Kepergian wanitanya menyisakan luka yang teramat dalam bagi Agra. Dari sekian banyaknya waktu yang ia tunggu, hanya pertemuan yang ia harapkan,
Setelah pengingkaran janji yang sempat ia terima, pertemuan masih menjadi keinginannya dalam setiap tarikan nafasnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Misshunter_, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Permintaan Maaf
"mas Rehan, ini beberapa dokumen yang harus pak Agra tanda tangani udah saya cek semua, aman." Gisa Angsurkan beberapa dokumen kehadapan Rehan
"oke deh makasih. Ohya Gis, kamu hebat tahu waktu bantu pak bos kecelakaan gak panik, langsung bawa pak bos kerumah sakit?"
"gaklah mas, ambulans yang bawa. Kalau aku yang bawa gak kuat, pak Agra berat" sahutnya dengan kekehan kecil
"yee bukan gitu maksud saya Gis, liat nih.." Rehan perlihatkan video pada ponselnya "rekaman cctv semalam. Kamu viral"
Gisa membola "viral? Kok bisa mas Re?"
"saya kurang tahu tapi yang pasti disini orang orang nyorot kamu"
"kok aku sih mas Re?"
"yaa.. gimana ya Gis. disini judul rekamannya 'meskipun sakit hati, wanita ini tetap memilih menyelamatkan nyawa mantan kekasihnya" seru Rehan
"eh, Gimana maksudnya mas Re? Kok bisa sih?"
Rehan mengendikan kedua bahunya tak tahu, hingga deringan panjang pada ponsel Gisa menghentikan obrolan keduanya, Gisa tempelkan benda pipih itu ditelinganya "kenapa La? Mbak masih dikantor"
"mbak Gisa bisa kesini sepulang dari kantor?"
"emm.. Kemana? Kerumah sakit?"
Nala mengangguk meskipun ia tahu Gisa tidak akan tahu kalau ia mengangguk, mengiyakan ucapannya, "he'em mbak"
"tapi.. Mau ngapain. Gak deh La" tolaknya
"Bunda yang minta mbak"
mendengar itu lantas membuat Gisa tak bisa lagi menolak selain mengiyakan.
Sesuai janjinya pada Nala, sepulang bekerja Gisa sudah sampai dirumah sakit tempat Agra dirawat, meskipun kedatangannya atas permintaan bunda Kinanti namun tetap saja yang ia hampiri juga Agra yang tengah sakit membuatnya tak enak jika tak membawa buah tangan, jadi ia putuskan untuk membeli sekeranjang aneka buah. bukan untuk mencari perhatian bunda dan ayahnya Agra, hanya saja ini perihal adab bertamu
"Sore.." sapa Gisa saat sampai diruangan Agra, disana hanya ada bunda dan Agra saja
Bunda menoleh "Gisa, masuk gis!" titahnya "sini sayang" ia tepuk sofa kosong disebelahnya
Gisa mengangguk, ia angsurkan buah tangan yang berhasil ia bawa "maaf tan, gisa gak beli apa apa cuma ini aja"
"yaampun jadi ngerepoti, makasih ya" ujar bunda tulus
"Nala gak disini tan?"
"tadinya mau kesini gantiin bunda setelah selesai kelas, cuma ya itu, mendadak ayahnya minta bantuan ditoko lagi rame katanya" terang Bunda
Gisa mengangguk kecil, pantas saja ia lihat tadi sekilas pada story Nala yang seperti tengah sibuk
"maaf ya bunda minta kamu buat kesini, sebetulnya bukan bunda yang minta tapi tuh.." tunjuk bunda pada Agra yang tengah menatap kearah mereka "Putra tante yang minta.."
Gisa alihkan tatapnya pada Agra yang menatap kearahnya tanpa berpaling sedikitpun, ada apa pikirnya?
"kalau kamu gak keberatan temani Agra dulu ya Gis tante mau kebawah cari makan. Kalian ngobrol dulu ya.." ujar bunda
"tapi tan.. Agra.."
"Gis?" panggil Agra
Gisa menoleh menatap wajah tenang Agra yang mungkin belum pernah ia lihat sebelumnya, selain amarah Agra saat dengannya yang meledak ledak, ia alihkan tatapnya pada bunda seolah bertanya bagaimana bun?
Bunda mengangguk, seolah mengatakan tidak papa. Setelahnya Kinanti pergi meninggalkan keduanya berharap Agra benar benar menepati janjinya
cukup lama terdiam dengan kecanggungan menyelimuti keduanya, Agra menjadi orang pertama yang bersuara "saya minta maaf sama kamu Gis" celetuknya
"ha?" apa telinganya tidak salah? Agra baru saja mengatakan maaf padanya? Oh astaga, haruskah ia adakan syukuran saat ini juga? "maaf buat apa pak?"
