NovelToon NovelToon
Suamiku Dokter Tampan

Suamiku Dokter Tampan

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Cintamanis / Dokter Genius / Dokter Ajaib / Dijodohkan Orang Tua / Trauma masa lalu
Popularitas:4k
Nilai: 5
Nama Author: Icut Manis

"ABANG HATI-HATI!!!" teriak seorang anak kecil menarik tangan Arrazi yang berdiri diatas pagar jembatan. Hingga keduanya terjatuh di alas jembatan yang berbahan beton.
"Aduh!" rintih gadis kecil yang badannya tertindih oleh Arrazi yang ukuran badannya lebih besar dan berat dari badan kecilnya. Laki-laki itu langsung bangun dan membantu si gadis kecil untuk bangun.
Setelah keduanya berdiri, si gadis kecil malah mengomel.
"Jangan berdiri di sana Bang, bahaya! Abang emang mau jatuh ke sungai, terus di makan buaya? Kalo Abang mati gimana? Kasian Mami Papinya Abang, nanti mereka sedih." omel gadis kecil itu dengan khawatir.
Menghiraukan omelan gadis kecil di depannya, Arrazi menjatuhkan pantatnya di atas jembatan, lalu menangis dengan menekukan kedua kaki dan tangannya menutupi wajah.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Icut Manis, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

EPISODE 12 : OMPONG

Daniah membuka matanya perlahan, kilau berwarna putih yang pertama kali netranya temukan, kemudian ia berdesis pelan merasakan sakit di kepalanya.

"Nia.....Daniah......" suara itu menciptakan senyuman di bibir Daniah. Suara yang selalu menenteramkan hati Daniah. Suara bidadari dunianya Daniah.

"Mami......" panggil Daniah dengan lirih, kepalanya menoleh pelan kearah kanan tempat Maminya.

"Iya sayang. Mami disini." ucap Faiza mengelus kepala Daniah dengan lembut.

Daniah mengangkat kepalanya ingin merubah posisinya menjadi duduk. Melihat pergerakan dari Daniah, Faiza membantu Daniah untuk duduk. Tangan kirinya menahan punggung Daniah, sedangkan tangan kanannya merubah posisi bantal agar menjadi sandaran untuk punggung putrinya itu.

"Mami kok bisa di sini sih?" tanya Daniah saat posisinya sudah nyaman.

"Iya, tadi Mami bawa Dilla kesini buat berobat. Giginya sakit lagi. Nggak sengaja ketemu sama Ghaniyyah. Mami khawatir banget waktu tau dari Ghaniyyah kamu pingsan karena menangani pasien, Nia." ujar Faiza sambil memperhatikan wajah putrinya itu, tangannya mengelus rambut Daniah yang terlihat masih acak-acakan, akibat jambakan dari Farida, pasiennya.

Daniah meringis. Ia kembali teringat kejadian saat itu.

"Nia, lain kali harus lebih hati-hati ya saat menangani pasien. Harus ada yang bantu dan ngawasin juga. Liat tuh kepala kamu sampai luka, rambut kamu juga acak-acakan gini, sayang." lanjut Faiza, ia merasa kasihan melihat Daniah menjadi koran dari pasiennya. Tangan halus itu masih mengelus rambut Daniah dengan lembut.

"Iya Mi... maaf, Nia nggak nyangka juga bisa sampai kayak begini. Nia janji kedepannya akan lebih hati-hati." ujar Daniah mencoba untuk menghibur sang Mami agar tidak khawatir.

Maminya mengangguk pelan.

"Masih sakit kepalanya, Nia?"

Daniah menggeleng.

"Udah nggak terlalu sakit Mi, udah mendingan."

"Alhamdulillah. Mami sisir rambutnya ya Nia."

"Mami bawa sisir?"

"Ada, punya Dilla.

Daniah mengangguk. Selain berisi dompet dan HP, tas Maminya itu beralih berfungsi sebagai kantong ajaibnya Fadillah. Barang kebutuhan pribadi Fadillah ada di dalam tas Maminya. Seperti sisir, kunciran rambut, jepitan rambut, bedak, minyak wangi, minyak kayu putih, minyak telon, tisu kering, tisu basah dan beberapa item lainnya ada. Hal itu tidak aneh lagi bagi Daniah. Karena waktu Daniah kecil pun, fungsi tas Maminya sama seperti sekarang ini.

