Firman selama ini berhasil membuat Kalila, istrinya seperti orang bodoh yang mau saja dijadikan babu dan tunduk akan apapun yang diperintahkan olehnya.
Hingga suatu hari, pengkhianatan Firman terungkap dan membuat Kalila menjadi sosok yang benar-benar tak bisa Firman kenali.
Perempuan itu tak hanya mengejutkan Firman. Kalila juga membuat Firman beserta selingkuhan dan keluarganya benar-benar hancur tak bersisa.
Saat istri tak lagi menjadi bodoh, akankah Firman akhirnya sadar akan kesalahannya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Itha Sulfiana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Jendral
"Kalandra!"
"Jendral!"
Dua sahabat lama itu berpelukan erat. Mereka akhirnya bisa bertemu kembali setelah sekian lama tak bersua karena kesibukan masing-masing.
"Apa kabar, Kala?" tanya pria berkulit putih dengan alis tebal serta mata yang sedikit sipit itu.
Tingginya yang menjulang sedikit mendominasi suasana. Sama seperti namanya, wajah dan tubuh tegapnya juga terlihat sangat berwibawa bak orang yang memiliki kehormatan tinggi.
"Baik. Lu gimana?"
"Ya, seperti yang Lo lihat. Gue baik-baik aja," jawab Jendral sambil merentangkan kedua tangannya.
"Ini siapa?" tanya Jendral kemudian. Ia baru menyadari bahwa hari ini Kalandra tidak datang sendiri untuk menemuinya. Pria itu juga membawa seseorang untuk ikut serta.
"Dia adek gue. Kalila," jawab Kalandra.
Jendral mengangguk sambil memperhatikan penampilan Kalila dari atas ke bawah.
"Adek yang kata Lo kawin lari sama pengemis itu?"
Mata Kalila seketika mendelik tajam. Ia menagih penjelasan kepada Kalandra yang langsung berpura-pura tak melihatnya sama sekali.
"Iya," jawab Kalandra. "Tapi, sekarang dia udah sadar kalau dia salah. Makanya, kami bisa akur lagi."
"Si pengemis itu pasti selingkuh," tebak Jendral.
"Ya," angguk Kalandra membenarkan. "Dia memang selingkuh. Sama perempuan yang bahkan nggak ada apa-apanya dibanding adik gue, lagi," lanjut Kalandra berapi-api. "Lu kebayang nggak sih, gimana terhinanya gue gara-gara hal ini? Harga diri gue rasanya benar-benar diinjak sama pengemis itu, Jendral! Masa' adik seorang Kalandra Putra Hardian malah diduakan sama laki-laki kere macam dia?"
"Ya... Udah ketebak,sih, endingnya pasti bakal kayak gitu," sahut Jendral dengan santainya. "Abisnya, adek Lo mukanya memang polos banget. Tipe-tipe yang memang gampang dibodohi sama laki-laki. Sukur-sukur kalau nggak dijadiin babu sama suaminya itu."
Rasanya Kalila hendak kabur dari tempat itu sekarang juga. Ia merasa dikuliti oleh teman kakaknya itu. Terlebih lagi, cara Jendral menatapnya benar-benar seperti menatap seorang anak kecil yang baru saja tertipu sebuah trik kecil dari pesulap receh dipinggir jalan.
Seolah-olah, tatapan pria itu sangat meremehkan Kalila.
"Oke. Lupain dulu soal si pengemis tukang selingkuh itu. Hari ini, kenapa Lo tiba-tiba ngajak gue buat ketemuan diluar, hah?" tanya Jendral kemudian.
"Gue butuh sedikit bantuan."
"Bantuan? Nggak salah? Seorang Kalandra butuh bantuan? Sejak kapan?" tanya Jendral terdengar meledek.
"Lo mau bantu apa nggak? Kalau nggak, gue bisa minta bantuan ke orang lain."
"Oke. Apa yang bisa gue bantu?"
"Gue butuh sedikit skill akting Lo buat ngedapetin sesuatu."
Kalandra pun menjelaskan apa yang akan dia lakukan hari ini. Dan, tentu saja, sebagai seseorang yang cukup ahli dalam hal tersebut, Jendral dapat memahaminya dengan sangat baik.
"Abang ngapain cerita masalah tentang aku sama temen Abang itu?" protes Kalila saat dalam perjalanan menuju ke suatu tempat.
Kalandra hanya menoleh sebentar sebelum kembali memusatkan penglihatan ke arah depan.
"Waktu kamu lebih memilih menikah dengan lelaki itu, Abang rasanya hampir gila, La. Hati Abang hancur. Rasanya sia-sia semua pengorbanan yang Abang lakukan selama ini demi kamu. Jadi, wajar dong, disaat Abang rapuh, Abang curhat ke sahabat Abang."
