Gray adalah seorang anak yang telah kehilangan segalanya karena Organisasi jahat yang bernama Shadow Syndicate dia bahkan dijadikan Subjek Eksperimen yang mengerikan, namun dalam perjalanannya untuk menghentikan Organisasi tersebut, ia menemukan teman yang mengalami nasib sama sepertinya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon GrayDarkness, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
012 - Neraka (7)
Di tengah upaya mereka untuk mencapai jalan rahasia, sebuah akar tanaman racun yang besar tiba-tiba mengayun, hampir mengenai kaki Gray. Ia menjerit kecil, berhasil menghindar, tetapi gerakan itu membuat mereka kehilangan keseimbangan sesaat. Dalam sekejap, Gray merasakan sesuatu yang dingin dan lengket menyentuh tangannya. Ia melihat ke bawah; cairan hijau kehitaman menetes dari akar yang hampir saja menimpanya, bau menyengat memenuhi indranya. Racun.
Taro segera mengulurkan tangan, memberi Gray sebuah ramuan kecil dari kantungnya.
"Minum ini!"
Perintahnya. Gray langsung meminum ramuan tersebut, merasakan rasa pahit yang menjalar di tenggorokannya. Ramuan itu terasa agak membantu meredakan sensasi terbakar di tangannya.
Mereka melanjutkan perjalanan, gemetar tanah kini semakin tidak tertahankan, menunjukkan raksasa tersebut mendekat dengan sangat cepat. Jalan rahasia masih tampak jauh.
Adrenalin memuncak dalam tubuh Gray. Perintah Taro tersirat jelas: kecepatan adalah satu-satunya harapan mereka sekarang. Tanpa menunggu aba-aba lagi, ia berlari sekuat tenaga, kakinya melesat melewati jalur yang berbatu dan licin. Tanaman-tanaman beracun yang menjalar di sisi jalan seakan-akan menjadi bayangan kabur, sebuah pemandangan yang hanya bisa ia tangkap sekilas di antara hembusan nafasnya yang memburu. Taro, yang sudah beberapa langkah di depannya, berlari dengan kecepatan yang mengejutkan. Usia dan postur tubuhnya yang relatif kecil tak menunjukkan kemampuan atletis yang luar biasa seperti yang ia tunjukkan sekarang. Bayangan raksasa itu, masih samar tetapi nyata, terus membayangi pikiran Gray. Gemuruh langkah kaki raksasa itu, meskipun masih jauh, terdengar semakin dekat, seolah-olah menggema di dalam tulang-tulangnya.
Setiap napas terasa seperti terbakar, paru-parunya terasa kekurangan oksigen. Racun yang telah mengenai tangannya tadi masih terasa menyengat, namun rasa sakit itu tenggelam oleh rasa takut yang lebih besar. Gray merasa dirinya berlari di ambang kematian, setiap langkah adalah pertaruhan.
Tiba-tiba, Taro berhenti. Ia berbalik, napasnya memburu, wajahnya penuh kepanikan.
"Jalan rahasia... terhalang!"
Teriaknya, suaranya tercekat. Sebuah dinding batu besar, yang sebelumnya tersembunyi di balik semak belukar yang lebat, kini menghalangi jalan mereka. Dinding itu tampak baru saja muncul, sebagai penghalang yang tak terduga di tengah pelarian mereka.
"Bagaimana ini?"
Gray hampir tidak bisa bernapas, tubuhnya kelelahan, tenaganya hampir habis. Racun itu mulai terasa semakin parah. Ia merasakan kepalanya berkunang-kunang.
Taro menunjuk ke arah tebing di sisi lainnya.
"Kita harus… mendaki!"
Suaranya putus-putus,
"Itu satu-satunya jalan!"
Ia menunjuk pada celah sempit yang nyaris tak terlihat di antara bebatuan. Celah itu nampak curam dan berbahaya, tetapi bagi mereka, itu mungkin satu-satunya pilihan yang tersisa. Di kejauhan, gemuruh langkah kaki raksasa itu semakin dekat. Waktu hampir habis. Apakah mereka sanggup mendaki tebing yang berbahaya itu dalam kondisi yang sudah sangat kelelahan dan teracuni? Kehidupan mereka tergantung pada pilihan berikutnya.
"Ada jalan lain!"
Seru Gray, suaranya lantang meskipun napasnya masih tersengal-sengal. Ia memaksa dirinya untuk berdiri tegak, meskipun lututnya terasa lemas. Pandangannya tajam, memindai tebing curam di hadapan mereka. Kehadiran raksasa itu, semakin dekat, semakin terasa seperti bayangan maut yang membayangi. Waktu yang mereka miliki semakin menipis.
Taro, yang masih terengah-engah, menatap Gray dengan tatapan tak percaya.
"Jalan lain? Di mana?"
Tanyanya, suaranya penuh keraguan. Ia masih menatap dinding batu besar yang menghalangi jalan rahasia, seolah-olah mencari celah yang tak terlihat.
