Li Mei, putri sah dari Jenderal Besar, dijebak oleh saudara tirinya dan selir ayahnya atas tuduhan pengkhianatan.
Di tengah hujan deras, di hadapan rakyat yang mencemoohnya, Li Mei berlutut di atas panggung eksekusi, menunggu algojo mengayunkan pedangnya. Keluarganya hanya menatap dingin ke arahnya.
Namun, saat bilah tajam hampir menyentuh lehernya, suara dingin dan mekanis tiba-tiba menggema di kepalanya:
[“Sistem Reinkarnasi Aktif. Apakah Anda ingin hidup kembali dan membalas dendam?”]
Ya!
Saat Li Mei membuka mata, dirinya terbangun di saat usianya masih 17 tahun. Di mana ia belum bertunangan dengan putra mahkota. Li Mei bersumpah untuk tidak mengejar cinta keluarga dan putra mahkota.
INGAT! KALAU TIDAK SUKA SILAHKAN SKIP! TIDAK PERLU MEMBERIKAN RATING BURUK.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yulianti Azis, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Jenderal Li Zhen
Li Mei berdiri dengan tenang di barisan belakang bersama Xiao Lan. Tatapannya tetap datar, tak ada sedikit pun antusiasme di wajahnya seperti dulu.
Di barisan paling depan, Ling Zhi berdiri dengan anggun, mengenakan pakaian mewah yang dihiasi permata berkilauan. Senyumnya tenang, tetapi ada rasa bangga yang tak bisa disembunyikan. Di sebelahnya, Li Zhu dengan penuh semangat merapikan pakaian dan rambutnya, berusaha terlihat sempurna.
"Kakak Li Yuan, Kakak Li Shimin, apakah aku sudah cantik?" tanya Li Zhu dengan suara manja, matanya berbinar penuh harap.
Li Yuan tersenyum menatap Li Zhu sambil mengelus kepala gadis itu. "Tentu saja kau cantik, Zhu'er."
Li Shimin juga menambahkan. "Kau yang paling cantik yang ada di kekaisaran Qianlong," ujarnya, membuat Li Zhu semakin besar kepala.
Namun, Li Zhu tidak benar-benar mengharapkan jawaban mereka. Yang ia inginkan adalah reaksi dari Li Mei. Ia ingin melihat wajah Li Mei yang cemburu karena ia lebih dekat dengan kedua kakak mereka.
Di kehidupan sebelumnya, momen seperti ini selalu menjadi pemicu. Li Mei pasti akan mengamuk atau mengacaukan acara, yang akhirnya berujung pada amarah Jenderal Li Zhen.
Namun, kali ini Li Mei hanya berdiri diam, tidak sedikit pun terpengaruh. Senyum tipis tersungging di balik cadarnya, membuat Li Zhu yang sejak tadi meliriknya menjadi kesal.
Kenapa dia tidak marah? Kenapa dia tidak iri?
Li Zhu ingin mengeluarkan kata-kata pedas untuk memprovokasi Li Mei, tetapi sebelum ia sempat berbicara—
Tap!
Tap!
Tap!
Derap kuda terdengar dari kejauhan.
Gerbang utama dibuka lebih lebar, dan dari kejauhan, pasukan berkuda terlihat mendekat dengan megah.
Di barisan paling depan, seorang pria tegap dengan jubah perang berwarna emas gelap menunggangi kudanya dengan gagah. Tatapan matanya tajam dan penuh kewibawaan—Jenderal Li Zhen telah kembali.
Serempak, semua orang di halaman berlutut memberikan hormat.
"Selamat datang kembali, Jenderal!"
Suara para pelayan, prajurit, dan seluruh anggota keluarga menggema di udara.
Li Mei ikut berlutut, namun matanya tetap terangkat sedikit, menatap pria yang dulu pernah begitu ia kagumi. Dulu, ia akan melompat kegirangan dan berusaha mendapatkan perhatiannya. Tapi sekarang? Tidak ada lagi rasa harap dalam dirinya.
