The World Where You Exist, Become More Pleasant
_______
"Suka mendadak gitu kalau bikin jadwal. Apa kalau jadi pejabat tuh memang harus selalu terburu-buru oleh waktu?"
- Kalila Adipramana
_______
Terus-terusan direcoki Papa agar bergabung mengurus perusahaan membuatku nekat merantau ke kabupaten dengan dalih merintis yayasan sosial yang berfokus pada pengembangan individu menjadi berguna bagi masa depannya. Lelah membujukku yang tidak mau berkontribusi langsung di perusahaan, Papa memintaku hadir menggantikannya di acara sang sahabat yang tinggal tempat yang sama. Di acara ini pula aku jadi mengenal dekat sosok pemimpin kabupaten ini secara pribadi.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon rsoemarno, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
12.) Pertunangan
Chapter 12: Engagement
“You look so beautiful, dear.”
Aku mengulas senyum lebar mendengar pujian yang dilontarkan MUA nomor satu di Indonesia ini kepadaku.
“Selamat atas pertunangannya dengan Mas Bupati paling diinginkan se Indonesia raya ini, Say… Lancar terus sampai hari H yaa. Wedding nanti MUA nya bisa banget pakai aku lagi.”
“Thank you, Shan.” balasku ramah. “Kalau mau jadi MUA wedding gue, lo harus belajar make-up solo putri dulu, Shan.” godaku yang sangat mengetahui gaya riasan Shandy yang terkenal sangat natural flawless.
Hanya perlu waktu sehari bagi Mas Satya untuk membawa keluarganya hadir di kediaman Adipramana malam ini, untuk melangsungkan pertunangan kami. Dan bukan hal yang sulit bagi keluargaku untuk menyelenggarakan acara pertunangan yang bersifat privat sesuai dengan keinginanku dalam waktu yang singkat.
“Angkat tangan gue, kalau syaratnya itu… Kecuali pernikahan lo masih 5 tahun lagi.” balas Shandy bercanda.
“Keburu bangkotan ntar calon gue cuma gara-gara nungguin MUA nya.” gerutuku.
Shandy menepuk bahuku pelan. “Ah elah… Ga mungkin lah, Say. Masih muda gitu kok, Masnya. Malah yang makin tua makin legit, lho.”
Aku menutup kedua telingaku dengan tangan. Berpura-pura tidak mendengar kalimat menjurus yang diucapkan oleh Shandy.
Shandy ini bukan sekedar MUA tenar yang aku sewa untuk mendandaniku di hari spesial ini. Ia merupakan salah satu sahabatku sejak SMA yang memang suka berdandan sejak dulu. Dan ia mendalami passionnya tersebut dengan bersungguh-sungguh hingga bisa menjadi seperti sekarang. MUA nomor satu di Indonesia dengan gaya riasan yang natural flawless.
Namun ada satu hal yang sejak awal meniti karier ingin dia lakukan, tetapi tidak pernah aku kabulkan. Menjadikanku model untuk portofolionya.
“Kal, ini kan hari bahagia lo, boleh lah ya bagi-bagi kebahagiaan juga sama gue. Kita selfie bareng, ntar gue upload hasilnya. Lumayan bisa buat portofolio gue. Kapan lagi coba gue bisa dandanin lo gini.” rayu Shandy
Aku memutar mata jengah. “Obsesi banget, Shan. Pengen jadiin gue model portofolio.”
Shandy menepuk bahuku kesal. “Muka lu tuh cantiknya kelewatan, Kal. Tipe-tipe muka yang cocok banget sama gaya make-up gue selama ini. Ga perlu banyak permak, tinggal tonjolin aja pesona mata sama hidung lo.”
Aku tertawa. “Ya kan dulu gue ga boleh terlalu mengumbar diri di sosial media sama Tante Kirana, Shan. Lah lo malah mau jadiin gue model portofolio.”
Shandy mendengus kesal. “Untung aja lo ga jadi mantunya si Tante. Kalau ga bakalan boring banget hidup lo ke depannya, Kal.”
Aku menepuk lengan Shandy memperingatkan. “Hati-hati kalau ngomongin Tante Kirana, Shan. Kupingnya ada di mana-mana. Bisa di blacklist jadi MUA lo ntar.” kataku menakut-nakuti.
Shandy bergidik dan mengusap kedua lengannya. “Lo buat gue merinding, Kal.”
Aku kembali tertawa melihat tingkah lakunya. “Beliau bukan orang yang menyeramkan, Shan. Tapi wanita yang tahu bagaimana menempatkan diri demi mewujudkan impiannya.”
“Gue malah bersyukur dulu sempat ditatar langsung sama beliau, jadi gue bisa menjaga sikap di depan publik. Apalagi Mas Satya bukan sekedar public figure biasa.”
Shandy bertepuk tangan. “Wah… Brarti dah siap banget nih ya buat mendamping, Mas Satya jadi Ibu Bupati.” godanya.
Aku tersipu mendengarnya.
“Kalau mau foto, cepat panggil fotografernya masuk. Khusus hari ini, gue ijinin lo pakai muka gue buat jadi portofolio usaha lo. Tapi bolehnya upload, setelah gue sama Mas Satya conference, ya.”
“Tenang aja, ntar gue juga upload dan tag akun lo. Hitung - hitung bantu umkm.”
“Siap, Ibu Bupati.”
Tepat pukul 7 malam, rombongan keluarga Mas Satya tiba di kediaman Adipramana. Dan tak menunggu lama, Mama menghampiriku di kamar, mengajakku turun bersama menuju hall kediaman ini yang digunakan sebagai tempat acara.
