Demi kebahagiaan sang kakak dan masa depan anaknya, Andrea rela melepaskan suami serta buah hatinya dan pergi sejauh mungkin tanpa sepengetahuan mereka. Berharap dengan kepergiannya Gerard dan Lucy akan kembali rujuk, namun rupanya itu adalah kesalahan terbesar dalam hidupnya karena bayi lelaki yang ia tinggalkan itu kini tumbuh menjadi anak pembangkang yang merepotkan semua orang.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Qinan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab~09
"Harusnya dulu kamu katakan saja padanya jika Lucy adalah ibunya, sekarang kita yang repot karena dia terus mencari ibunya." Ucap nyonya Merry malam itu ketika berbicara dengan Gerard di ruang keluarga setelah selesai makan malam bersama.
Sebelumnya Jiro yang terus bertanya kapan ibunya pulang nampak di bujuk oleh sang ayah jika suatu saat nanti ibunya pasti akan datang dan beruntung anaknya itu mau mengerti dan kini setelah bocah itu pergi ke kamarnya keluarga Adrian pun kembali membahasnya.
"Jiro akan besar dan aku tidak ingin dia kecewa jika kita telah membohonginya," tukas Gerard beralasan.
"Memang kamu yakin wanita itu akan kembali? Enteng sekali setelah bertahun-tahun pergi meninggalkan anaknya tiba-tiba datang begitu saja, apa dia tidak mengerti bagaimana kekacauan yang di tinggalkannya waktu itu?" Nyonya Merry benar-benar meluapkan emosinya, sebelumnya wanita itu juga pernah menyayangi Andrea sebagai menantunya tapi ketika wanita itu pergi dengan alasan yang tak logis membuatnya sangat marah.
Gerard nampak menghela napasnya kemudian berlalu pergi meninggalkan kedua orang tuanya dan Lucy yang masih berada di ruang keluarga, sedangkan tanpa mereka sadari Jiro yang mendengar pembicaraan mereka dari lantai atas terlihat mengusap airmatanya.
"Aku yakin ibu tidak jahat, ibu pasti punya alasan kenapa pergi." Gumamnya lantas kembali masuk ke dalam kamarnya, meskipun tak pernah melihat foto ibunya ia yakin ibunya adalah wanita yang sangat cantik dan juga baik hati.
"Bagaimana wajah ibu, apa dia juga secantik kekasih paman dokter?" Ucapnya lagi seraya naik ke atas ranjangnya, rupanya diam-diam bocah itu mengagumi sosok Andrea yang di ketahuinya adalah kekasih dokter Steve.
"Semoga saja aku akan bermimpi ibu saat tidur nanti," tambahnya lagi.
Kini bocah itu nampak merebahkan tubuhnya di atas kasur, lalu menarik selimutnya dan tak lupa berdoa sebelum memejamkan matanya.
"Ya Tuhan aku ingin bertemu ibu di dalam mimpi," ucapnya lantas segera tidur.
Beberapa saat kemudian pintu nampak terbuka dan Gerard terlihat masuk ke dalam, di lihatnya putranya itu telah tertidur di tengah keremangan cahaya kamarnya.
"Maafkan papa ya sayang, papa yakin kamu anak yang hebat meskipun tanpa ibumu." Ucapnya lantas di kecupnya kening bocah itu.
Setelah itu Gerard pun kembali keluar setelah memastikan putranya tidak kedinginan malam itu, hujan yang mulai turun dengan lebat mengingatkan bagaimana istrinya itu dulu pergi meninggalkan mereka.
...----------------...
Di sebuah taman yang luas terlihat Jiro sedang mengejar sebuah kupu-kupu dengan jaring-jaring yang di bawanya, bocah itu nampak berlarian kesana kemari namun tak ada satu pun bisa ia tangkap.
"Ambillah ini untukmu," ucap seseorang tiba-tiba dan bocah kecil yang mulai lelah itu pun nampak menoleh menatapnya.
"Iya ambillah," ulang wanita itu lagi seraya mengulurkan tangannya di mana seekor kupu-kupu berada di atas tangannya.
"Bibi? Bukankah Bibi kekasihnya paman dokter ya?" Bukannya mengambil kupu-kupu tersebut, bocah itu justru bertanya hal lain.
"Benar sayang, ayo ambillah jika tidak nanti dia akan terbang lagi." Ucap wanita itu dengan senyuman manis mengembang di bibirnya.
"Baiklah, terima kasih Bibi." Bocah itu pun langsung mengambilnya.
"Sama-sama," sahut wanita itu lalu pergi meninggalkan tempat tersebut.
