Arka, detektif yang di pindah tugaskan di desa terpencil karena skandalnya, harus menyelesaikan teka-teki tentang pembunuhan berantai dan seikat mawar kuning yang di letakkan pelaku di dekat tubuh korbannya. Di bantu dengan Kirana, seorang dokter forensik yang mengungkap kematian korban. Akankah Arka dan Kirana menangkap pelaku pembunuhan berantai?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Faustina Maretta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ciuman di tengah kegelapan
Malam terus berlanjut, dan ketegangan di kantor polisi semakin memuncak. Arka berdiri di depan papan besar yang penuh dengan foto-foto korban, catatan, dan peta yang menampilkan lokasi-lokasi penting terkait Riko. Dengan sebatang spidol di tangan, dia mencoba menyusun potongan-potongan puzzle yang berserakan di depannya.
"Kirana," panggil Arka, matanya tetap terpaku pada papan tersebut, "Apakah ada petunjuk lain dari korban ini yang bisa mengarah ke tempat persembunyian Riko?"
Kirana, yang masih sibuk memeriksa luka-luka pada korban, mengangguk pelan. "Ada satu hal yang mencolok, Arka. Korban ini memiliki residu serbuk tertentu di pakaiannya. Aku sudah mengirim sampelnya ke laboratorium, tapi aku yakin itu berasal dari bahan bangunan seperti semen atau pasir. Ini bisa berarti Riko bersembunyi di dekat lokasi konstruksi atau bangunan terbengkalai."
Arka mendekati meja kerja dan mulai membuka peta kota. Dia menandai semua lokasi konstruksi yang sedang berlangsung serta bangunan kosong yang berpotensi menjadi tempat persembunyian. "Bayu, koordinasikan dengan tim lapangan. Kita akan menyisir semua lokasi ini satu per satu."
Bayu mengangguk tegas dan segera bergegas keluar untuk menyampaikan perintah tersebut. Sementara itu, Arka menoleh ke Kirana dengan sorot mata penuh tekad. "Kita semakin dekat. Aku bisa merasakannya. Riko tidak akan bisa lari lama lagi."
Kirana menatap Arka dengan penuh pengertian. "Arka, kamu harus tetap tenang dan fokus. Riko adalah pelaku yang cerdas, dan setiap langkah kita harus diperhitungkan dengan matang."
Arka mengangguk pelan, mencoba meredakan emosi yang berkecamuk dalam dirinya. "Kamu benar. Kita harus lebih pintar dari dia."
Di tengah percakapan mereka, ponsel Arka berdering. Dia segera mengangkatnya dan mendengarkan dengan seksama. "Apa? Dia di mana? Baik, aku akan segera ke sana."
Arka menutup telepon dan menatap Kirana. "Riko baru saja terlihat di dekat sebuah gudang tua di ujung kota. Aku akan ke sana sekarang."
Kirana meletakkan sarung tangannya dan berdiri. "Aku ikut. Jika ada korban atau petunjuk lain, aku bisa membantu."
Arka ragu sejenak, tetapi melihat keteguhan di mata Kirana, dia mengangguk. "Baik, tapi tetap di belakang. Aku tidak mau kamu terluka lagi."
Mereka berdua bergegas keluar, bergabung dengan tim lapangan yang sudah bersiap. Di perjalanan, Arka memikirkan semua kemungkinan. Gudang tua itu bisa menjadi tempat persembunyian Riko, tetapi juga bisa menjadi jebakan.
Setibanya di lokasi, tim segera mengepung area tersebut. Arka memberikan isyarat kepada tim untuk mendekat dengan hati-hati. Ketegangan memuncak saat mereka memasuki gudang yang gelap dan sunyi. Setiap langkah di lantai kayu yang berderit terdengar begitu keras di tengah kesunyian malam.
Tiba-tiba, suara langkah kaki terdengar dari dalam gudang. Arka mengangkat tangannya, memberi isyarat kepada tim untuk berhenti. "Riko, kami tahu kamu di sini. Tidak ada gunanya lari. Serahkan diri dan tidak akan ada yang terluka."
Keheningan menyelimuti ruangan untuk beberapa saat, sebelum suara tawa kecil terdengar dari kegelapan. "Kalian datang lebih cepat dari yang aku duga, Detektif Arka. Tapi apakah kalian benar-benar siap menghadapi apa yang ada di sini?"
Arka mengerutkan kening, berusaha mencari sumber suara tersebut. "Kita lihat saja, Riko. Tapi percaya padaku, aku sudah lebih dari siap untuk mengakhiri ini."
Suara langkah kaki semakin mendekat, dan dari bayangan muncul sosok Riko, dengan senyum dingin di wajahnya. "Ayo, Detektif. Buktikan kalau kamu bisa menangkapku."
Arka mengarahkan senjatanya, tetapi sebelum dia bisa bergerak lebih jauh, Riko melemparkan sesuatu ke lantai. Asap tebal segera memenuhi ruangan, mengaburkan pandangan semua orang.