Agra berdecak sebal, "Ck! kita gak lagi dikantor gis, panggil saya Agra saja"
Gisa hanya mengangguk tanpa menyahut,
"saya banyak salah sama kamu, maaf kamu banyak sakitnya selama bersama saya. dan maaf saya tidak jujur kalau hubungan saya sama kamu terjadi karena keisengan sahabat sahabat saya menjadikan kamu bahan taruhan" ungkapnya jujur
Gisa terdiam, mendengar pengakuan Agra memang menyesakkan baginya tapi untuk bersedih dan menangis rasanya Gisa sudah cukup lelah. Ia tari nafasnya dalam, kedua sudut bibirnya terangkat "It's oke aku maafin. Aku udah gak perduli apapun lagi Gra. aku anggap masalah antara aku sama kamu selesai cukup sampai disini. karena sampai kapanpun aku gak akan pernah menang lawan Kiara kamu Gra"
Agra menatap Gisa dalam, ternyata benar ya perempuan kalau sudah kecewa ia tidak akan mau perduli lagi
"maaf karna saya juga sudah permainkan perasaan kamu, terutama untuk kemarin malam"
Gisa mengangguk kecil, "udahkan? Aku bisa pulang sekarang?"
"tunggu Gis!" cegahnya "Nala bilang kamu yang udah bawa saya kerumah sakit, dia juga kasih liat rekaman cctv dipersimpangan kemarin malam. Makasih ya Gis kalau gak ada kamu mungkin saya kehilangan banyak darah"
Gisa terdiam kembali, barangkali Agra masih ingin berucap setelahnya ia mengangguk kecil "sama sama Gra, aku balik dulu. Cepat sembuh ya"
setelahnya Gisa pergi meninggalkan ruang rawat Agra dengan perasaan yang lebih dari baik, ia ikhlaskan apapun yang telah terjadi dalam hidupnya, kehadiran Agra cukup sebagai pembelajaran berharga, bahwasanya mencari cinta yang setara itu amat penting dalam keberlangsungan suatu hubungan.
saat dilorong kamar inap Agra, Gisa bertemu dengan bunda Kinanti yang baru saja kembali dengan paper bag yang ia jinjing
"Gisa? Mau kemana?"
"Gisa pamit pulang tante, udah sore banget"
Kinanti usap lengan Gisa dengan tatapan beratnya "kapan kapan main ya kerumah, biarpun udah gak sama Agra, kamu bisa main sama Nala"
Gisa mengangguk, ia sematkan senyuman amat tulusnya pada bunda. Senang saja rasanya ia bisa diterima baik oleh orang orang disekitarnya.
**
"mamih bilang semalam kamu pergi, Ki?" celetuk Errent saat keduanya tengah menikmati camilan sore didepan televisi "kemana?"
"kontrakan Julian. aku udah bilang sama kamu"
"sebelum itu? Kalau untuk kekontrakan Julian bisa besok lagi kalau kamu gak lagi ada job kan?"
"emm.. Aku lagi gak mood aja, Errent" kilah Kiara
Errent terkekeh "Sejak kapan kamu bekerja ngikutin mood kamu? Bahkan untuk kepuasan kamu sendiri saja itu tidak dibenarkan untuk para anak mamih"
Kiara angkat kepalanya yang menyandar pada bahu Errent, ia mendongak "kamu meragukan aku Errent?"
"tidak, aku percaya kamu Ki. Hanya saja waktu yang kita habiskan bersama, membuat ku tahu lebih banyak tentang kamu dan apa yang kamu lakukan semalam itu bukan kamu banget Ki"
"oke aku minta maaf" putus Kiara, ia hanya ingin bersantai disore harinya tapi Errent malah memulai perdebatan yang menurut Kiara tidak perlu. Ia geser tubuhnya menjarak
Errent yang mengerti kemarahan kekasihnya, menarik Kiara untuk kembali masuk dalam rangkulan tangannya "Aku gak curiga sama sekali sayang, aku cuma tanya"
"secara gak langsung kamu nuduh aku Errent!!" rajuknya, Kiara lipat kedua tangannya didepan dada dengan tatapan lurus kearah televisi yang entah film apa yang mereka tonton
bukannya takut Errent malah gemas melihat tingkah Kiara, ia dorong kesamping tubuh mungil Kiara hingga jatuh terlentang, Errent mengungkungnya dengan sikut yang menopang berat tubuhnya "kamu lebih terlihat menggoda saat tengah merajuk seperti ini sayang" Errent kecup singkat bibir ranum Kiara
"aku lagi marah Errent!!"
Errent tersenyum menggoda "benarkah?" ia kecup kembali bibir Kiara lebih lama, memagutnya menuntut dan Kiara dengan senang hati meladeni kekasihnya.
setelahnya dipersilahkan untuk para readers yang meneruskan:D.