Gray menunjuk ke arah seberang lembah, ke arah sebuah titik kecil yang hampir tak terlihat di antara tebing-tebing yang menjulang tinggi.
"Di sana!"
Tegasnya.
"Aku melihatnya... sebelumnya... sebuah celah kecil... di balik bayangan itu..."
Ia berusaha mengingat dengan jelas apa yang dilihatnya beberapa saat yang lalu, sebelum kepanikan menguasainya.
Taro mengerutkan kening, mengamati titik yang ditunjukkan Gray. Matanya menyipit, mencoba menerobos kabut dan bayangan yang menutupi lembah.
"Sulit untuk dilihat... terlalu jauh... tapi..."
Ia terdiam sesaat, menilai resiko.
"Jika itu memang jalan, itu berarti kita harus… melewati sungai beracun itu."
"Tidak ada pilihan lain,"
Kata Gray, suaranya sedikit gemetar, tetapi tetap teguh.
"Kita harus mengambil resiko. Lebih baik menghadapi bahaya yang belum tentu kita ketahui, daripada menghadapi kepastian kematian di sini."
Ia merasakan racun itu semakin menyebar di tubuhnya, membuat pandangannya sedikit kabur.
Taro mengangguk, matanya berkaca-kaca.
"Kau benar,"
Gumamnya.
"Kita tidak punya waktu lagi. Kita harus segera menyeberangi sungai itu, sebelum… sebelum itu sampai di sini."
Ia melirik ke arah gemuruh yang semakin keras dari kejauhan, tanda bahwa raksasa itu semakin dekat. Mereka saling berpandangan, sebuah kesepakatan terjalin di antara tatapan mereka. Meskipun bahaya itu menanti, mereka harus menerimanya. Mereka harus mempercayai insting Gray. Mereka harus menemukan jalan itu. Perjalanan mereka menuju keselamatan masih panjang dan berbahaya, dan kali ini, mereka harus berhadapan dengan sungai beracun yang mengerikan.
"Lompat!"
Seru Gray, tanpa menunggu jawaban dari Taro. Adrenalin menguasai tubuhnya, rasa takut tergantikan oleh dorongan untuk bertahan hidup. Ia berlari, melesat dengan kecepatan yang hanya dimungkinkan oleh kekuatan gelap yang mengalir dalam dirinya. Angin berdesir di telinganya, suara gemuruh langkah raksasa itu semakin dekat, menggema di lembah yang sunyi.
Taro, meskipun ragu-ragu, ikut berlari. Ia tak punya pilihan lain. Kecepatannya tak secepat Gray, tetapi ia berusaha sekuat tenaga untuk mengikuti. Mereka mencapai tepi sungai beracun, airnya berwarna hijau lumut, menguarkan bau busuk yang menyengat hidung. Uap-uap beracun mengepul dari permukaan, membentuk lapisan kabut tipis di atas aliran sungai yang deras.
Gray menatap seberang, mencari pijakan yang aman. Tebing di seberang tampak curam dan licin, ditumbuhi tanaman menjalar berwarna ungu gelap yang mengeluarkan getah kental. Namun, tak ada waktu untuk mencari tempat yang ideal. Raksasa itu sudah sangat dekat.
Dengan satu tarikan napas dalam, Gray melompat. Tubuhnya melayang di udara sejenak, sebelum ia mendarat di tebing seberang dengan akrobatik yang mengagumkan. Kekuatan gelap membantunya meredam benturan, meskipun tubuhnya masih terasa bergetar. Ia segera merangkak naik, mencengkram akar-akar tanaman yang terasa licin dan lengket di tangannya.
Taro, dengan sedikit ragu-ragu, mengikuti jejak Gray. Lompatnya tidak seindah Gray, namun ia berhasil mencapai seberang, meskipun ia tergelincir dan mendarat dengan keras di tanah yang berbatu. Ia terhuyung-huyung, napasnya tersengal-sengal, tubuhnya terasa nyeri.
"Kau baik-baik saja?"
Tanya Gray, menawarkan tangannya untuk membantu Taro berdiri.
Taro mengambil tangan Gray, lalu bangkit dengan susah payah.
"Ya," jawabnya, suaranya masih terengah-engah.
"Terima kasih."
Ia menatap Gray dengan rasa hormat. Anak kecil itu telah menunjukkan keberanian dan keterampilan yang luar biasa.
Mereka saling berpandangan, sebelum melanjutkan perjalanan. Suara langkah raksasa itu masih terdengar di kejauhan, tetapi kini, mereka sudah menjauh dari ancaman maut itu. Jalur di hadapan mereka masih tampak sulit, tetapi mereka telah melewati rintangan yang paling berbahaya. Perjalanan mereka masih jauh dari selesai, tetapi dengan bekerja sama, mereka akan menghadapi apa pun yang menanti mereka di depan. Aroma tanah yang basah dan sedikit asam memenuhi hidung Gray, pertanda mereka memasuki wilayah baru, sebuah hutan yang tersembunyi di balik lembah. Apa yang akan mereka temukan di sana? Hanya waktu yang akan menjawab.