NovelToon NovelToon
Benih Pengikat Kaisar

Benih Pengikat Kaisar

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Balas Dendam / CEO / Cinta setelah menikah / One Night Stand / Percintaan Konglomerat
Popularitas:3.7k
Nilai: 5
Nama Author: Puji170

Satu tahun menikah, tapi Sekar (Eka) tak pernah disentuh suaminya, Adit. Hingga suatu malam, sebuah pesan mengundangnya ke hotel—dan di sanalah hidupnya berubah. Ia terjebak dalam permainan kejam Adit, tetapi justru terjatuh ke pelukan pria lain—Kaisar Harjuno, CEO dingin yang mengira dirinya hanya wanita bayaran.

Saat kebenaran terungkap, Eka tak tinggal diam. Dendamnya membara, dan ia tahu satu cara untuk membalas, menikahi lelaki yang bahkan tak percaya pada pernikahan.

"Benihmu sudah tertanam di rahamiku. Jadi kamu hanya punya dua pilihan—terima atau hadapi akibatnya."

Antara kebencian dan ketertarikan, siapa yang akhirnya akan menyerah?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Puji170, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 5

Panasnya terik matahari semakin membakar emosi Eka. Pernikahan yang dulu ia impikan akan membawa kebahagiaan justru hanya meninggalkan luka. Keluarga Wirawan kini masuk dalam daftar hitam dalam hidupnya. Dulu, ia benar-benar bodoh menyerahkan segalanya pada keluarga itu, tetapi sekarang ia harus bangkit.

Sayangnya, bangkit saja tidak cukup tanpa tujuan yang pasti. Terlebih, saat ini ia tidak memiliki apa pun untuk melampiaskan dendamnya.

Di taman kecil ini, Eka duduk di bangku kayu yang sudah mulai lapuk, memegang jam tangan yang sejak tadi ia amati. Mungkin saja benda ini bisa membantunya. Lagipula, jam tangan ini bukan milik sembarangan orang.

"Siapa lelaki itu?" pikirnya berulang kali, meski tahu tidak ada yang bisa memberikan jawaban saat ini.

Eka menggigit bibirnya, menahan kesal. Seandainya ia tidak terlalu bodoh dengan tenggelam sebagai ibu rumah tangga yang kehilangan koneksi, mungkin sekarang ia bisa dengan mudah mencari tahu pemilik jam tangan ini.

Dulu, ia adalah orang yang cerdas—memiliki pendidikan di bidang arsitektur, jemarinya yang lentik sering menciptakan desain unik, bahkan sampai dipinang beberapa kontraktor ternama. Namun, karena cinta, ia mengubur semua itu.

"Eka, otakmu sama seperti orang kota, tapi kenapa memilih jalan seperti perempuan desa—menikah, lalu pasrah dalam kehidupan rumah tangga?"

Eka mendesah pelan, membenci dirinya yang dulu. Ia bukan lagi istri Adit, bukan lagi menantu keluarga Wirawan. Ia hanyalah seorang wanita yang diusir seperti sampah.

Hidupnya terasa hampir tidak bernyawa. Namun, saat itu juga, satu nama terlintas di benaknya.

Ita- sahabat yang dulu selalu ada untuknya sebelum pernikahan.

"Apa aku harus meminta tolong padanya?" tanyanya dalam hati. Namun, keraguan segera menyergap. Dulu, demi pernikahan dengan Adit, ia memutuskan pertemanannya dengan Ita. Sekarang, setelah terpuruk, ia harus memasang muka tebal untuk meminta pertolongan.

Namun, apa ada pilihan lain?

Eka mengepalkan tangannya. Jika ingin bangkit, ia harus menelan semua harga dirinya. Dan langkah pertama adalah menemukan Ita kembali.

Eka merogoh sakunya, mengambil ponsel yang sudah tidak berbentuk. Meskipun termasuk  Android, layar ponselnya pecah di beberapa sudut. Untungnya, LCD-nya masih berfungsi dengan baik. Ia mencari nomor Ita yang masih ia simpan dan berharap sahabatnya itu tidak berganti nomor.

Setelah ditekan dan beberapa kali nada sambung terdengar, suara dari seberang akhirnya menjawab.

"Halo," ucap Ita.

Eka menelan ludahnya kasar sebelum menjawab, "Ta..."

"Ini Eka?" tanya Ita dengan nada tak percaya.

"I... iya, Ta... Ka... kamu masih di Jakarta?" tanya Eka tergagap.

"Astaga, ke mana aja kamu, hah? Ngilang kayak ditelan bumi. Mentang-mentang udah nikah sama pujaan hati!" sahut Ita nyerocos tanpa memedulikan pertanyaan Eka.

Eka yang tak ingin membahas masalahnya melalui ponsel segera berkata, "Ta, kita bisa ketemu?"

Di seberang sana, Ita yang awalnya kesal akhirnya menangkap nada suara Eka yang terdengar berat, seakan menyimpan banyak beban. Ita mengerem omelannya dan menjawab, "Aku di rumah sakit X, semalam kecelakaan. Kamu ke sini bisa?"

"Aku ke sana, Ta."

Hanya butuh beberapa menit, Eka sampai di rumah sakit tempat Ita dirawat. Eka tampak ragu sejenak sebelum mengetuk pintu, lalu menyembulkan kepalanya. "Ta..."

Ita yang terbaring dengan beberapa luka dan infus masih melekat di tangannya langsung melotot tajam melihat kedatangan sahabat lamanya itu. "Kamu masih mengingatku?"

Eka ragu-ragu mendekat. Saat tubuhnya sudah sampai di samping ranjang Ita, ia langsung ditarik dan masuk ke dalam pelukan Ita.

