Pengingat bahwa Aku tidak akan pernah kembali padamu. "Nico kamu bajing*n yang hanya menjadi benalu dalam hidupku. aku menyesal mengenal dan mencintai mu."
Aku tidak akan bersedih dengan apa yang mereka lakukan padaku. "Sindy, aku bukan orang yang bisa kamu ganggu."
Aku tidak akan membiarkan siapapun menyakitiku kembali
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Syari_Andrian, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Rencana
Keesokan harinya, suasana di vila masih tegang. Rey dan Pak Roni duduk di ruang kerja, membahas langkah-langkah yang harus diambil untuk menghadapi ancaman dari Black Wolf.
"Kita tidak bisa menunggu mereka menyerang lagi," kata Pak Roni tegas. "Kita harus menyerang balik. Aku sudah menghubungi beberapa orang terpercaya dari masa lalu. Mereka bisa membantu kita."
Rey mengangguk setuju. "Kita harus tahu siapa dalang di balik semua ini. Aku punya kontak di dalam jaringan mereka. Kita bisa mendapatkan informasi lebih banyak tentang pergerakan Black Wolf."
Sementara itu, Nisa yang merasa tidak ingin terus-menerus menjadi korban, mendekati ayahnya dan Rey. "Aku ingin membantu. Aku tidak bisa hanya duduk diam dan menunggu."
Pak Roni menatap putrinya dengan khawatir. "Ini terlalu berbahaya, Nisa. Mereka adalah organisasi besar, dan kita tidak tahu seberapa jauh mereka akan melangkah."
"Aku tahu, Ayah. Tapi ini tentang hidupku juga. Aku harus terlibat dalam upaya melindungi diri sendiri," jawab Nisa dengan tegas.
Rey meletakkan tangannya di bahu Nisa. "Kita akan melindungimu, tapi aku mengerti perasaanmu. Kita akan membutuhkan semua bantuan yang bisa kita dapatkan."
Beberapa jam kemudian, tim yang dihubungi oleh Pak Roni tiba di vila. Mereka adalah mantan tentara bayaran dan ahli strategi yang berpengalaman. Di bawah komando Pak Roni, mereka mulai merencanakan serangan balasan terhadap Black Wolf.
"Informasi terbaru menunjukkan bahwa markas sementara mereka berada di luar kota. Kita akan menyerang mereka malam ini, saat mereka tidak menduganya," kata salah satu anggota tim dengan peta di tangannya.
Rey menatap peta dengan saksama. "Kita harus memastikan bahwa tidak ada celah dalam rencana kita. Jika mereka berhasil melarikan diri, mereka akan kembali lebih kuat."
Malam pun tiba. Tim bergerak dengan cepat dan diam-diam menuju markas Black Wolf. Mereka menyusup melalui hutan yang mengelilingi markas tersebut, menghindari semua penjaga yang berjaga.
Saat mereka mendekati bangunan utama, Pak Roni memberi isyarat untuk berhenti. "Ingat, kita tidak ingin ada korban. Kita ingin menangkap mereka hidup-hidup untuk mendapatkan informasi lebih lanjut."
Dengan koordinasi yang sempurna, tim menyebar, mengepung markas dari semua sisi. Rey dan Pak Roni memimpin serangan, menyerang dari depan dengan kekuatan penuh. Penjaga Black Wolf terkejut dengan serangan mendadak itu dan tidak mampu memberikan perlawanan yang berarti.
Dalam waktu singkat, markas Black Wolf berhasil dikuasai. Pemimpin mereka, yang selama ini menjadi bayangan yang menakutkan, akhirnya ditangkap. Rey menatap pria itu dengan dingin. "Kamu akan membayar untuk semua yang telah kamu lakukan."
Pak Roni mendekat, menatap pria itu dengan mata tajam. "Sekarang, kita akan tahu siapa yang sebenarnya di balik semua ini."
