Pengorbanan Renata yang awalnya hanya menjadi seorang penyamar untuk menggantikan seorang wanita yang merupakan tunangan dari Bryan karena sedang koma berakhir menjadi sebuah malapetaka yang membuatnya kehilangan segalanya..
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sindya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
12. Sudah Sadar
Renata sebisa mungkin menumbangkan dua orang penjahat yang tidak menyangka kalau wanita yang mereka hadapi itu sangat tangguh dalam menguasai ilmu bela diri.
Sementara satu orang lagi sedang berhadapan dengan Bryan yang juga bisa menguasai ilmu bela diri walaupun tidak setangguh Bryan. Beruntunglah Bryan mengenakan lagi kacamatanya untuk menyerang musuh.
Bryan juga bisa melihat Renata yang sedang berkelahi dengan musuhnya. Walaupun ia sangat kaget dengan kehebatan Renata yang tidak pernah mengatakan kalau dirinya menguasai ilmu beladiri.
"Masya Allah baby..! Kamu penuh dengan kejutan," ucap Bryan sempat takjub melihat kelihaian Renata yang menyerang lawan.
Di saat Bryan lengah, musuh malah memukul kepalanya dengan tongkat bisbol.
"Bryan....!Awas....!" Teriak Renata yang langsung menjatuhkan lawannya dengan tendangan memutar menyerang tiga lawan sekaligus hingga dua orang berhasil jatuh terguling ke lembah. Dan satu lagi berusaha mengejar Renata yang ingin menolong Bryan.
Lagi-lagi Renata harus melumpuhkan lawannya dengan membalikkan tubuhnya sambil melayangkan tendangan yang tiba-tiba membuat musuh langsung jatuh tersungkur ke aspal. Saking geramnya Renata mematahkan tulang leher sang penjahat yang mencoba bangkit untuk menyerangnya lagi.
Bryan yang jatuh telungkup merasakan sensasi nyeri yang luar biasa di kepala belakangnya yang kini mengucurkan darah. Di saat ini pandangan matanya mulai bisa melihat keadaan sekitarnya walaupun sedikit tampak buram tapi lebih jelas.
Sang penjahat yang ingin memukul lagi kepala Bryan namun tubuhnya langsung mendapatkan tendangan Renata yang berdiri membelakangi Bryan.
"Hiyattt... Bukkk....!" tubuh kekar itu langsung ambruk seketika.
Renata buru-buru membalikkan tubuhnya Bryan yang masih sempat melihat wajah Renata yang masih terbalut cadar." Ya Allah, sayang...! Kamu berdarah..!" ucap Renata yang melihat wajah Bryan yang cukup babak belur ditambah kepala belakangnya mengeluarkan darah segar yang sudah bercampur dengan air hujan.
Bryan mencoba menarik cadar Renata tanpa bisa mengatakan apapun karena lidahnya terasa keluh.
"Kita harus ke rumah sakit. Kepalamu berdarah," ucap Renata ketakutan kalau keadaan Bryan makin parah.
Dengan tenaga tersisa, Renata bisa memapah Bryan menuju ke dalam mobil. Setelah memastikan Bryan duduk dengan aman, Renata harus memutar balik arah mobil ke arah bawah menuju rumah sakit. Bryan y duduk bersandar ke pintu mobil menatap Renata yang sekarang membuka cadarnya.
"Masya Allah. Kamu sangat cantik Renata...!" ucap Bryan lalu menutup matanya secara perlahan dan lalu hilang kesadaran.
Melihat kepala Bryan yang terkulai ke samping makin membuat Renata panik. Iapun memanggil nama suaminya dengan berteriak histeris.
"Bryaaannnn.....!" teriak Renata ketakutan hingga tubuhnya juga terasa hilang tenaga.
"Sayang. Tolong buka matamu...! Jangan mati....! Jangan matiii....!" teriak Renata ketakutan.
Mobil terus melaju menuruni bukit dengan kecepatan yang cukup tinggi. Dipikiran Renata kini adalah ia harus bisa mencapai rumah sakit lebih cepat sebelum Bryan kehilangan nyawanya karena darah terus mengucur dari kepala dan beberapa bagian tubuhnya.
Tiba di rumah sakit sekitar pukul satu pagi. Renata menunggu di depan kamar operasi karena keadaan Bryan yang sangat parah. Ia hanya mengirim pesan ke tuan Firza yang saat ini sedang mengarungi mimpinya.
"Nona. Sebaiknya anda ganti baju sebelum anda masuk angin," ucap salah satu cleaning service di rumah sakit itu saat melewati Renata yang tertunduk sedih.
Renata mengangkat wajahnya melihat wanita paruh baya yang sedang tersenyum padanya.
"Apakah operasi ini akan memakan waktu lama, Bu?" tanya Renata.
"Bisa jadi jam 6 pagi operasinya baru selesai. Sebaiknya nona mengurus diri nona sendiri," ucap cleaning service dan Renata hanya mengangguk.
Renata segera kembali ke mobil untuk mengambil baju yang akan ia ganti di kamar mandi musholla rumah sakit tersebut. Beberapa menit kemudian ia sudah rapi dengan busana baru dan sekalian ingin menunaikan shalat qiyamullail.
