Kim Woo-jin masih bertahan membaca komik romansa remaja karena tertarik pada karakter Shimizu Miyuki, teman masa kecil karakter utama laki-laki dalam cerita. Namun, seperti yang sering terjadi, teman masa kecil biasanya hanya berperan sebagai pemanis di awal kisah dan tidak terpilih sebagai kekasih hingga akhir cerita.
Fenomena ini sudah menjadi klise dalam komik bergenre 'Harem,' yang merujuk pada karakter utama laki-laki dan para gadis-gadis yang menyukainya. Sebuah pola yang, meski berulang, tetap berhasil menarik perhatian pembaca.
"Selalu sama seperti yang lain, hanya saja sifatnya sangat baik dan polos. Tapi menerima semuanya dengan senyuman saat ditolak, sungguh hebat sekali. Awal cerita mereka selalu bersama seperti tidak terpisahkan, tapi setelah SMA, banyak gadis yang mendekati Protagonis Sampah," gumam Kim Woo-jin.
(Penulis : Sudah lama ya nggak ketemu xixixi~ aku sibuk dan lupa password, baru inget dan dah lupa lanjutan cerita yang aku buat ... selamat membaca~
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yayang_, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Langkah yang Canggung
Langkah yang Canggung
Pagi yang cerah mengisi taman dengan sinar matahari yang lembut. Pohon-pohon besar di sekitar taman berayun dengan angin sepoi-sepoi, sementara bunga-bunga warna-warni mekar di sepanjang jalan setapak.
Suara riuh burung berkicau dan sesekali terdengar gelak tawa anak-anak yang bermain bola di lapangan. Di ujung taman, sebuah bangku kayu yang sudah usang menjadi tempat duduk bagi beberapa orang yang sedang menikmati suasana tenang pagi hari.
Di sana, dua sosok tampak berjalan perlahan. Keheningan sejenak menyelimuti mereka, kecuali suara langkah kaki yang bersatu dengan desiran angin.
"Ya ampun..."
Setiap kali Miyuki melangkah, suara Ren yang memanggilnya dengan 'Miyuki-chan' selalu membuatnya gugup. Hanya Ryuji, teman masa kecilnya, yang biasa memanggilnya begitu. Miyuki sendiri hanya memanggil Ren dengan sebutan 'Ren-kun' saat di rumah, agar terdengar akrab di telinga ibunya yang mendengarkan.
Miyuki merasa wajahnya memerah setiap kali Ren memanggilnya dengan nada yang begitu ringan dan akrab. Dia berusaha untuk tetap tenang, meskipun hatinya berdebar.
"Ren-kun," katanya, berusaha untuk terdengar santai, meskipun suaranya sedikit bergetar. "Kenapa kamu memanggilku begitu?"
Ren hanya tersenyum tanpa menjawab, seolah-olah dia tidak menyadari dampak dari kata-katanya.
"Kamu juga memanggil dengan akrab," jawabnya sambil melangkah lebih dekat, membuat Miyuki semakin merasa canggung.
Miyuki menggigit bibirnya, mencoba mengalihkan perhatian.
"Ba-bagaimana sekolah? Semuanya berjalan lancar?"
Ren mengangguk, namun senyumnya tidak menghilang.
"Ya, semuanya baik-baik saja."
Ren menoleh ke arah Miyuki dengan senyum yang lebih lebar.
"Ngomong-ngomong, Miyuki-chan, kamu kelihatan berbeda hari ini. Penampilanmu semakin... dewasa," ujarnya dengan nada yang ringan, namun ada sedikit kehangatan di balik kata-katanya.
Miyuki terkejut mendengar pujian itu. Matanya sedikit melebar, dan wajahnya semakin memerah.
"A-apa maksudmu?" tanyanya, sedikit ragu. Dia tidak yakin apakah Ren hanya berusaha bersikap ramah atau jika ada maksud lain di balik kata-katanya.
Ren yang masih dengan senyum yang tidak lekang di wajahnya.
"Hanya saja... ada sesuatu yang berbeda. Mungkin cara kamu berjalan, atau mungkin juga cara kamu tersenyum," jawabnya, memandangnya dengan tatapan yang lembut.
Miyuki merasa gugup, namun ada perasaan hangat yang mulai tumbuh di dadanya.
"Kamu benar-benar berbicara begitu?" tanyanya, mencoba untuk tetap menjaga sikap santainya meskipun hatinya berdebar lebih kencang.
Ren mengangguk ringan.
"Aku hanya berkata apa yang aku lihat."
Miyuki semakin canggung, namun juga merasa nyaman. Keheningan lagi-lagi menyelimuti mereka, hanya diiringi suara langkah kaki yang terus berirama dengan angin pagi.
Miyuki berusaha menenangkan dirinya, namun semakin lama, jantungnya semakin berdebar. Dia memutuskan untuk mencoba menanggapi dengan santai, meskipun hatinya terus bergejolak.
"Y-ya, mungkin aku sedikit berubah belakangan ini," kata Miyuki, mencoba tersenyum.
Ren mengangguk, matanya tetap menatapnya dengan penuh perhatian.
Saat mereka berjalan lebih jauh di sepanjang jalan setapak taman, Miyuki merasakan udara yang semakin terasa hangat, seiring dengan langkah mereka yang semakin santai. Tiba-tiba, langkah mereka terhenti sejenak, ketika mereka melihat sepasang kekasih yang sedang berjalan berdekatan di depan mereka. Pasangan itu tertawa ringan, berpelukan dengan mesra, dan saling menggenggam tangan.
Miyuki menoleh sejenak ke arah Ren, wajahnya mendadak memerah, dan dia merasa canggung. "A-ah, lihat itu..." ujar Miyuki, suaranya hampir tidak terdengar karena gugup.
Ren menatap pasangan itu tanpa reaksi berlebihan, tampaknya tidak terlalu terganggu dengan apa yang sedang mereka lihat. Namun, saat dia melihat wajah Miyuki yang memerah, dia tersenyum samar, seolah-olah mengetahui apa yang ada di dalam pikiran Miyuki.
"Apa kamu merasa canggung?" tanyanya dengan suara lembut, meskipun nada suaranya tidak menunjukkan rasa terganggu.
Miyuki meremas ujung bajunya, berusaha menghindari pandangan Ren.
"A-aku tidak tahu... hanya saja, itu... agak... membuat aku malu," jawabnya, suaranya bergetar.
Ren hanya tertawa kecil, dan dengan langkah pelan, dia melanjutkan jalan mereka.
"Jangan khawatir, Miyuki-chan. Tidak ada yang salah dengan melihat pasangan-pasangan seperti itu. Tapi kalau kamu merasa canggung, kita bisa berjalan lebih cepat," katanya sambil tersenyum.
Miyuki, yang masih merasa malu, mencoba untuk menenangkan dirinya dan mengikuti langkah Ren. Namun, hatinya masih berdebar lebih kencang.