Meski bersifat privat, Papa dan Mama tidak asal-asalan mempersiapkan acara ini. Apalagi ini untuk acara tunangan putri kesayangannya. Setiap sudut kediaman ini tak luput mendapat dekorasi bunga segar berwarna-warni, sesuai dengan impianku yang ingin bertunangan dengan nuansa fairy yang sangat kental.
Memasuki hall dengan diiringi suara indah Mao Buyi menyanyikan lagu as you wish secara langsung, pandanganku langsung terpaut pada wujud fisik Mas Satya yang terlihat sangat tampan. Mengenakan setelan jas berwarna senada dengan gaun yang kugunakan, Mas Satya yang berkulit putih bersih tampak seperti tokoh pangeran yang keluar dari buku dongeng koleksiku saat masih kecil.
Kami berdiri berhadap-hadapan, dengan diapit oleh kedua orang tua masing-masing di sisi kanan dan kiri. Dan pembawa acara pun memulai acara pertunangan ini dengan penuh khidmat.
“Selamat malam, Moreno dan Tara. Sebelumnya maafkan kami yang sudah mengganggu ketenangan kediaman Adipramana ini dengan datang secara berombongan.” buka Om Radja ketika MC mempersilahkan pihak tamu untuk berbicara.
“Bukan tanpa alasan kami datang beramai-ramai menuju Jakarta ini, melainkan untuk mengantar putera kebangaan Dierja meminang calon permaisurinya. Untuk itu, ijinkan dia yang mendamba untuk mengutarakan niat baiknya secara langsung.”
Mas Satya berdehem sejenak, setelah menerima mic yang disodorkan oleh ayahnya.
“Selamat malam, Om Moreno, Tante Tara, seluruh keluarga Adipramana dan juga kesayangan Mas, Kalila.” buka Mas Satya yang mendapat sorakan menggoda dari sepupu-sepupu kami.
Aku menunduk sembari mengulas senyum menahan malu mendengar suitan menggoda dari para sepupu.
“Sebelumnya, maafkan kelancangan saya karena telah membawa rombongan sirkus ini pada acara yang sakral ini.” sindir Mas Satya untuk sepupunya yang ribut menggodanya barusan.
Mas Satya mengunci tatapan mataku untuk menatapnya.
“Tanpa mengurangi rasa hormat, ijinkan saya menyampaikan maksud kedatangan saya yang ingin meminta putri tercinta Adipramana untuk menjadi pendamping hidup saya, yang akan saya cintai dan bahagiakan seumur hidup saya.”
“Saya tidak memiliki apa-apa kecuali tekad kuat untuk menjadikan Kalila wanita saya yang paling dihargai oleh semua orang. Seumur hidup itu panjang. Dan saya hanya ingin bersama Kalila untuk melalui itu semua.”
Aku terpaku mendengar pernyataan manis yang diucapkan Mas Satya dihadapan keluarga kami.
“Bukan kerusuhan yang mampir benak, melainkan lonceng kebahagiaan yang berdentang di depan rumah. Kami menyambut dengan tangan terbuka niat baik dari putera kebangaan Dierja.” kata Papa mengawali pembicaraan.
“Kami berdua memang orang tua Kalila, yang membesarkannya hingga menjadi bunga yang begitu menawan banyak lebah. Akan tetapi bukan hak kami untuk menentukan hidupnya di masa depan. Apalagi masalah pasangan yang akan bersama selama seumur hidupnya.”
“Seperti kata nak Satya. Seumur hidup itu panjang. Maka biarkan Kalila sendiri yang menentukan ingin bersama siapa menghabiskan waktu yang panjang tersebut.”
Aku menerima mic yang disodorkan Papa kepadaku. Sebelum membuka suara, kuhembuskan napas sejenak untuk menenangkan diri. Mama mengusap lengan kiriku hangat, memberi dukungan atas semua keputusan yang akan kuutarakan.
“Meski baru beberapa bulan mengenal Mas Satya secara langsung, aku merasa Mas Satya sudah mengenal diriku sejak lama. Sehingga ia pun tahu bagaimana cara memperlakukanku dengan sebaik-baiknya.”
“Akan tetapi, bukan itu alasanku mempersilahkan Mas Satya membawa keluarganya untuk bertamu malam ini.”
Aku menatap mata Mas Satya secara langsung.
“Mas Satya adalah orang yang tepat untukku. Lelaki yang bisa membuatku merasa dibutuhkan, bukan hanya membutuhkan.”
“Seumur hidup itu panjang, dan aku ingin mencapai tempat tertinggi bersama Mas Satya.”
Tepuk tangan langsung bergema memenuhi ruangan ini. Riuh rendah ucapan selamat terdengar samar-samar di telingaku. Karena fokusku langsung teralihkan dengan tindakan Mas Satya yang menghampiriku untuk memelukku erat-erat.
“I really love you, Yang.” bisik Mas Satya seraya mengecup pelipisku.
Tante Tya menjewer telinga Mas Satya dan menariknya menjauh dariku. “Jangan mesra-mesraan dulu yaa, Sat. Ayo diselesaikan dulu upacaranya, atau calonmu bisa lepas jika tidak segera kamu ikat dengan cincin pertunangan.”
Mendengar ancaman Tante Tya yang mengerikan, Mas Satya langsung nurut mengikuti arahan ibunya untuk segera menyelesaikan rangkaian upacara pertunangan ini.
Aku menatap cincin berlian yang melingkari jari manisku dengan indahnya. Tante Tya yang membantuku memasangkan cincin ini, sebagai simbol keterikatan diriku dengan keluarga Dierja secara resmi.
“Dengan melingkarnya cincin warisan Dierja ini di jarimu, sekarang kamu resmi menjadi tunangan Mas, yang bisa Mas pamerkan ke hadapan publik dengan bangga.” bisik Mas Satya dan mengecup tanganku di tengah sesi foto berlangsung.