...----------------...
Renata ketiduran di mushola itu. Saat mendengarkan azan subuh ia segera bangkit. Ia segera mensucikan dirinya untuk ikut sholat subuh berjamaah.
Sementara itu di Jerman sana, nyonya Sandra menghubungi tuan Firza yang baru pulang dari mesjid.
"Assalamualaikum tuan Firza...!" sapa nyonya Sandra lembut.
"Waalaikumsalam nyonya. Apa kabar anda dan bagaimana keadaan Rania?" tanya tuan Firza.
"Kakek. Ini Rania kakek. Bagaimana kabar Bryan?" tanya Rania yang langsung merebut ponsel ibunya yang belum sempat menjawab pertanyaan tuan Firza.
"Rania. Kamu sudah sadar nak?" tanya tuan Firza antusias mendengar suara Rania.
"Sudah kakek. Rania sudah sadar dari kemarin. Maaf baru bisa bicara dengan kakek sekarang karena dokter kemarin sedang memeriksa keadaan Rania apakah sudah membaik atau belum.
"Alhamdulillah. Kakek senang dengarnya. Bryan saat ini masih tidur," ucap tuan Firza yang tidak tahu Bryan tidak pulang dua hari ini.
"Rania ini pulang secepatnya ke Indonesia kakek. Rania sudah sangat kangen pada Bryan. Tolong jangan kabari Bryan tentang kepulangan Rania sampai Rania sendiri menemuinya...!" pinta Rania membuat tuan Firza ingat akan Renata yang sampai saat ini masih menyamar sebagai Rania.
"Baiklah. Kabari kakek kalau kalian sudah pulang...!" pinta tuan Firza sebelum mengakhiri percakapan mereka.
Renata segera menuju ruang operasi. Saat tiba di depan pintu operasi itu, brangkar Bryan keluar dari ruang tersebut menuju ruang ICU. Renata buru-buru mengikuti langkah perawat namun langkahnya terhenti saat dokter memanggilnya.
"Nona. Apakah kita bisa bicara sebentar?" tegur dokter Gading.
"Iya dokter."
"Begini nona tolong urus kepindahan tuan Bryan ke rumah sakit Jakarta..! Biar pasien bisa mendapatkan perawatan intensif ditangan dokter yang ahli," ucap dokter Gading dan Renata hanya mengangguk.
"Apakah suamiku baik-baik saja, dokter?" tanya Renata kuatir.
"Semoga saja begitu. Kita akan tahu hasilnya kalau tuan Bryan sudah siuman," ucap dokter Gading lalu pamit pada Renata.
Renata terlihat sangat tertekan karena ia tidak bisa menindaklanjuti keadaan Bryan sampai kedatangan tuan Firza. Lagi pula ia tidak ingin menghubungi asisten pribadi suaminya yaitu Berlin yang bisa jadi salah satu musuh dalam selimut.
Dua jam kemudian, tuan Firza sudah datang dan langsung menghubungi Renata yang sedang duduk di depan ruang ICU.
"Kamu di mana..?" tanya tuan Firza dan Renata menjawabnya dengan cepat.
"Di depan ruang ICU, tuan."
"Baiklah. Saya akan ke sana...!" tuan Firza mempercepat langkahnya menuju ruang ICU. Renata yang melihat kedatangan tuan Firza segera menyambut kakek dari suaminya itu dan ingin salim pada tuan Firza yang langsung menolak uluran tangan Renata.
"Bagaimana bisa Bryan dan kamu ada di Bandung lalu mengalami kecelakaan?" tanya tuan Firza yang menatap curiga pada Renata.
Renata terlihat bingung namun tidak ada pilihan lain kecuali mengatakan kejadian sebenarnya kecuali hubungan mereka.
"Kalian tidak sedang melakukan zina di villa aku di Bandung, bukan?" sinis tuan Firza dan Renata langsung menggeleng.
"Tentu saja tidak tuan," ucap Renata yang sebenarnya ia juga mengalami luka lebam dibeberapa sisi tubuhnya.
"Baguslah. Kalau begitu kamu boleh tinggalkan cucuku sekarang juga dan silahkan kembali ke luar negeri di mana dulu kamu pernah mengenyam pendidikanmu yang tertunda....!" titah tuan Firza membuat Renata menatapnya bingung.
"Lho...! Untuk apa tuan ikut campur urusan pribadi saya?" tanya Renata.
"Karena begitulah isi surat perjanjian awal kalau kamu tidak akan muncul lagi di hadapan cucuku setelah tunangannya yang asli sudah sadar. Kamu harus menghilang dari hidupnya untuk selamanya. Jika kamu melanggar maka pintu penjara terbuka untukmu dan aku akan pastikan kamu mendekam di penjara untuk selamanya...!" ucap tuan Firza lagi-lagi membuat tubuh Renata membeku.
"Astaghfirullah." Renata hampir saja ambruk kalau dirinya tidak buru-buru berpegangan pada kursi tunggu untuk keluarga pasien.
next Thor
ditunggu selanjutnya...