Malam itu, untuk pertama kalinya dalam beberapa minggu, Nisa bisa tidur dengan sedikit lebih tenang, mengetahui bahwa orang-orang yang mengancam hidupnya akhirnya ditangkap. Namun, dia juga tahu bahwa pertarungan belum berakhir, dan mereka harus tetap waspada.
∆∆
Keesokan harinya, di ruang bawah tanah vila keluarga Pak Roni, pemimpin Black Wolf, seorang pria berusia sekitar 40-an dengan tato serigala hitam di lengannya, duduk di kursi dengan tangan terikat. Wajahnya penuh luka akibat perlawanan sebelumnya, tetapi sorot matanya tetap tajam dan penuh perlawanan.
Rey dan Pak Roni memasuki ruangan dengan ekspresi serius. Di belakang mereka, tim yang membantu dalam serangan malam itu berjaga-jaga, memastikan tidak ada kejutan yang tidak diinginkan.
"Siapa yang memerintahkan mu untuk menyerang keluarga kami?" Pak Roni bertanya dengan nada dingin, matanya menatap tajam ke arah pria itu.
Pria itu tertawa kecil, meskipun rasa sakit terlihat jelas di wajahnya. "Kalian tidak tahu dengan siapa kalian berurusan. Kalian mungkin menang malam ini, tapi perang ini belum berakhir."
Rey melangkah maju, mendekati pria itu dengan tatapan penuh ancaman. "Kami bisa membuat ini lebih mudah untukmu. Beri tahu kami siapa dalang di balik semua ini, atau kami akan membuatmu berbicara."
Pria itu tetap bungkam, namun sorot matanya berubah, menandakan bahwa dia menyadari keseriusan situasi. Beberapa saat kemudian, dia mendesah berat. "Kalian pikir kalian bisa melindungi diri kalian? Kalian bahkan tidak tahu setengah dari kekuatan kami."
Pak Roni, dengan ketenangan yang menakutkan, membalas, "Kami tahu lebih banyak daripada yang kamu pikirkan. Dan kami akan menemukan setiap orang yang terlibat."
Di luar ruangan, Nisa berdiri di depan pintu, mendengarkan percakapan yang berlangsung. Jantungnya berdegup kencang, merasa cemas dan tegang, tetapi juga bertekad untuk mengetahui kebenaran.
Tiba-tiba, suara tembakan terdengar dari luar vila, menggetarkan semua orang di dalam. Salah satu anggota tim berlari masuk ke ruangan, wajahnya penuh kepanikan. "Mereka datang! Black Wolf menyerang balik!"
Pak Roni segera memberikan perintah, "Semua orang ke posisi masing-masing! Lindungi vila dengan segala cara!"
Rey bergegas ke samping Nisa, meraih tangannya dengan kuat. "Kita harus keluar dari sini. Tempat ini tidak aman."
Nisa mengangguk, meskipun ketakutan, dia tahu mereka harus bergerak cepat. Mereka berlari menuju bagian belakang vila, mencoba menemukan jalur keluar yang aman. Sementara itu, suara tembakan terus berlanjut, menciptakan kekacauan di sekitar mereka.
Di luar, Black Wolf datang dengan kekuatan penuh, membawa senjata berat dan tekad untuk menghancurkan keluarga Pak Roni. Pertempuran yang terjadi malam itu adalah ujian terbesar bagi Rey, Pak Roni, dan semua orang yang terlibat.
Dalam kekacauan itu, Rey menyadari bahwa mereka harus memikirkan strategi baru untuk bertahan hidup. "Kita harus memikirkan cara untuk melumpuhkan mereka tanpa kehilangan lebih banyak orang," katanya kepada Pak Roni saat mereka bersembunyi di balik tembok.
Pak Roni mengangguk, matanya memandang sekeliling, mencari celah yang bisa mereka manfaatkan. "Kita akan memancing mereka ke arah tertentu. Buat mereka berpikir bahwa kita terpojok, lalu kita serang dari belakang."
Dengan rencana itu, mereka mulai bergerak dengan hati-hati, menyusun serangan balasan yang akan menentukan nasib mereka malam itu.