Ketika cinta hanya sebatas saling menguntungkan, apa masih bisa di sebut sebuah cinta?
Yulita, terpaksa menerima pernikahan dimana dia menjadi wanita kedua bagi suaminya, pernikahan yang hanya berlangsung hingga dia bisa memberikan keturunan untuk pasangan Chirs dan Corline.
Ingin menolak, tapi dia seolah di jual oleh Ayahnya sendiri. Ketika dengan suka rela sang Ayah menyerahkannya pada seorang pria beristri untuk menjadi wanita kedua.
Pernikahan tidak akan berjalan begitu sulit, jika saja Yulita tidak menyimpan harapan terlalu besar pada suaminya. Dia yang berharap bisa mendapatkan sedikit saja rasa peduli dan cinta dari suaminya.
Namun, pada akhirnya semuanya hanya angan semu yang tak akan pernah bisa terwujud. Selamanya dia hanya wanita kedua.
"Aku rela mengandung dan melahirkan anakmu, tapi apa tidak bisa sedikit saja kau peduli padaku?" -Yulita-
"Aku tidak akan pernah jatuh cinta padamu!" -Chris-
Dan ternyata, mencintai tetap menjadi luka bagi Yulita.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nita.P, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Dinikahi Hanya Untuk Mendapatkan Anak
Malam ini Yulita kembali melayani suaminya, seperti hari sebelumnya. Disini dia juga memberikan obat penyubur kandungan yang diberikan oleh Corline.
"Aku sehat dan aku yakin akan segera hamil tanpa obat ini"
Chris melirik tajam pada wanita keduanya ini, dia mencengkram dagu Yulita dan menatapnya tajam. "Minum saja, istriku sengaja membelikan ini untuk kamu. Kau harus menghargainya"
"Kenapa tidak dia saja yang minum? Dia juga sulit hamil 'kan?"
Entah kenapa Yulita merasa tidak terima dan tidak suka saat Corline membelikan dia obat penyubur kandungan, karena Yulita merasa dia sehat dan baik-baik saja. Yulita yakin dia bisa segera hamil tanpa obat itu.
"Beraninya kau!" Suara itu terdengar rendah namun penuh penekanan. Dia mencengkram semakin kuat dagu Yulita, matanya dengan tatapan yang tajam. "Kau hanya wanita kedua, dan tidak akan pernah bisa menandingi Corline. Tapi, sekarang berani mengatakan itu. Siapa kau?!"
Yulita memberanikan diri menatap mata biru yang terlihat dingin itu. "Aku juga istrimu!"
"Haha, istriku? Kau tidak akan pernah aku anggap sebagai istriku!"
Suara tamparan terdengar menggema di seluruh ruangan. Yulita memegang pipinya yang terasa panas karena tamparan keras dari suaminya. Yulita tidak menoleh dan menatap suaminya dengan mata yang berkaca-kaca. Sudah bukan pertama bagi Yulita mendapatkan perlakuan kasar, karena Ayahnya pun sering seperti ini jika dia melawan.
Chris mencengkram rahang Yulita sampai seperti ingin menghancurkannya. Membuat Yulita kesulitan untuk bernafas sekarang. Dia mencoba untuk melepaskan tangan suaminya itu dari rahangnya.
"Lepas!" Air mata Yulita sudah mengalir, tidak bisa menahan rasa sakit. "Jika kau bunuh aku sekarang, maka tidak akan ada anak lahir dalam keluarga ini. Karena hanya aku harapan disini"
Chris langsung melepaskan cengkraman tangannya. Dia masih menatap Yulita dengan tajam. "Sekali lagi kau berani mengusik Corline, maka hidupmu tidak akan tenang"
Yulita hanya terdiam dengan terus mengatur nafasnya yang sesak. Melihat Chris yang keluar dari kamar ini. Yulita memejamkan matanya, dan air mata kembali menetes tanpa alasan. Dadanya cukup sesak. Tatapan penuh amarah dan kebencian itu, terlihat jelas dari sorot mata suaminya.
"Apa ini karma? Karena Ayah juga sering menyiksa Ibu?"
Yulita mengsap air matanya kasar, mengingat dulu dia sering melihat Ayah menyiksa Ibunya. Dan mungkin, ini adalah sebuah balasan. Tapi, kenapa harus pada Yulita? Karena sebenarnya Ayah juga tidak akan peduli apa dia diperlakukan baik atau tidak oleh suaminya. Karena dia sendiri yang menjual anaknya untuk menikah dengan pria beristri dan hanya diperalat untuk mendapatkan anak.
Ketika pagi ini Yulita bangun dengan tubuh yang sedikit terasa remuk. Selain karena Chris yang bermain kasar, dia juga membuat rahangnya terasa sakit sekarang. Ini karena sikap Chris kemarin.
Yulita turun dari tempat tidur, berjalan menuju ruang ganti dengan kaki tanpa alas. Dinginnya lantai terasa cukup menusuk sampai ke tulang kakinya.
Selesai mandi dan bersiap, Yulita duduk di depan meja rias. Menatap rahangnya yang sedikit membiru.
"Ini akan terlihat oleh orang, dan pasti akan banyak yang menanyakan kenapa? Ah sial, kenapa dia harus menimbulkan bekas"
Yulita mengambil alat makeup dan mencoba menutupi luka memar itu dengan makeup yang dia punya. Setidaknya sedikit menyamarkan, meski tidak akan tertutup sepenuhnya.