"Si4lan, Riko!" seru Arka, mencoba menahan batuknya saat asap mulai memenuhi paru-parunya.
Di tengah kekacauan, suara langkah kaki Riko terdengar semakin menjauh. Arka berusaha mengejarnya, tetapi asap membuatnya sulit bernapas dan melihat. Kirana, yang berada di belakang, segera mengeluarkan saputangan dan menutupi wajahnya, mencoba membantu Arka keluar dari asap.
"Arka, kita harus keluar dari sini! Ini terlalu berbahaya!" teriak Kirana.
Arka menggertakkan giginya, frustrasi karena kehilangan jejak Riko lagi. Dia tahu bahwa Riko tidak akan memberikan mereka kesempatan kedua. "Kita akan bertemu lagi, Riko. Dan kali ini, aku akan memastikan kamu tidak akan bisa lari lagi."
Sambil keluar dari gudang yang masih dipenuhi asap, Arka bertekad untuk melanjutkan perburuan. Riko mungkin telah lolos malam ini, tetapi pertempuran ini belum berakhir. Bagi Arka, ini adalah masalah waktu sebelum dia akhirnya bisa menangkap Riko dan mengakhiri mimpi buruk ini sekali untuk selamanya.
Setelah malam yang penuh ketegangan, suasana di kantor polisi mulai mereda. Tim forensik terus bekerja, tetapi ada jeda sejenak yang memberi Arka dan Kirana kesempatan untuk menarik napas. Mereka berdua duduk di sudut ruangan, jauh dari keramaian, dengan secangkir kopi di tangan masing-masing.
Kirana menatap Arka, matanya lelah namun penuh keteguhan. "Arka, aku tahu ini bukan waktu yang tepat, tapi aku ingin berterima kasih. Kamu selalu mendukungku, bahkan saat aku memaksa diriku kembali ke sini."
Arka tersenyum tipis, meletakkan cangkir kopinya di meja kecil di sampingnya. "Kirana, kamu bagian penting dari tim ini. Dan jujur, aku khawatir tentangmu. Aku tahu betapa beratnya ini bagimu."
Kirana mengangguk pelan, matanya menatap cangkirnya sebelum akhirnya bertemu dengan tatapan Arka. "Aku tahu. Tapi denganmu di sini, aku merasa lebih kuat."
Mereka duduk dalam keheningan sejenak, hanya suara rendah dari tim yang bekerja di latar belakang. Arka mengulurkan tangannya, menyentuh tangan Kirana dengan lembut. "Aku juga merasa lebih kuat denganmu di sini. Kita saling mendukung."
Sentuhan itu sederhana, namun penuh makna. Kirana tersenyum, rasa hangat mengalir di antara mereka. Dia meremas tangan Arka dengan lembut, seolah menguatkan janjinya untuk tetap berada di sisi Arka, tidak peduli seberapa sulit jalannya.
Malam yang kelam di kantor polisi itu perlahan terasa lebih ringan, karena di tengah kegelapan, mereka menemukan kekuatan dalam kehadiran satu sama lain.
Setelah beberapa saat duduk dalam keheningan yang nyaman, Arka dan Kirana saling menatap, merasakan keintiman yang semakin mendalam di antara mereka. Malam yang berat, penuh ketegangan, dan bahaya, telah memperkuat ikatan yang sudah mereka rasakan sebelumnya.
Kirana menggeser duduknya sedikit lebih dekat, jantungnya berdebar kencang. "Arka, aku ..." suaranya lembut, namun menggantung, seolah mencari kata-kata yang tepat.
Arka tidak menunggu Kirana menyelesaikan kalimatnya. Dia meraih wajah Kirana dengan kedua tangannya, ibu jarinya dengan lembut menyapu pipinya. "Kirana, aku tahu," bisiknya pelan.
Tanpa ragu, Arka mendekat, dan bibir mereka bertemu dalam ciuman yang penuh perasaan. Tidak ada yang terburu-buru, hanya kelembutan dan rasa saling memiliki yang mereka biarkan mengalir di antara mereka. Ciuman itu adalah pernyataan yang tidak membutuhkan kata-kata, sebuah janji untuk tetap bersama meskipun dunia di sekitar mereka penuh dengan bahaya dan ketidakpastian.
Ketika akhirnya mereka berpisah, mata mereka masih saling terhubung, napas mereka sedikit terengah. Kirana tersenyum kecil, merasa lebih tenang dan lebih kuat dari sebelumnya. "Kita akan melewati ini bersama, Arka."
Arka mengangguk, matanya berbinar dengan keyakinan. "Selalu bersama, Kirana. Aku tidak akan membiarkanmu menghadapi ini sendirian."
Malam itu, di tengah kegelapan dan ancaman yang masih membayangi, mereka menemukan secercah cahaya dalam hubungan yang baru tumbuh, memberikan mereka kekuatan untuk terus berjuang.
To be continued ...