya dua kakak lelaki yang akan mencarikan jodoh terbaik untukmu.”
“Aku pegang kata-katamu, yah? Kakak.” Rara menjawab dengan menambahkan kata Kakak di belakang.
Membuat Bastian menyandarkan punggungnya di sandaran kursi, seraya memegangi dadanya, “Ra, Kamu membuatku terharu.”
“Jadi mau sampai kapan kalian bersikap kekanak-kanakan begini?” tanya Danesh jengah dengan gurauan anak buahnya. “Siapa yang setuju angkat tangan!” Danesh segera ke pokok permasalahan, agar urusan ini cepat selesai, dan mereka bisa menyusun strategi baru.
Dan ketiga orang itu pun mengangkat tangan, namun Marco kembali menggumam, “Dari ciri-ciri yang Anda sebutkan, aku jadi teringat seseorang.”
Tok!
Tok!
Tok!
“Masuk,” jawab Bastian seraya memutar handle pintu.
“Kapt, ada yang ingin bertemu Anda.” Anak buah letnan Hadi menyampaikan kabar.
“Siapa?”
“Bendera merah putih, Kapt, eh maksud saya seorang Wanita.” Anak buah Letnan Hadi mengulang jawabannya.
“Baiklah, persilahkan dia masuk.”
“Aku akan menjemputnya, Kapt, sekalian membuat kopi.” Bastian menawarkan jasa.
Sesampainya di lobi, Bastian dibuat tercengang, sekaligus terpesona dengan makhluk cantik yang katanya tamu sang kapten. Hingga tanpa sadar Bastian membiarkan mulutnya menganga lebar.
Kostumnya sederhana hanya saja dengan warna yang cukup berani, celana kulot longgar berwarna merah menyala, dipadu kemeja katun nyaman lengan panjang, wanita itu sengaja membuka tiga kancing atas kemejanya, namun tentu saja ia memakai tank top sebagai pakaian dalam, hingga tak sampai menampakkan belahan dadanya. Rambutnya sangat minimalis, namun make up di wajahnya menambah kesan berani dan aura seksi.
Harum dan lembut aroma bunga, memancar dari tubuhnya, membuat Bastian terdiam. Ia bukan hanya tak sanggup berkata-kata, tapi juga juga lupa dengan apa yang akan ia perbuat beberapa saat yang lalu.
“Bas, kok malah bengong, ini tamunya,” tegur anak buah letnan Hadi.
Kantor Polisi tak ubahnya sarang para lelaki, jadi wajar jika banyak mata yang terpesona ketika melihat wanita cantik mendatangi tempat kerja mereka.
“Oh, iya, kenalkan, Saya Bastian, anak buah Kapten Danesh.” Bastian mengusap telapak tangannya sebelum mengajak wanita tersebut bersalaman.”
“Dhera,” sahut Dhera dengan senyum tipis di bibirnya.
“Mari, silahkan,” Bastian mempersilahkan Dhera mengiringi langkahnya. Pikiran Bastian mulai berkecamuk, sibuk menebak tapi juga bertanya-tanya tentang siapa makhluk cantik yang tengah berjalan mengiringi langkahnya.
Bukan hanya Bastian yang terpesona, Marco pun sama terbelalak ketika melihat bendera merah putih yang baru saja datang bersama Bastian.
Namun lain halnya dengan Danesh yang memang sudah ada janji temu dengan wanita tersebut, ia hanya melambai, dan dengan santai meminta Dhera duduk di kursi yang masih kosong. Karena rapat akan segera dimulai.
“Perkenalkan, Dia yang akan bergabung dalam TIM kita, namanya …” Danesh menghentikan ucapannya, karena tak tahu nama lengkap Dhera.
“Dheandra,” sambung Dhera.
“Aahh rupanya namamu mirip dengan nama saudaraku.” Danesh menggumam. “Baiklah, namanya Dheandra, panggil saja Dhera, itu Rara sang IT, itu Marco dan dia… Bastian, mereka biasa mendampingiku di lapangan.” Danesh bicara panjang lebar, memperkenalkan anggota barunya.
“Kapt! Tunggu-tunggu … “ Marco menyela ucapan Danesh.
“Apa?”
“Rasa-rasanya aku pernah melihat wanita ini?” tanya Marco sambil terus berusaha mengingat siapa gerangan tamu mereka saat ini.
“Aku pun merasakan hal yang sama,” imbuh Bastian yang sejak tadi masih bergelut dengan pikirannya sendiri.
“Wanita bergaun merah,” gumam Rara, membuat Bastian teringat kala ia memuntahkan makan malamnya usai turun dari mobil yang Dhera kendarai malam itu.
“Aaahhh … pantas saja aku merasa familiar dengan senyum misteriusnya.” Marco segera membuka laptop yang menampakkan berbagai wajah serta penampilan Dhera, sejak dulu hingga yang terkini. “Siapa sangka wajah asli Bu Maria secantik ini, bahkan Kapten mati-matian ingin dia bergabung dalam TIM kita.” Marco kembali ke topik awal, jika ada wanita cantik, maka mereka akan segera menggoda sang Kapten yang masih jomblo.
“Rupa-rupanya karena dia seorang wanita.” Bastian ikut menimpali, namun ia tak berani menatap wajah kesal Danesh.
"Hey, bukan karena itu," sergah Danesh berusaha menepis dugaan Marco dan Bastian.
"Iya, Kapt, kami percaya kok... bukan karena itu." Marco dan Bastian kembali menyeringai.
“Mulai lagi deh,” gumam Danesh frustasi, tidak di rumah, tidak di tempat kerja, pembahasannya selalu berkisar tentang jodohnya yang belum kelihatan hilalnya. "Terserahlah."