Daniah menggeser posisi duduknya, menjauhi sandaran bantal dan mempersilahkan Maminya untuk ikut duduk di belakangnya. Perlahan tangan halus itu mulai menyisir rambut Daniah yang masih acak-acakan dengan hati-hati, dari sebelah kanan.

"Dilla mana, Mi?" tanya Daniah melihat sekeliling ruangan tidak ada makhluk kecil itu.

"Lagi diajak jajan sama Ghaniyyah."

Daniah mengangguk. Lalu kembali bertanya.

"Ohhh....Mami kesininya sama Dilla aja?"

"Iya, tadi sempat dianter Papi, tapi cuma sampai lobi aja. Soalnya Papi ada urusan di kantor."

"Papi tau nggak Mi, tentang ini?"

"Belum. Soalnya tadi Mami telepon, tapi nggak diangkat teleponnya. Kayaknya lagi meeting."

"Jangan kasih tau Papi ya, Mi." pinta Daniah.

"Kenapa?"

"Ya, Mami kayak nggak tau aja gimana reaksi Papi kalo anaknya luka atau kenapa-napa. Bukannya aku yang di marahin, tapi RS-Nya yang bakal di tutup Papi." cibir Daniah sambil membayangkan reaksi posesif Papinya kalau tahu Daniah sampai terluka karena pasiennya, apalagi sampai pingsan.

Faiza terkekeh mendengar cibiran putrinya. Berdasarkan pengalaman, pernah waktu itu Daniah pulang ke rumah sambil menangis. Kaki dan tangannya terluka akibat jatuh dari pohon mangga milik tetangga yang jaraknya dua puluh meter dari rumah.

Bukannya di marahin karena kenakalannya memanjat pohon yang menyebabkannya terjatuh, Papinya malah membeli pohon mangga itu dan menyuruh orang untuk menebangnya saat itu juga.

Dhiau tidak menyalahkan kenakalan Daniah, tapi ia malah menyalahkan adanya pohon mangga itu. Agak aneh sih tindakannya itu. Namun ia memiliki alasan kuat di balik tindakannya itu.

"Nia akan jatuh dan terluka lagi kalau dia masih manjat pohon itu. Satu-satunya cara supaya dia nggak jatuh lagi, ya pohon mangganya harus di tebang." jawab Dhiau dengan santai, saat istrinya mengomentari tindakannya yang di luar nalar.

Kalau netizen tahu bisa geger sejagat maya. Akan terlampir di headline media sosial dengan tajuk '*Seorang Ayah tega menebang pohon mangga milik tetangga agar anak kesayangan tidak jatuh lagi*.' di tambah dengan video penebangan pohon agar tambah dramatis.

Eh, nanti ada netizen yang komentar : '*Bapak gue keren, gue jatuh dari pohon mangga, pohon mangganya yang di tebang*.'

Beruntungnya orang sekomplek tidak ada yang tahu alasannya kenapa pohon mangga itu di tebang dan kejadiannya tidak viral.

"Nia, Mami kepang ya rambutnya." ujar Faiza setelah selesai menyisir rambut Daniah. Daniah mengangguk.

Sebelum negara api menyerang alias Fadillah Daimah Eqbal lahir, rambut Daniah selalu di sisir oleh Maminya setiap pagi saat hendak pergi sekolah dan sore saat Daniah main bersama temannya di lapangan komplek.

Setelah di sisir, Maminya itu akan menguncir atau mengepang rambutnya dengan model gaya rambut yang berbeda-beda. Pokoknya gaya rambut yang lucu-lucu dan menambah gemas orang yang melihatnya.

Berbeda dengan Fadillah yang paling tidak suka rambutnya di gaya-gayain. Paling mentok hanya di kuncir ponytail atau kuncir dua. Itu saja membujuknya setengah mati, pake lari-larian sampe ngumpet kayak film India.

"Nia kangen Mami." ucap Daniah dengan lirih.

"Kangen apa? Ini kan Mami di sini lagi sama kamu Nia."

Daniah menghela nafas pelan.

"Nia lagi bayangin Mi. Kalau nanti Nia beneran nikah sama laki-laki pilihan Kakek. Nia pasti bakalan kangen banget sama Mami." ujar Daniah teringat perjodohan yang di rencanakan oleh Kakeknya.

***

Arrazi baru saja melakukan RJP atau resutasi jantung paru kepada pasien yang sempat mengalami henti jantung di ICU. Setelah itu, ia pergi ke kantin untuk membeli air mineral dan coklat kacang almond kesukaanya untuk rehat sejenak.