"Dasar jahat, ke mana saja kamu? Kamu tahu nggak, rasanya separuh hatiku hilang saat kamu tiba-tiba memutuskan pertemanan kita tanpa alasan!"

"Ta, ka... kamu nggak marah?" tanya Eka masih dalam pelukan Ita.

Ita melepaskan pelukan itu lalu merajuk dengan bibir cemberut khasnya. "Tentu saja aku marah. Tapi... karena kamu sudah datang, aku terpaksa memaafkanmu."

Eka meneteskan air matanya, tak bisa berkata apa-apa lagi. Sementara itu, Ita yang melihatnya langsung merasa bersalah.

"Ka... jangan nangis gitu dong. Aku cuma bercanda."

Bukannya diam, tangis Eka justru semakin keras, membuat Ita makin panik dalam rasa bersalah.

"Ka, kalau kamu begini, besok aku bisa trending karena menyakiti hati sesama wanita dan disebut sebagai perebut suami sahabatnya sendiri."

"A... aku nangis karena terharu, Ta," jawab Eka tersendat. Ia pun melanjutkan kalimatnya, "Di saat seperti ini kamu masih menerimaku."

Dahi Ita mengernyit. Sejak kedatangan Eka, ia hanya melampiaskan kekesalannya, tapi sekarang Ita melihat Eka tengah membawa beberapa gembolan pakaian, dan penampilannya amburadul. "Ka, apa yang terjadi padamu?"

Hening...

"Ka, kamu gak lagi main berantem sama Adit kan? Terus kamu diusir?" tebak Ita langsung pada intinya.

Eka merasa tidak bisa menahan sakit di dadanya, ia langsung menceritakan apa yang sudah dialaminya, dari kebodohannya yang menjadi pembantu di rumah Wirawan, lalu pengkhianatan Adit dan dirinya yang dijual demi proyek.

Ita yang mendengar cerita itu ikut emosi, tapi lebih emosi lagi pada Eka yang terlalu bodoh hingga satu tahun terperangkap di rumah itu. "Kalau kamu tidak dijual dan melihat sendiri Adit membawa wanita itu, kamu gak akan pernah sadar kalau kamu bodoh, Ka?"

"Aku cuma mau menjadi istri dan menantu yang diterima, Ta. Aku gak pernah mikir sampai sejauh itu," sahut Eka dengan isakan tangisnya.

Ita langsung menghapus air mata Eka, memperlakukannya layaknya saudara sendiri dan berusaha menenangkan.

"Sudah, jangan menangis lagi. Lelaki seperti itu memang seharusnya dibuang ke tempatnya. Lalu, apa rencanamu sekarang?"

"Aku mau membalas semua perbuatan mereka, Ta. Tapi aku bingung harus mulai dari mana."

Ita tersenyum. Sahabatnya itu memang tak pernah berubah—penuh tekad, meskipun jalannya buntu. Sayangnya, karakter kuat itu hampir saja hilang karena cinta butanya pada Adit.

"Apa kamu mau kerja?"

"Setelah lulus kuliah aku menganggur dan tidak menyentuh pena lagi. Apa aku masih bisa?" tanya Eka ragu.

"Bakat itu akan tetap ada meskipun kamu vakum," ujar Ita, sambil meraih ponselnya.

"Ta, kamu mau apa?"

"Diamlah. Aku mau menghubungi pacarku, siapa tahu dia bisa membantumu dapat pekerjaan," jawab Ita sambil menekan nomor sang kekasih. Hanya dengan satu kali dering, panggilan itu langsung terjawab.

"Ay, kamu punya lowongan pekerjaan bidang arsitek?" tanya Ita langsung ke inti pembicaraan.

Di sisi lain, Rendi, yang sejak tadi bersama Kai, berusaha menjawab dengan berbisik, "Kamu bisa minta temanmu langsung melamar ke sini."

"Kamu serius? Tapi bisa langsung masuk, kan? Ini jalur belakang, kan?"

"Ay, gak bisa seperti itu. Harus lewat prosedur. Kamu tahu sendiri bos di sini, kan? Udah kayak singa kelaparan," jawab Rendi santai.

Kai, yang awalnya fokus pada dokumen, langsung menatap Rendi dengan ekspresi horor. Suara dehemannya yang berat membuat Rendi langsung terdiam.

"Speakerphone!" perintah Kai dengan tegas.

Bukan hal baru bagi Kai mengetahui hubungan Rendi dan Ita. Karena itulah, Ita yang awalnya bekerja di kantor pusat akhirnya 'dideportasi' ke kantor cabang.

Rendi, yang awalnya mengira ada sesuatu yang darurat dengan Ita, ia langsung mengangkat telepon itu. Sayangnya sang kekasih justru bertanya tentang lowongan pekerjaan dan membuatnya keceplosan mengatai sang bos, kini ia hanya bisa pasrah. Dengan enggan, ia mengikuti perintah sang bos dan menyalakan speakerphone.

Di rumah sakit, Eka yang merasa ada sesuatu yang janggal akhirnya berkata, "Ta... kalau memang gak ada, jangan dipaksa. Aku bisa mencari di tempat lain."

Kai yang mendengar suara itu langsung menegang.

"Suara itu?"

1
Dia Fitri
/Ok/
Hayurapuji: terimakasih kakak
total 1 replies
Muslika Lika
Ya ampun patkaai..... imajinasi mu lho thor.... melanglang buana....
Muslika Lika: bener bener si eka eka itu ya.....😂
Hayurapuji: hahhaha, dia dipanggil anak buahnya Pak kai, nah si eka kepleset itu lidahnya jadi Patkai
total 2 replies
@Al🌈🌈
/Good/
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!