Greyna Joivandex, gadis berusia 18 tahun, dipaksa menikah dengan Sebastian Ferederick, direktur kaya berusia 28 tahun, oleh ibunya. Pernikahan yang terpaksa ini membawa Greyna ke dalam dunia yang tidak pernah dia bayangkan sebelumnya. Dengan kekayaan dan kekuasaan yang melimpah, Sebastian tampaknya memiliki segalanya, tetapi di balik penampilannya yang sempurna, terdapat rahasia dan konflik yang dapat menghancurkan pernikahan mereka.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ameliya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kelulusan
Grey membuka ponselnya, melihat grup chat Segitiga Jomblo yang ia buat bersama Alka dan Kiera. Ia mengirimkan pesan, "Bosan euy."
Kiera menjawab, "Lo enggak bisa duduk tenang dikit ye?"
Alka juga menjawab, "Lo tau sendiri pantatnya kagak bisa diem."
Grey tersenyum, merasa sedikit terhibur. Ia menjawab, "Pidatonya sampai kapan sih? Pengin telinga gue dengerin kepsek."
Alka menjawab, "Untuk yang terakhir kalinya ela, besok-besok lo udah enggak bisa dengerin suara mereka lagi."
Kiera juga menjawab, "Hooh, sabaran dikit. Abis ini acara pelukan sama ortu sebagai ucapan terimakasih udah mendidik kita dari kecil hingga sebesar ini."
Grey menghela napas, merasa sedikit sentimental. Ia menjawab, "Iya deh, tahan dikit lagi."
Berikut adalah lanjutan cerita:
Setelah menerima ijazah dan penghargaan, kini mereka berada di sesi foto untuk mengenang masa yang tidak akan terulang dua kali. Suasana riang dan bahagia terasa di udara, karena mereka semua tahu bahwa ini adalah momen yang sangat berharga.
"FAJAR, GIO, ERLAND, ADIT, KAI! Sini!" panggil wali kelas mereka, mengumpulkan mereka semua untuk berfoto bersama.
"Ayo, foto yang banyak sebagai kenang-kenangan!" tambah wali kelas mereka, sambil tersenyum.
Mereka semua berkerumun, berfoto bersama dengan wali kelas dan teman-teman lainnya. Suasana riang dan bahagia terasa di udara, karena mereka semua tahu bahwa ini adalah momen yang sangat berharga.
"Gue bakalan rindu sama kalian semua," kata Gio, sambil memeluk teman-temannya.
"Aku juga." Mereka semua mengangguk, sambil tersenyum. Mereka tahu bahwa meskipun mereka akan berpisah, persahabatan mereka akan tetap abadi.
Sesi foto berakhir, dan mereka semua berpamitan untuk pergi ke rumah masing-masing.
Berikut adalah lanjutan cerita:
"Selamat atas kelulusannya, Kak," kata Haga menyerahkan buket kepada Greyna.
"Haga!!" teriak Alka dan Kiera menghampiri mereka.
"Halo, Kak, selamat," kata Haga juga memberikan buket kepada keduanya.
"Aaaa, soswet!" kata Kiera sambil jingkrak-jingkrak.
"Inget pacar," sindir Grey membuat Kiera tersadar.
"Gue mau nyari ayang beb gue dulu ya, Ma, aku pergi cari Erland dulu," pamit Kiera disusul Alka.
"Sayang banget enggak ada Tian," gumam Aresa, didengar Haga langsung menyenggol bahu bundanya.
Sudah 3 bulan sejak Tian dan Grey bercerai, Tian kembali bekerja seperti orang gila dan Grey kembali ke jalurnya sebagai pembalap liar kelas kakap. Mereka belum pernah bertemu semenjak hari itu. Walaupun Aresa dan Zena belum mengikhlaskan keduanya untuk berpisah, mereka tidak bisa melakukan apa-apa untuk mengubah keputusan Tian dan Grey.
Tian terus bekerja keras, mencoba untuk melupakan Grey dengan kesibukannya. Namun, dia tidak bisa menghindari kenangan tentang Grey yang terus menghantui pikirannya.
Sementara itu, Grey kembali ke jalurnya sebagai pembalap liar, mencoba untuk melupakan Tian dengan kecepatan dan adrenalin yang dia rasakan saat balapan. Namun, dia tidak bisa menghindari perasaan kosong yang terus menghantui hatinya.
"Sekretaris Xander mohon datang ke kantor saya" Xander yang sedang berbincang dengan para karyawan langsung menoleh kearah
"Sekretaris Xander, mohon datang ke kantor saya," suara yang terdengar dari pengeras suara membuat Xander langsung menoleh ke arahnya.