"Abang nggak takut, kalau si Jendral-Jendral itu malah membocorkan kelemahan Abang sama saingan bisnis Abang?" tanya Kalila dengan sinis. Dia masih dendam dengan kata-kata Jendral yang sungguh menohok hatinya.
Kalandra tertawa kecil seraya menggeleng pelan. "Nggak mungkin. Jendral orang yang sangat setia dalam pertemanan."
"Kalau dia disuap?"
"Kamu pikir, Jendral akan jadi lemah dihadapan uang?" Kalandra malah tertawa semakin keras. "Kamu belum kenal siapa Jendral, Kalila."
"Memangnya, dia siapa? Kok, bisa-bisanya Abang sepercaya itu sama dia?"
Kalandra mengedipkan sebelah matanya. "Nanti kamu juga bakalan tahu."
Mendengar ucapan sang kakak, Kalila hanya mendesah samar. Kesal rasanya ketika sang kakak terdengar sangat membela orang lain dibanding dirinya.
*
Sebuah mobil Rolls-Royce phantom berwarna hitam berhenti didepan sebuah toko meubel. Tak berselang lama, sang pengemudi turun sambil melepas kacamata hitam yang ia kenakan.
"Dengan Mas Jendral, ya?" tanya Eko, pegawai yang ditunjuk Firman untuk menangani masalah penjualan salah satu toko miliknya.
"Ya, saya Jendral," angguk pria itu tersenyum.
"Saya Eko, Mas," tutur Eko seraya mengajak Jendral untuk bersalaman. "Mari, silakan masuk! Bos saya sudah menunggu didalam."
Jendral mengikuti langkah kaki Eko menuju ke dalam toko meubel yang ada dihadapannya. Sementara, dua orang yang tengah memantau dari seberang jalan hanya bisa menunggu kabar baik dari Jendral.
"Mobil teman Abang oke juga. Rental dimana?" celetuk Kalila saat melihat Jendral yang sudah masuk ke dalam toko meubel milik suaminya, Firman.
"Ck! Kamu ini..." Kalandra menjitak kepala sang adik. "Jendral mana mungkin rental mobil. Itu mobil dia sendiri."
"Oh," sahut Kalila sedikit terkejut. Masalahnya, penampilan Jendral terkesan terlalu sederhana untuk ukuran orang yang cukup berada. Bahkan, saat bertemu dengan dirinya dan juga sang kakak beberapa jam yang lalu, pria itu hanya mengenakan kaos oblong tanpa merk, celana pendek dan juga sendal jepit.
"Jendral memang nggak suka pakai pakaian bermerek. Tapi, bukan berarti dia nggak punya. Dia hanya pakai semua benda-benda mahal miliknya kalau lagi pengen aja," lanjut Kalandra yang seolah-olah tahu tentang isi kepala Kalila.
"Nggak usah dijelasin. Toh, aku juga peduli."
Bibir Kalandra mencebik. Dia kesal mendengar ucapan sang adik.
"Padahal... dulu Abang sempat kepikiran loh, buat jodohin Jendral sama kamu. Tapi, sayang... Kamu keburu nikah sama si curut jelek itu."
"Apa?" Hampir saja bola mata Kalila melompat keluar dari tempatnya.
*
"Tiga ratus juta. Saya hanya sanggup membayar segitu."
Pembawaan Jendral yang sangat tenang namun tegas membuat Firman tak bisa berkutik. Promosi panjang lebarnya ternyata tak membuahkan hasil. Jendral tetap pada pendiriannya sejak awal hingga akhir.
"Mas Jendral, tolonglah! Saya mohon naikkan sedikit lagi! Walaupun toko ini terlihat kecil, tapi letaknya benar-benar strategis. Ditambah lagi, barang-barang di sini juga masih sangat banyak. Saya rasa, harga lima ratus juta sudah termasuk murah."
Firman masih berusaha membujuk. Namun, Jendral justru memasang kacamatanya kembali kemudian berdiri dari kursinya.
"Tiga ratus juta. Kalau Anda tidak setuju, ya sudah! Saya permisi! Tapi... Anda harus ingat, tidak akan ada orang lain yang sanggup membeli toko Anda dalam waktu singkat."
Jendral benar-benar pergi meninggalkan ruangan Firman begitu saja. Sambil terus melangkah, pria itu juga ikut berhitung dengan suara lirih.
Satu.
Dua.
Ti...
"Pak Jendral! Tunggu!"
"See?" Jendral tersenyum miring.
Syukurlah yang akan membeli Kalila sendiri. pethiasan yang untuk modal usaha Firman ditagih sekalian,
Dia penjaja tubuh, dan modal rayuan harus bisa Firman, kamu ngerasa kan tak ada campur tangan Kalila kamu tidak bisa apa- apa, dan buka siapa- siapa. Nikmati saja toh itu pilihanmu, dulu miskin kembali miskin, pas kan. Itu tepat bagimu yg tak bisa bersyukur dan lupa kau jadi kaya darimana