Devina adalah seorang mahasiswi miskin yang harus bekerja sampingan untuk membiayai kuliahnya dan biaya hidupnya sendiri. Suatu ketika dia di tawari dosennya untuk menjadi guru privat seorang anak yang duduk di bangku SMP kelas 3 untuk persiapan masuk ke SMA. Ternyata anak lelaki yang dia ajar adalah seorang model dan aktor yang terkenal. Dan ternyata anak lelaki itu jatuh cinta pada Devina dan terang-terangan menyatakan rasa sukanya.
Apakah yang akan Devina lakukan? apakah dia akan menerima cinta bocah ingusan itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon tami chan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Salting Brutal.
Devina membeku di kursinya. Dia duduk dengan merapatkan kedua kakinya, kaku. Dia bingung harus bagaimana, semua indranya seperti mati rasa. Mimpi apa Devi semalam, bisa duduk berhadapan dengan artis super ganteng, di dalam kamarnya pulak!
Di depannya, Devan duduk dengan santai sambil sesekali berputar di kursi gamingnya. Dia terus menatap Devina, penasaran.
"Kamu beneran mahasiswi?" tanyanya dengan santai, sambil memandangi Devi dari ujung kaki ke ujung kepala.
Astaga, cuma di tatap bocah 15 tahun yang kebetulan aja ganteng, Devi langsung gugup.
Devi menekuk kakinya, mencoba menutupi kaos kakinya yang bolong di dekat jempol.
Malu? iyalah! udah muka kucel, baju juga kumal, kaya gelandangan banget bersanding dengan Devano.
"Badan kamu kecil banget? nggak pernah makan, ya?" ucapnya to the point.
Devi menatap Devano sambil nyengir.
Dengan tinggi 155 cm dan berat badan 45 kilo, Devi memang terlihat mungil di mata Devan yang walaupun baru berumur 15 tahun tapi tingginya sudah mencapai 175cm.
"Hehe.. aku memang kekurangan gizi sejak kecil, puas?" jawabku sedikit kesal.
Bagaimana mungkin, si ganteng ini ngomong kata-kata yang sangat menyakiti hati dengan begitu santainya!
Ya, dia memang orang kaya, dari kecil pasti nggak pernah bingung tentang makanan. Berbeda dengan Devi yang sudah berjuang untuk hidupnya sendiri sedari masih bocah.
Devano mengangguk-anggukkan kepalanya, "sekarang sudah makan?" tanyanya sambil mengambil ponsel dan memainkannya.
Sungguh pertanyaan yang tak terduga! Hampir saja Devina menjawab sudah, tapi kalah start dengan suara cacing di perutnya. Wajah Devina spontan nge blush.
Devano menarik sedikit bibirnya ke atas, berusaha menyembunyikan senyumnya.
"Mati aja Devi! malu-maluin banget sih!!!" batin Devi.
"Awas ya lu cacing! nggak gue kasih makan sampai besok, tau rasa, Lu!"
Devano bangun dari duduknya, meletakkan buku pelajarannya di atas meja.
"Sebentar ya, sambil menunggu, tolong dong buatkan aku kisi-kisi soal buat belajar nanti malam."
Devi mengangguk sambil melihat buku yang di berikan Devan.
"Kamu sudah belajar sampai mana?"
Yaelah 'kamu'??? mesra banget kitah! Otak Devina benar-benar ngelag karena si artis tampan ini.
"Sudah sampai sini," tunjuk Devan, kemudian berlalu pergi.
Devi menatap buku pelajaran Devan, membuka tiap lembarnya sambil memahami isinya. Lalu dia mulai mengambil kertas dan pulpennya dan tak lama dia mulai tenggelam dalam pekerjaannya membuatkan kuis untuk Devan.
"Buat permulaan, lima soal dulu aja kali ya?" gumam Devi sambil memeriksa kembali soal yang dia buat.
"Ngomong-ngomong, kemana gerangan si artis itu? kok perginya lama banget? Jangan-jangan kabur, lagi!" ucap Devi bermonolog sambil celingukan menatap keluar kamar dari pintu yang terbuka.
Tiba-tiba saja, Devan muncul di ambang pintu sambil membawa nampan. Dia berjalan pelan, lalu meletakkan nampan tadi tepat di depan Devi.
Devi bengong, antara bingung dan kaget. Matanya bolak balik memandangi Devan dan makanan yang ada di depannya.
"Mama belum masak makan malam, jadi aku buatkan seadanya aja. Nggak apa-apa, kan?" ucap Devan sambil tersenyum manis.
Tuhan... mungkinkah waktu Engkau menciptakan makhluk ini, Kau campur gula terlalu banyak?! kenapa dia begitu manis, baik sikap dan senyumnya.
"Aku harus ottoke? chagiya..." sorak Devi dalam hati.
Devi berusaha mengontrol dirinya agar tidak melonjak kegirangan. "I-ini apa?" maklumlah Devi kan orang kampung, nggak tau makanan enak.
"Spageti, memangnya kamu nggak pernah makan?"
Devi nyengir, "mirip mi tayel..."
Devan melongo mendengar ucapan Devi, lalu mengangkat tangannya untuk menutupi mulut yang hampir tergelak.
"Makanlah, aku buat sendiri, semoga rasanya enak," Devan melipat bibirnya untuk menahan senyum lalu mengambil kertas yang tadi sudah diisi soal- soal oleh Devi.
"Ini buat aku, kan?" tanyanya sambil duduk dan memperhatikan soal itu.
"I-iya," jawab Devi sambil mengambil garpu dan mulai melahap spageti buatan Devan.
Kapan lagi coba, bisa makan di masakin langsung sama artis terkenal.
"Wooohh..." Devi membelalakan matanya sambil menatap spageti di depannya setelah mencicipi satu suap.