Yulita pergi keluar kamar, tidak sengaja melihat pasangan suami istri yang berjalan menuruni anak tangga dengan saling bergandengan. Romatis sekali, sementara semalam suaminya hampir membuat Yulita kehabisan nafas.
Dunia macam apa ini? Kenapa bukan aku yang berada disana?
Sial, Yulita mulai merasa iri. Dia mulai ingin di akui sebagai seorang istri juga. Meski dia sadar, jika hal itu tidak mungkin terjadi. Yulita ingin menghindari mereka, tapi Corline yang tiba-tiba memanggilnya. Membuat Yulita mau tidak mau harus menghampirinya.
"Iya Nona?"
Corlina meraih kedua tangan Yulita dan menatapnya dengan lekat. "Maaf ya karena aku tidak bertanya dulu padamu tentang obat itu. Maaf karena sudah menyinggung perasaan kamu, dan membuat Chris marah padamu. Aku tahu kok, jika seharusnya obat itu untuk aku, bukan kamu. Karena aku yang..."
"Corline" Chris langsung memotong ucapan istri kesayangannya itu. Merangkul bahu Corline dan mengecup kepalanya. "Kau tidak perlu meminta, dia saja yang tidak tahu diri. Kamu sudah sebaik ini, tapi dia tidak malah mengatakan hal itu"
Yulita menghela nafas pelan, dia melihat Corline yang tersenyum pada dirinya. Entah Yulita salah lihat atau apa, tapi senyuman itu menunjukan kemenangan pada Yulita yang selalu salah di mata Chris.
"Soal obat itu, tidak masalah Nona. Tapi, aku tidak akan meminumnya. Karena aku yakin aku baik-baik saja dan pasti bisa hamil dengan segera"
Corline melepaskan pelukan suaminya, dia menatap Yulita dengan lekat. "Terima kasih ya karena sudah mau memberikan kami keturunan"
"Itulah alasan kenapa saya dinikahi oleh suami, Nona"
Yulita langsung berlalu pergi, tidak ingin melihat lagi kemesraan dua orang itu. Meski Yulita tidak mempunyai perasaan apapun pada Chris, tapi dia tetap berstatus sebagai istrinya sekarang. Seharusnya Chris bisa berlaku adil.
Sial, aku iri melihat dia memperlakukan istri pertamanya dengan begitu lembut.
Yulita pergi ke Kantor dengan membawa mobilnya sendiri. Dia sudah terbiasa mandiri sejak orang tuanya berpisah, karena terpaksa tinggal dengan Ayah yang tidak peduli pada anak perempuannya ini. Jadi, jarang sekali Yulita meminta bantuan pada Ayahnya jika dia kesulitan melakukan sesuatu, maka hanya mencari solusinya sendiri.
Seperti saat ini, dia hanya perlu menjalani pernikahan ini dan bertahan sampai bisa memberikan keturunan untuk mereka, dan setelah itu Yulita bisa menjalani kehidupannya sendiri.
*
Keringat menetes dari tubuh Chris mengenai tubuhnya. Pria yang sekarang berada di atasnya sudah selesai dengan urusannya. Menatap Yulita lekat, sedikit mengusap rahangnya yang masih terlihat bekas memar.
"Jangan pernah membuatku marah, karena kau akan mendapatkan hal lebih kasar dari ini" Chris menjatuhkan tubuhnya disamping Yulita dengan nafas yang masih terengah-engah.
Yulita menarik selimut untuk menutupi tubuh polosnya, ada beberapa bekas kemerahan yang baru di dadanya disaat bekas yang kemarin saja, belum memudar.
Chris menarik tubuh Yulita agar menghadap padanya saat ini. Tatapan mata biru itu begitu dalam, seolah menarik Yulita untuk tenggelam dalam tatapannya.
"Jika kau bersikap baik, menurut padaku dan tidak membuatku marah. Aku juga tidak akan bersikap kasar padamu" ucapnya dengan mengelus lembut rahang Yulita yang memar.
"Jika seperti itu, bolehkah aku meminta untuk kamu bersikap sama padaku dan Nona Corline?"
Ayolah Yulita, kamu terlalu berharap akan hal ini. Kenapa terpesona pada matanya?
Chris tersenyum tipis, seolah meremehkan ucapan Yulita barusan. "Kau jatuh cinta padaku? Sudah aku bilang, jangan pernah berharap lebih akan pernikahan ini, karena kau hanya aku nikahi untuk bisa mendapatkan seorang anak"
Dan apa yang Yulita harapkan atas jawaban dari suaminya, selain hal yang akan melukai hatinya. Menatap suaminya yang turun dari tempat tidur dan memakai kembali pakaiannya. Seperti hari-hari sebelumnya, dia akan pergi setelah puas melampiaskan gairahnya.
Yulita berbalik, menatap langit-langit kamar dengan air mata yang menetes dari sudut matanya, mengalir mengenai bantal.
"Diriku seolah tidak ada harganya di depan suamiku sendiri. Tidak lebih dari seorang pemuas gairah saja"
Bersambung
Kudu yak Yulita manggil sayang , sementara perasaan yng ada blm terungkap kan eeeaaaa 🤭🤭
Mungkin juga perasaan mu bersambut