Di negeri Eldoria yang terpecah antara cahaya Solaria dan kegelapan Umbrahlis, Pangeran Kael Nocturne, pewaris takhta kegelapan, hidup dalam isolasi dan kewaspadaan terhadap dunia luar. Namun, hidupnya berubah ketika ia menyelamatkan Arlina Solstice, gadis ceria dari Solaria yang tersesat di wilayahnya saat mencari kakaknya yang hilang.
Saat keduanya dipaksa bekerja sama untuk mengungkap rencana licik Lady Seraphine, penyihir yang mengancam kedamaian kedua negeri, Kael dan Arlina menemukan hubungan yang tumbuh di antara mereka, melampaui perbedaan dan ketakutan. Tetapi, cinta mereka diuji oleh ancaman kekuatan gelap.
Demi melindungi Arlina dan membangun perdamaian, Kael harus menghadapi sisi kelam dirinya sendiri, sementara Arlina berjuang untuk menjadi cahaya yang menyinari kehidupan sang pangeran kegelapan. Di tengah konflik, apakah cinta mereka cukup kuat untuk menyatukan dua dunia yang berlawanan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon PASTI SUKSES, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tipu Muslihat Seraphine
Di ruang tahtanya yang gelap dan dingin, Kael duduk dengan tenang di singgasana obsidian yang megah. Cahaya lilin yang berpendar redup hanya mempertegas ketegangan di wajahnya. Sejak pagi, ia merasa ada sesuatu yang tidak beres. Nalurinya, yang selama ini tidak pernah salah, seperti mencoba memperingatkannya akan bahaya.
Arlina, yang biasanya menemaninya di sekitar istana atau berbincang di taman, tiba-tiba menghilang. Ia menyuruh Eryx mencarinya, tetapi tidak ada tanda-tanda gadis itu.
"Yang Mulia, kami sudah menyisir sayap timur, tapi Lady Arlina tidak ditemukan," laporan salah satu penjaga.
Kael mengangguk, meskipun matanya tetap menatap kosong ke depan. "Terus cari. Jangan hentikan sampai kalian menemukannya."
Sementara itu, di ruangannya, Lady Seraphine duduk di depan cermin besar, senyum licik menghiasi wajahnya. Dengan tangan terulur, ia merapal mantra pelan, menciptakan ilusi yang sempurna. Sosok Arlina muncul di dalam cermin, terlihat sedang berbicara dengan seseorang, seseorang dari Solaria.
"Kael Nocturne," bisik Seraphine, "mari kita lihat seberapa kuat kepercayaanmu pada gadis itu."
Seraphine mengangkat cermin itu dengan mantra, mengarahkannya menuju pikiran Kael. Ilusi itu perlahan merasuki pikirannya, menciptakan gambar yang begitu nyata. Dalam bayangan itu, Kael melihat Arlina berdiri di taman istana, berbicara dengan seorang pria berkulit terang, jelas seorang Solarian.
"Aku sudah cukup lama di sini," suara Arlina terdengar di dalam bayangan. "Kael tidak akan menyadari rencanaku. Begitu aku tahu rahasianya, aku akan melaporkannya ke Solaria."
Kael terbangun dari lamunannya dengan napas tersengal. Gambar itu begitu nyata, begitu menyakitkan. Ia berdiri dengan tergesa, melangkah cepat menuju taman.
Namun, sebelum ia mencapai taman, Eryx menghampirinya. "Yang Mulia, apa yang terjadi?"
Kael menatap pengawalnya dengan mata penuh emosi. "Aku harus memastikan sesuatu, Eryx. Jika kau tidak ingin menghalangiku, lebih baik keluar dari jalanku."
Eryx tetap di tempatnya. "Yang Mulia, tenanglah. Apa yang Anda lihat mungkin tidak seperti yang Anda pikirkan."
Kael berhenti sejenak. Kata-kata Eryx menyentaknya kembali ke realitas. Bagaimana mungkin Arlina, yang selama ini terlihat tulus dan jujur, melakukan sesuatu seperti itu?
Kael kembali ke ruang tahtanya, memutuskan untuk tidak bertindak gegabah. Ia memejamkan mata, mencoba memahami apa yang sebenarnya terjadi. Saat itu, ia merasakan sesuatu, jejak sihir yang halus namun mencurigakan.
"Seraphine," gumamnya. Ia mengeraskan rahangnya. "Tentu saja."
Kael mengangkat tangannya, merapal mantra untuk mengusir ilusi yang melingkupi pikirannya. Sihir hitamnya berputar di ruangan, menyapu setiap jejak ilusi. Gambar Arlina dan pria Solaria itu lenyap, menyisakan kekosongan yang membuat dadanya terasa berat.
"Seraphine bermain api," gumamnya. "Dan aku akan memastikan dia menyesalinya."
Di sisi lain, Arlina berada di kamar Lyra, berbicara ringan tentang bunga-bunga di taman. Ia tidak menyadari bahwa namanya telah menjadi pusat konflik.
"Lyra," tanya Arlina, "kenapa Kael selalu terlihat begitu... penuh beban? Aku tahu dia punya tanggung jawab besar, tapi rasanya ada sesuatu yang lebih dari itu."