Baru saja Arrazi meneguk air mineral yang di belinya, ada seorang gadis kecil menghampiri dan berdiri tepat di depannya.

"Om, minta tolong bukain minum." ujar gadis kecil berambut pendek sebahu dan dikepalanya terdapat bando berhiaskan tiga kupu-kupu berwarna pink. Memberikan botol minum mineral kepada Arrazi.

Netra Arrazi menatap lekat kearah gadis kecil itu. Wajah yang nampak tidak asing dalam ingatan Arrazi. Apalagi saat si gadis kecil membuka mulutnya untuk meminta tolong. Arrazi melihat gigi depan gadis kecil yang berdiri di depannya itu ompong.

"Om....Dilla minta tolong bukain minumnya." ujar gadis kecil itu sedikit merengek.

Mendengar suara rengekan dari mulut kecil gadis itu, Arrazi tersadar dari lamunannya, ia segera menjauhkan botol mineral yang sedang di teguk dari mulutnya, lalu menyimpan di bangku sampingnya yang kosong.

"Sini, Om tolongin." ujar Arrazi meraih botol mineral yang masih berada di tagan mungil gadis kecil itu.

"Adik namanya siapa?" tanya Arrazi sempat mendengar gadis kecil itu menyebutkan namanya.

"Fadillah."

"Oh, Fadillah." ucap Arrazi mengulang nama gadis kecil itu. Lalu memberikan boto mineral yang sudah ia buka tutupnya.

"Duduk di sini, Fadillah." ajak Arrazi menepuk bangku kosong di sebelahnya. Gadis kecil itu menurut. Ia duduk di samping Arrazi, lalu meneguk air mineralnya.

Arrazi tersenyum simpul melihat Fadillah yang terlihat haus.

"Fadillah kesini sama siapa?" tanya Arrazi dengan lembut, memulai obrolan dengan gadis kecil di sampingnya.

"Mami.

"Maminya Fadillah, mana?"

"Lagi sama Kakak."

"Kakanya Fadillah, sakit?"

Fadillah mengangguk.

"Om." panggil Fadillah, matanya mengarah kepada sebatang coklat yang sedang di tangan Arrazi.

Menyadari arah mata Dilla, Arrazi tersenyum. Seolah tahu apa yang ada di pikiran gadis kecil itu.

"Fadillah mau coklat?" tanya Arrazi mengecungkan coklat di tangannya.

Tak di sangkanya, Fadillah malah menggeleng.

"Kenapa? Fadillah nggak suka coklat?"

"Suka, Dilla suka coklat. Tapi kata Dokter Ghaliyah, Dilla nggak boleh makan coklat dulu." ujar Fadillah, menyebut nama panggilannya, pipinya mengembung, ia cemberut setelah mengatakan alasannya.

Arrazi mengangguk paham. Karena ia tahu, Dokter Ghaliyah adalah Dokter gigi di RS ini. Pasti dia yang melarang Fadillah untuk makan coklat, karena permasalahan gigi yang dialami Fadillah.

"Om jangan banyak makan coklat ya Om. Nanti giginya sakit. Kayak Dilla." ujar Fadillah memberi nasihat kepada laki-laki dewasa berumur 28 tahun itu.

Arrazi tertawa mendengar nasihat Fadillah.

"Iiihhh kok Om ketawa sih? Dilla nggak bercanda Om! Gigi Dilla sakit terus copot gara-gara makan coklat sama permen!" protes Fadillah sambil menunjuk giginya yang ompong.

Arrazi terpaksa menahan tawanya.

"Maaf-maaf. Om udah nggak ketawa lagi nih." ujar Arrazi menutup dengan tangannya.

Baru kali ini Arrazi merasa terhibur dengan bocah kecil yang baru di temuinya dan sudah berani menasehatinya. Gemas sekali Arrazi kepada Fadillah ini. Gadis kecil yang cerdik.

"Jadi Om nggak boleh makan coklat nih?" tanya Arrazi dengan nada sedih.

Fadillah terdiam sebentar sambil melihat coklat yang masih ada di tangan Arrazi.

"Terserah Om. Hmmm...tapi Dilla boleh ya minta sedikit aja coklatnya." ujar Fadillah memelankan suaranya di akhir kalimat. Seolah takut ketahuan, ia pun memasang wajah melas sambil membentuk jari telunjuk dan jempol yang hampir membentuk bulat itu.