"Aduh, pertanda buruk apa lagi ini," kata Gelisa, karyawan yang berdiri di sebelah Xander, dengan nada khawatir.
Xander tersenyum dalam hati, merasa kesal dengan Sebastian yang tidak tahu fungsinya hp untuk menelepon seseorang "Nih, orang nggak tau fungsinya hp buat nelpon kali ya," batin Xander.
Dengan wajah yang tenang, Xander pamit kepada karyawan lainnya dan berjalan menuju ruangan Tian. Ia tidak tahu apa yang akan dibicarakan oleh Tian, tapi ia siap menghadapi apapun.
Saat Xander memasuki ruangan Tian, ia melihat Tian duduk di balik meja dengan wajah yang serius. "Xander, saya memanggil kamu karena ada sesuatu yang perlu kita bicarakan," kata Tian, tanpa basa-basi.
Xander menatap Tian dengan ekspresi yang bingung, menunggu Tian berbicara lebih lanjut. "Pecat seluruh karyawan yang ada di daftar ini, lalu rekrut karyawan baru yang lebih berkualitas," perintah Tian dengan nada yang tegas.
Xander mengambil selembar kertas berisi nama-nama karyawan yang memiliki kinerja buruk. Ia merasa tidak setuju dengan keputusan Tian, karena kantor sedang dalam kondisi darurat. "T-tapi, kantor lagi butuh karyawan sekarang. Kita sedang berada di kondisi darurat," kata Xander, mencoba untuk membujuk Tian.
Tian menatap Xander dengan mata yang tajam. "Makanya saya bilang, pecat mereka. Lalu cari pekerja yang memang niat untuk bekerja, bukan untuk korupsi atau hanya sekedar pamer karena bekerja di perusahaan ternama."
Xander merasa tidak nyaman dengan keputusan Tian. Ia tahu bahwa Tian sedang mengalami kesulitan setelah bercerai dengan Grey. Sudah lebih 30 karyawan yang dipecat dalam 3 bulan ini, sehingga mereka kekurangan tenaga kerja. "Tapi, apakah ini benar-benar solusi yang tepat? Kita bisa mencoba untuk melatih karyawan yang sudah ada, bukan?" tanya Xander, mencoba untuk mencari alternatif.
Tian menggelengkan kepala. "Saya sudah mempertimbangkan semua opsi, Xander. Ini adalah keputusan yang terbaik untuk perusahaan. Saya ingin melihat perubahan yang signifikan dalam beberapa bulan ke depan."
Xander mengangguk, mengambil selembar kertas itu dan membawanya pergi. Tian menghela nafas, menyandarkan punggungnya di kursi. "Entah kenapa gue enggak konsentrasi semenjak ngeliat mereka," katanya, merujuk pada karyawan.
Sementara itu, di mall, Jenny sedang berbelanja dengan Zena. Jenny terlihat sangat bersemangat, sementara Zena hanya mengangguk-angguk saja. "Gimana, ma? Ini bagus nggak?" tanya Jenny, menunjukkan sebuah anting-anting yang sedang ia lihat.
Zena hanya mengangguk, tidak terlalu tertarik dengan belanja. Ia sendiri tidak tahu tujuan Jenny mengajaknya ke mall, tapi ia curiga bahwa Jenny memiliki rencana lain. "Mah, ayo kesana! Banyak tas limited edition!" teriak Jenny, menarik Zena ke arah sebuah toko tas.
Zena tidak bisa menolak, ia hanya mengikuti Jenny yang terus bersemangat."Ada pepatah mengatakan, jika tidak dapat anaknya, pepet mamanya," pikir Jenny, tersenyum dalam hati.
Setelah puas berbelanja, Jenny membawa Zena ke restoran bintang lima yang mewah. Zena tidak bisa membayangkan bahwa satu suap makanan di restoran ini bisa membeli satu motor.
Jenny makan dengan lahap, sementara Zena hanya menatapnya sambil tersenyum sesekali. Zena hanya makan sesuap demi sesuap, tidak terlalu tertarik dengan makanan yang ada di depannya.
Setelah makan, Zena kini menatap Jenny dengan serius. "Saya mau tanya sesuatu sama kamu," kata Zena, menatap Jenny dengan mata yang tajam.
"Apa, ma?" jawab Jenny, menatap Zena dengan penasaran.
Zena mengambil napas dalam-dalam sebelum melanjutkan. "Apa yang sebenarnya kamu inginkan dari saya? Kamu mengajak saya berbelanja, makan di restoran mewah... apa yang kamu harapkan dari saya?" tanya Zena, menatap Jenny dengan mata yang mencari kejujuran.
semangat
Kalo berkenan boleh singgah ke "Pesan Masa Lalu" dan berikan ulasan di sana🤩