Lyra tersenyum samar. "Yang Mulia Kael adalah pria yang rumit. Ia telah kehilangan banyak hal dalam hidupnya, termasuk kepercayaan pada orang-orang di sekitarnya. Jika ia terlihat dingin, itu karena ia merasa perlu melindungi dirinya sendiri."
Arlina mengangguk, meskipun hatinya masih dipenuhi pertanyaan. "Aku hanya berharap aku bisa membantunya. Dia sudah melakukan begitu banyak untukku."
Lyra memandang Arlina dengan lembut. "Kehadiran Anda sendiri sudah menjadi bantuan besar baginya, Lady Arlina. Percayalah."
Saat malam tiba, Kael mendatangi kamar Arlina. Ketukan di pintu membuat gadis itu terkejut. "Masuk," katanya.
Kael melangkah masuk, wajahnya terlihat lebih tenang daripada sebelumnya. "Arlina, aku perlu bicara denganmu."
"Ada apa, Kael?"
Kael mendekat, berdiri hanya beberapa langkah darinya. "Aku ingin tahu satu hal. Apakah kau pernah merasa ingin mengkhianatiku?"
Pertanyaan itu membuat Arlina tertegun. "Apa maksudmu? Tentu saja tidak. Kenapa aku harus melakukan itu?"
Kael menatapnya dalam-dalam, mencoba mencari tanda-tanda kebohongan di wajahnya. Tapi yang ia temukan hanyalah kejujuran yang murni.
"Maafkan aku," katanya akhirnya. "Ada seseorang yang mencoba membuatku percaya hal yang salah. Aku hampir... aku hampir kehilangan kepercayaan padamu."
Arlina berdiri, menatap Kael dengan serius. "Kael, jika ada sesuatu yang mengganggumu, kau harus memberitahuku. Aku di sini bukan untuk melawanmu. Aku di sini untuk menemukan kakakku, dan... entah bagaimana, aku juga ingin membantu Umbrahlis."
Kael tersenyum tipis, meskipun senyum itu penuh dengan rasa bersalah. "Aku tahu, Arlina. Dan aku berjanji, aku tidak akan membiarkan siapa pun merusak kepercayaan kita lagi."
Di tempat lain, Seraphine berdiri di balkon kamarnya, menatap langit malam. Ia bisa merasakan bahwa rencananya telah gagal, tetapi itu tidak membuatnya menyerah.
"Kael," bisiknya, "kau mungkin telah menghindari jebakan ini. Tapi aku punya banyak cara untuk membuatmu hancur."
Ia tersenyum, sebuah senyum penuh dengan niat buruk. "Dan Arlina... kau hanya alat dalam permainanku."
****
Kael berdiri di balkon kamarnya, menatap lembut ke arah taman istana yang diterangi cahaya bulan. Pikiran tentang Arlina memenuhi benaknya. Ia merasa bodoh karena hampir membiarkan tipu muslihat Seraphine merusak hubungannya dengan gadis itu.
"Aku tak boleh lemah," gumamnya pada dirinya sendiri. "Umbrahlis bergantung pada kekuatanku. Tapi kenapa dia selalu membuatku meragukan dinding yang kubangun di sekeliling hati ini?"
Kenangan tentang saat-saat mereka bersama di taman, di aula istana, hingga pembicaraan kecil di malam hari menghantui pikirannya. Arlina, dengan senyum cerianya, telah membawa kehangatan yang tak pernah ia rasakan sebelumnya.
Di ruangan lain, Arlina duduk di tepi tempat tidurnya, memandangi jendela yang terbuka. Udara malam yang sejuk menerpa wajahnya, tetapi pikirannya kacau.
Kael tadi terlihat lebih tegang dari biasanya. Meski ia mencoba menutupinya, Arlina bisa merasakan ada sesuatu yang mengganggu pikirannya.
“Apa aku membuatnya marah?” bisiknya, mencoba mengingat setiap percakapan yang terjadi.
Pikirannya terhenti saat langkah kaki terdengar di luar kamarnya. Sebelum ia sempat bergerak, pintu terbuka perlahan, memperlihatkan Kael yang berdiri di ambang pintu.
“Kael?” tanyanya pelan, sedikit terkejut.
Kael menutup pintu di belakangnya, melangkah mendekat. “Aku ingin memastikan kau baik-baik saja.”
Arlina tersenyum kecil. “Aku baik-baik saja. Tapi, kau terlihat tidak seperti biasanya.”
Kael menarik napas dalam, mencoba memilih kata-kata. “Aku hanya ingin kau tahu bahwa apapun yang terjadi, aku tidak akan membiarkan siapa pun menyakitimu. Tidak Seraphine, tidak Solaria... bahkan diriku sendiri.”
Kalimat terakhir membuat Arlina tertegun. Kael jarang berbicara seperti ini, tetapi malam itu, kata-katanya terdengar penuh kejujuran.
“Kael, aku tidak tahu apa yang sedang kau hadapi,” jawab Arlina, “tapi aku ingin kau tahu, aku tidak pernah berniat meninggalkan atau menghianatimu.”
Kael mendekat, menatap matanya dalam. “Aku tahu,” bisiknya, sebelum berbalik, meninggalkan Arlina dalam keheningan