Lagi-lagi Arrazi di buat tertawa oleh Fadillah. Ini konsepnya bagaimana? Dia yang melarang, tapi dia juga yang mau melakukannya. Dasar bocil.

"Om, ihh ketawa terus dari tadi! Emangnya Dilla badut apa?" protes Fadillah.

"Iya maaf. Om nggak sengaja." ujar Arrazi dan dia harus menghentikan tawanya.

"Katanya gigi Dilla sakit?" tanya Arrazi yang tujuannya pun untuk mengingatkan gadis kecil itu.

Fadillah mengangguk.

"Tapi Dilla pengen coklat, Om." ujar Fadillah dengan lirih, bibirnya sampai melengkung ke bawah. Matanya berkaca-kaca. Arrazi merubah posisi duduknya menjadi menghadap Fadillah.

"Kan sekarang gigi Dilla lagi sakit nih. Gimana kalau nanti gigi Dilla udah nggak sakit lagi kita ketemu lagi, baru Om kasih Dill coklat. Setuju?" ujar Arrazi memberi penawaran, ia mulai memanggil Fadillah dengan nama panggilannya.

Arrazi mengacungkan jari kelingkingnya. Fadillah mengangguk kepalanya, lalu menautkan jari kelingking kecilnya di jari kelingking Arrazi. Arrazi kembali tertawa dan mengelus rambut Fadillah.

***

"Nia, nanti minta jemput Pak Faiq atau Bang Atha ya, kalau mau pulang.' ujar Faiza memberikan pesan kepada Daniah saat ia dan Fadillah hendak pulang. Daniah mengantarkan Maminya sampai depan RS sambil menunggu Pak Faiq, supirnya.

Daniah mengangguk.

"Iya Mi. Mami hati-hati di jalan ya." ujar Daniah.

"Iya. Kamu juga hati-hati ya. Kalau nggak bisa sendiri nanganin pasien, minta tolong teman ya, Nia."

"Iya Mi." ujar Daniah.

Lalu perhatiannya mengarah kepada Fadillah yang berada di sampingnya. Fadillah masih terlihat badmood, meskipun mulutnya di tutup dengan masker bergambar Frozen, karena ledekan Daniah saat di bangsal mengenai giginya.

"Nenek Dilla sakit lagi giginya? Yah makin ompong dong. Kasian nggak bisa makan coklat, nggak bisa makan permen. Semuanya buat Kak Nia!" ledek Daniah saat itu.

Ya kalian tahu lah reaksi apa yang di berikan Fadillah. Gadis kecil itu langsung menangis, menghambur kepelukan sang Mami.

Daniah menundukkan kepalanya.

"Hei ompong, masih ngambek?" Daniah masih senang meledek Adiknya itu. Fadillah meliriknya dengan tatapan tajam. Daniah malah tertawa, karena Fadillah terlihat semakin menggemaskan.

"Aku bilangin Papi nanti!" ketus Fadillah. Dengan mata yang sudah berkaca-kaca, menahan tangis.

"Aku bilangin juga ke Papi. Wleee."

"Kak..." panggil Faiza, menghentikan ledekan Daniah, Daniah malah nyengir.

Tak lama mobil yang di bawa Pak Faiq datang. Faiza dan Fadillah langsung naik ke mobil.

"Hati-hati ya Pak Faiq bawa mobilnya." pesan Daniah kepada Pak Faiq, supir pribadi keluarganya yang sudah seperti keluarga sendiri.

"Iya Non. Non semangat kaosnya." ujar Pak Faiq menyemangati tapi salah sebut.

Daniah di buat tertawa olehnya.

"Koas Pak Faiq."

"Oh iya Non itu maksud Bapak. Hhehe."

"Dadah ompong." ledek Daniah kepada Fadillah yang menyebulkan kepalanya di jendela mobil.

"Kakak jelek!" balas Fadillah meledek Daniah. Daniah balas meledek dengan menjulurkan lidahnya.

1
Sri Murtini
arogan krn blm menyetuh sang istri, ntar klu sudah pasti jd suami takut istri .
ha..ha...ha
Sri Murtini
Daniah sanggup menerima hukuman dr tantangan suami?
Sri Murtini
ntar cinta Nia ...jgn nyumpahi dr Arrazi lho
Sri Murtini
ompong ngangeni bisa bercandakan turuni tensi lho
Atik R@hma
itu malaikat kecilmu, si daniah😀😃
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!