Hot Duda Mafia

Mereka bergerak dengan cepat, dan mendapatkan Ariella sama mudahnya seperti membalik telapak tangan. Hanya saja, keadaan gadis itu, darahnya yang menetes, blusnya yang sobek, air mata di wajahnya, entah bagaimana membuat Carlton marah tanpa sebab.

Rasanya ia ingin membunuh orang-orang itu berulang kali hanya karena mereka membuat Ariella berdarah. Ia tidak suka. Karena jika Ariella berdarah, itu haruslah karena ulahnya.

Di sinilah Carlton saat ini. Berdiri di kamar gadis itu, menunggu pelayan membantu Ariella membersihkan diri dari darah yang menempel di tubuhnya.

"Kemana dokter sialan itu! Kenapa dia lama sekali!"

Carlton marah, ia pergi keluar dari kamar bersamaan dengan Ariella yang keluar dari kamar mandi, terbalut handuk dan langsung dipaksa berbaring di atas tempat tidur.

Ketika Carlton kembali. Pria itu membawa kotak P3K di satu tangan, dan menemukan Ariella tengah terbaring lemas di atas tempat tidur karena ketakutan.

"Bangunlah."

Mata Ariella terbuka, ia menatap Carlton dengan tatapan horor.

Klaim

"Apa yang akan kau lakukan?"

Carlton mengulurkan tangan ke arah selimut Ariella, terlalu cepat sampai-sampai Ariella tidak bisa mencegahnya. Ketika selimut tersibak. Ariella menahan napas, ia segera meringkuk, tetapi terlambat, Carlton sudah melihat dada gadis itu, yang cantik dan penuh, juga tubuhnya yang polos.

"Sial! Aku tidak tahu kau telanjang!"

Maka dengan cepat, gairah Carlton bangkit.

"Kau memang pembawa masalah!"

"Pelayan!"

Panggilan tegas dari Carlton di ambang pintu membuat beberapa pelayan berlarian mendekat dengan wajah penuh rasa bersalah dan ketakutan.

"Tuan memanggil?"

Klaim

"Ya! Kenapa kalian tidak memakaikan pakaian pada gadis itu?"

Para pelayan itu saling menatap, lalu salah satu pelayan berkata, "Nona yang memintanya, karena ingin ditinggal sendirian selama sepuluh menit untuk menenangkan diri. Jadi kami pergi, Tuan."

Rahang Carlton mengeras. Tubuhnya terasa setegang kawat, napasnya memburu kasar, dan kedua tangannya terkepal erat sampai urat-urat di sana bertonjolan.

"Pakaikan gadis itu gaun tidur! Waktumu lima menit!"

Setelah mengatakan itu, para pelayan segera masuk ke kamar tempat di mana Ariella sedang bersembunyi di balik selimut.

Sementara itu Carlton pergi ke bar di sisi mansion. Di sana ada Erny, pelayan pria yang cekatan dan sudah bertahun-tahun mengabdi pada Carlton.

"Minum, Tuan?"

"Brendi dengan es batu."

"Tentu."

Erny bergerak cekatan, dia meraih sebotol brendi, menambahkan es batu dan menuangkannya ke gelas kristal dengan gayanya yang khas. Erny selalu gesit, bar merupakan pusat hidupnya dan menjadi bartender merupakan pekerjaannya sejak dia cukup pandai menggunakan otak dan otot. Pria itu bertubuh ramping dan tinggi, punya senyum yang agak menyeramkan seperti predator.

"Silakan, Tuan."

Carlton meraih gelas kristal itu, lalu melepaskan kekesalannya dengan menelan cairan keemasan di dalamnya secara kasar, ia menggeram sebentar sambil menggenggam gelas itu.

Mata hijaunya menatap sisa cairan di dalam gelas, masih terbayang dengan jelas apa yang dia lihat beberapa saat lalu. Dua buah gundukan sintal yang lembut, dengan puncak dada merah muda dan mungil.

Sialan!

Entah gadis itu bodoh atau justru sangat cerdas. yang jelas dia benar-benar gadis kecil yang licik.

Sepertinya ia tahu bahwa Carlton lemah jika soal gairah. Ariella tahu tubuhnya sangat menginginkan gadis itu bahkan saat pertama kali mereka bertemu. Ditambah lagi, sudah sebulan Carlton berpuasa.