Jenderal Li Zhen turun dari kudanya, debu beterbangan saat kakinya menyentuh tanah.
"Ayah!"
Li Zhu berlari kecil dengan mata berkaca-kaca, langsung memeluk lengan pria itu. “Aku sangat merindukanmu, Ayah!” serunya dengan nada penuh kasih sayang.
Jenderal Li Zhen tersenyum tipis dan mengusap kepala Li Zhu dengan lembut. “Aku juga merindukan kalian.”
Tatapannya lalu beralih ke kedua putranya, Li Yuan dan Li Shimin.
“Kalian sudah semakin dewasa,” katanya dengan nada puas.
Li Yuan tersenyum tipis dan mengangguk bangga. “Kami berusaha sebaik mungkin, Ayah.”
Li Shimin menundukkan kepala sedikit sebagai tanda hormat. “Kami akan terus berlatih agar bisa berdiri di sisimu.”
Jenderal Li Zhen mengangguk puas.
Namun, saat tatapannya akhirnya jatuh pada Li Mei, alisnya berkerut samar.
Gadis itu hanya berlutut dengan tenang, tidak seperti biasanya.
“Li Mei?” panggilnya dengan sedikit ragu.
Biasanya, di momen seperti ini, Li Mei akan berlari dan mencoba menarik perhatiannya. Tapi kali ini, gadis itu tetap diam.
Li Mei perlahan menundukkan kepalanya sedikit, lalu berkata dengan nada datar dan dingin, "Selamat datang kembali, Jenderal."
Jenderal Li Zhen terdiam.
Seketika, suasana berubah sedikit tegang. Semua orang yang berada di sana pun ikut terkejut.
Li Zhu yang masih memeluk lengan Jenderal Li Zhen menoleh dengan cepat, matanya membulat karena tidak percaya. Kenapa Li Mei memanggil Ayah seperti itu?! Tapi diam-diam tersenyum, Li Zhu ingin melihat Li Mei dihukum.
Li Yuan dan Li Shimin juga saling bertukar pandang. Li Yuan sempat mengernyitkan dahi, mereka benar-benar merasakan perubahan Li Mei bahkan dengan ayah mereka sekalipun.
Jenderal Li Zhen sendiri masih terdiam, tidak menyangka akan mendengar panggilan yang begitu dingin dari anak perempuannya.
Ling Zhi, yang sejak tadi memperhatikan perubahan ini, segera tersenyum dan melangkah maju dengan anggun.
“Suamiku, kau pasti lelah setelah perjalanan panjang. Mari kita masuk ke aula utama.”
Perkataannya menyadarkan Jenderal Li Zhen dari keterkejutannya. Ia mengangguk kecil dan mulai melangkah menuju aula, sementara Li Zhu tetap menggandeng lengannya dengan manja.
Li Yuan dan Li Shimin mengikuti dari belakang, masih dengan ekspresi berpikir.
Sementara itu, Li Mei tetap berlutut sejenak, menundukkan kepala sebelum perlahan bangkit berdiri.
Xiao Lan yang berdiri di sampingnya menggigit bibir, melihat perubahan ini dengan mata berkaca-kaca.
Sang nona … benar-benar sudah tidak mengharapkan apa pun lagi dari keluarganya.
Tanpa banyak bicara, Li Mei hanya mengikuti rombongan itu dengan ekspresi dingin dibalik cadarnya.
Jika kau tidak pernah menganggapku sebagai putrimu, maka aku pun tidak akan menganggapmu sebagai ayahku.
🍃🍃🍃🍃🍃
Aula utama kediaman Jenderal Li Zhen dipenuhi dengan suasana hangat dan penuh kebanggaan. Para pelayan sibuk menyajikan teh dan makanan terbaik untuk menyambut kepulangan sang jenderal.