"Enak banget!" ucapnya kagum pada Devan.
"Enak? syukurlah!" Devan tersenyum manis sambil kembali melanjutkan belajarnya.
Duh, ni anak sempurna bet sih! Tuhan benar-benar nggak adil! keluh Devi sambil menikmati Spageti nya.
Setelah menghabiskan makanannya, bersih hingga piringnya berkilau seperti habis di cuci, Devi segera menyeruput jus jeruk yang sangat segar.
"Aaahhh, enaknya..." gumamnya sambil merem melek saking nikmatnya.
Saat Devi membuka matanya, dia tersentak kaget karena ternyata Devan sedang memperhatikan dirinya sambil nyengir-nyengir.
"Kenapa?" tanya Devi, antara malu dan sebal.
Devan melipat bibir sambil menunjuk pipinya.
Devi mengerutkan alis, ' apa maksudnya? dia ingin aku menciumnya? sebagai ucapan Terima kasih karena sudah membuatkan mi tayel ini? ih! enak saja! memangnya aku se murah itu!'
Devi melengos sambil menunjukkan wajah kesal.
"Nggak usah macam-macam! cepat selesaikan tugasmu!" ucap Devi sambil melipat kedua tangannya di dada.
Devan mengangkat satu alisnya dengan heran, lalu mencabut selembar tisu dan mengusap pipi Devi sedikit kasar.
"Ada saus di pipimu! memangnya kamu mikir apa, sih!" kesalnya.
Aiyaa, malu-maluin aja lu, Devi!
"Oh, iya, makasih," ucap Devi malu.
Bisa-bisanya dia berpikir, lelaki setampan dan sesempurna Devan minta di sosor itik buruk rupa macam dirinya! jangan halu Devi!
"Ini, sudah selesai," ucap Devan sambil menyerahkan lembar tugasnya tepat di depan Devi.
Devi langsung memasang wajah serius sambil memeriksa. Dia mencoret soal nomer satu, dua, tiga dan lima. Lalu mendesah.
'Ternyata ada kurangnya juga nih malaikat, nggak sempurna-sempurna amat!'
"Cuma bener satu soal? kamu nggak pernah belajar, ya?"
Devan mengangkat bahunya, "makanya aku pake guru les," ucapnya santai.
'Iya juga? kalau dia pintar, ngapain pakai jasa ku!' Devi mengiyakan dalam hati.
"Oke, kita pelajari soal ini satu persatu," Devi menarik kursinya agar lebih dekat dengan Devan, sambil berdoa semoga bau keteknya nggak terlalu menyengat.
"Oh iya, mulai sekarang panggil aku 'Bu Guru!'! ucap Devi tegas.
***
"Sudah jam lima, kita sudahi dulu, ya," ucap Devi sambil membereskan buku-buku yang berserakan di atas meja.
Devan tampak lelah, dia merebahkan kepalanya di atas meja sambil memejamkan mata.
"Capek?" tanya Devi.
"Heem... aku mending di suruh syuting 20 jam dari pada belajar dua jam!" gerutu Devan sambil mencebikkan bibirnya.
Devi tersenyum, "belajar itu juga merupakan investasi masa depan, jadi mau tidak mau, kamu harus melakukannya! semangat!" ucap Devi sambil menepuk pundak Devan.
Devi terdiam, tangannya membeku di udara. Berani sekali dia menepuk tubuh sempurna artis terkenal ini!
"Ma-maaf, Aku pulang dulu." Devi bergegas keluar dari kamar Devano sambil tak lupa membawa nampan berisi piring dan gelas kosong.
Devi turun ke lantai satu, dan berjalan menuju dapur. Dia ingin mencuci piring kotornya sendiri. Dia sempat celingukan, niatnya mau minta ijin ke nyonya rumah, tapi ternyata tidak ada seorang pun di lantai satu.
"Kemana orang-orang?" gumamnya sambil mencuci piringnya.
Saat sedang asik mencuci piring, terdengar langkah kaki menuruni tangga, Devi pun menoleh dan dia melihat Devan menghampirinya.
"Ngapain di cuci, sih?"
"Nggak apa-apa, sekalian aja," jawab Devi nyengir.
"Aku minta nomer HP kamu dong, biar kalau ada yang nggak ngerti bisa langsung telpon," Devan mengambil ponselnya, bersiap mengetik nomer Devi.
"088.... "
Setelah selesai menyimpan nomer Devi, Devan segera menelpon nomer tadi.
Tak lama, terdengar dering telpon dari dalam tas Devi.
"Itu nomerku, di save, ya!"
"Oke!" jawab Devi sambil meletakkan piring dan gelas yang sudah bersih di rak pengering.
"Aku pulang dulu," ucapnya sambil tersenyum dan mengusap tangan basahnya di celana jeansnya yang belel.
Devan mengangguk, "pulang naik apa?"
"Ojol palingan, atau bis," jawab Devi sambil berjalan meninggalkan dapur, menuju ruang utama.
Devan mengekorinya dari belakang, "mau ku antar?"
"Eh? nggak! nggak perlu! Terima kasih!" ucap Devi sambil melambaikan tangannya.
"Oh iya, kapan aku ke sini lagi?"
"Sepertinya besok aku ada syuting, tapi jam 7 malam sudah free. Kamu bisa datang jam 7?"
Devi berpikir sejenak, "aku usahakan, ya. Sampai jumpa besok!" ucapnya sambil berlari kecil meninggalkan Devan yang masih berdiri sambil bersandar di pintu, gayanya kaya lagi pemotretan di majalah aja!
"Oh iya, sampaikan salamku untuk mama Papa mu ya, dan Terima kasih!"
Devan mengangguk sambil tersenyum.
So swiiit....