"Bibi jangan pergi,"
"Aku harus pergi sayang tapi aku janji nanti kita akan bertemu lagi,"
"Tidak, Bibi !!"
"Tidak, jangan pergi Bibi !!"
Jiro nampak terbangun ketika seseorang membangunkannya dan kini bocah itu terlihat bingung setelah membuka matanya.
"Sayang, kamu baik-baik saja?" Lucy yang sedang duduk di sisi ranjangnya pun nampak tersenyum menatapnya.
"Kamu bermimpi? Siapa Bibi?" Imbuh wanita itu lagi.
"Apa Bibi di rumah ini memarahimu?" Tanya Gerard menambahi.
Sebelumnya pria itu yang hendak bekerja nampak melihat putranya yang tak biasa bangun agak siang padahal semalam tidur tepat waktu dan sedikit terkejut karena Lucy juga berada di sana ketika bocah itu mengigau.
Jiro langsung menggeleng. "Tidak, aku tidak bermimpi apapun." Sahutnya yang enggan bercerita, biarlah mimpinya akan menjadi mimpi terindah dalam hidupnya untuk ia nikmati seorang diri. Meskipun rasanya sedikit aneh padahal ia baru pertama kali melihat wanita itu melalui sambungan telepon milik dokter Steve, namun dalam mimpinya ia merasakan seperti sangat mengenalnya dengan baik.
Andai wanita itu adalah ibunya mungkin ia akan senang, wanita itu sangat lembut dan saat melihat senyumnya membuatnya merasa sangat bahagia. Kini tiba-tiba perasaan bocah kecil itu pun kembali membaik padahal semalam sangat bersedih mendengar perkataan sang nenek.
"Baiklah aku akan mandi, bukankah sebentar lagi ada home schooling?" Ucapnya seraya beranjak dari ranjangnya dan tentu saja itu membuat Gerard maupun Lucy nampak saling berpandangan dengan wajah bertanya-tanya.
"Sepertinya dia baru saja mengalami mimpi indah," ucap Lucy menanggapi sedangkan Gerard hanya mengedikkan bahunya. Tapi pria itu senang karena putranya kembali ceria seperti biasanya.
"Bibi? Siapa Bibi?" Gumam pria itu seraya melangkah keluar meninggalkan kamar sang putra bersama wanita itu.
Sementara itu di tempat lain Andrea yang baru bangun nampak merasakan tubuhnya menggigil, sepertinya ia sedikit flu pagi ini. Kemudian wanita itu pun segera membersihkan dirinya mengingat pagi ini ada jadwal kunjungan kelas terapi yang tak bisa ia lewatkan begitu saja.
"Astaga, kamu membuatku kaget."
Andrea yang baru membuka pintunya beberapa saat kemudian nampak terkejut ketika melihat dokter Steve sudah berdiri di depan pintunya dengan membawa paper bag di tangannya.
"Semalam aku sampai rumah sedikit larut jadi sengaja tak mengabarimu karena kamu pasti sudah tidur," terang pria itu kemudian.
"Tidak apa-apa aku bersyukur kamu sudah kembali dengan selamat," Andrea pun membuka pintunya dengan sedikit lebar agar pria itu bisa masuk ke dalam rumahnya. Sebuah rumah dinas sederhana yang masih berada di area yayasan tempatnya bekerja.
"Buatmu," pria itu nampak meletakkan paper bag yang di bawanya di atas meja.
"Tidak perlu repot-repot dok," Andrea nampak tak enak hati mengingat pria itu selalu membawakan oleh-oleh dengan jumlah banyak setiap bepergian dari luar kota.
"Tidak sayang, aku nggak repot kok." Dokter Steve nampak menatap gemas wanita itu.
"Oh ya aku punya kabar baik untukmu," imbuhnya lagi.
"Apa?" Andrea nampak tak sabar mendengarnya.
"Aku sudah mendapatkan investor untuk membangun rumah sakit di sini dan kemungkinan bulan depan tempat ini akan di tinjau," terang pria itu dan tentu saja Andrea nampak senang mendengarnya. Cita-citanya sejak dulu bersama pria itu adalah membangun rumah sakit yang lebih besar di daerah tempat tinggalnya kini.
"Siapa investor itu?" Tanyanya ingin tahu, orang itu pasti pengusaha kaya raya karena rela menginvestasikan uangnya di tempat yang mungkin akan sedikit mendapatkan keuntungan.
tapi bagus sich.. semoga happy ending...walau banyak cerita menyedihkan di tengah cerita
kenapa ganggu jiro.... 😏 pikiran lelaki seperti Gerald terlalu sempit