Di bagian tengah, Jenderal Li Zhen duduk dengan penuh wibawa. Wajahnya masih menunjukkan tanda-tanda kelelahan setelah pertempuran, tetapi tatapan matanya tetap tajam.
Di sampingnya, Ling Zhi duduk anggun, senyumnya tidak pernah pudar sejak kedatangan suaminya. Di sebelahnya, Li Zhu duduk dengan penuh semangat, sementara Li Yuan dan Li Shimin di sisi lain dengan sikap tenang dan penuh kebanggaan.
Namun, yang berbeda kali ini adalah sosok Li Mei.
Alih-alih duduk dengan sikap penuh harap seperti di kehidupan sebelumnya, ia hanya duduk diam di kursinya dengan ekspresi tenang, nyaris tak terlihat di antara anggota keluarga lainnya.
Jenderal Li Zhen menyadari perubahan ini, tetapi ia memilih mengabaikannya untuk sementara.
Di saat suasana semakin nyaman, Li Zhu berdiri dengan penuh antusias. Dengan mata berbinar, ia mengeluarkan sebuah kotak kayu berukir emas yang telah ia persiapkan sejak lama.
“Ayah, ini hadiah dariku! Aku membuatnya sendiri untukmu,” katanya dengan nada penuh harap.
Li Zhu membuka kotak itu dengan hati-hati, memperlihatkan sebuah jimat giok yang diukir dengan indah. Bentuknya gagah seperti seekor naga, melambangkan keberanian dan kekuatan.
Jenderal Li Zhen tersenyum, mengambil jimat itu, lalu menatap putri bungsunya dengan penuh kebanggaan.
“Bagus sekali, Zhu’er. Kau memang anak yang berbakat,” katanya sambil mengusap kepala Li Zhu dengan penuh kasih sayang.
Pujian itu membuat wajah Li Zhu berseri-seri. Dengan penuh kebanggaan, ia melirik ke arah Li Mei, berharap melihat kecemburuan di mata kakak tirinya itu.
Namun, Li Mei tetap diam. Matanya tak menunjukkan sedikit pun emosi.
Tak lama, Li Yuan dan Li Shimin pun maju secara bergantian, masing-masing memberikan hadiah mereka kepada sang ayah.
Li Yuan memberikan pedang langka yang ia dapatkan dari seorang pandai besi terkenal, sementara Li Shimin memberikan baju besi ringan yang ia pesan khusus untuk ayah mereka.
Jenderal Li Zhen tersenyum puas saat menerima hadiah-hadiah itu. “Kalian sudah tumbuh menjadi pria yang kuat dan bijaksana. Aku bangga pada kalian.”
Li Yuan dan Li Shimin membalas dengan hormat, merasa puas telah membuat ayah mereka senang.
Namun, ketika semua hadiah telah diberikan, jenderal itu akhirnya menyadari sesuatu.
Tatapannya beralih ke Li Mei yang masih duduk diam.
Biasanya, gadis itu akan menjadi orang pertama yang maju, dengan mata penuh harapan, mencoba membuat sesuatu yang berharga untuknya. Tapi kali ini, tidak ada pergerakan sama sekali dari Li Mei.
Hening sejenak.
Jenderal Li Zhen tanpa sadar membuka mulutnya.
“Li Mei, mana hadiah darimu?” tanyanya, suaranya terdengar datar, tetapi ada sedikit rasa penasaran di dalamnya.
Seketika, suasana menjadi tegang.
jangan pernah ada penyesalan di kemudian harinya
menyesal pun sudah tak ada artinya lagi buat keluarga Li😤😤😤😤😤
demi hasutan dari seorang selir and anak tiri, dengan tega nya membuang anak kandung nya😤😤😤😤😤😤😤
and jangan sampai menjilat ludah sendiri
karena tu akan sangat memalukan🤣🤣🤣🤣🤣
bikin ketagihan baca
update nya juga ngga pelitt