Naidim, Widy dan Grady adalah teman dekat sejak berada di bangku SMP dan SMA. Mereka memiliki banyak kesamaan dan selalu ada satu sama lain. Namun, saat memilih jurusan kuliah, mereka mengambil jalan yang berbeda. Widy memilih jurusan teknik, sedangkan Naidim lebih tertarik pada bidang pendidikan keolahragaan. Perbedaan minat dan lingkungan membuat hubungan mereka renggang. Widy yang selama ini diam-diam menyukai Naidim merasa sangat kehilangan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Widyel Edles, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Persimpangan Cinta
Berdamai dengan masa lalu adalah hal yang sulit dilakukan, namun Widy akhirnya menyadari bahwa masa lalu adalah bagian dari hidup yang tidak bisa diubah. Dia memilih untuk menerima kenyataan dan fokus pada masa depan.
Bel pulang sekolah berbunyi, semua anak pada sibuk mengemas barang masing-masing. Grady dan Widy turun duluan ke bawah meninggalkan Naidim membantu Guru membawa buku paket ke ruang guru.
"Dim, Gue sama Widy turun duluan yah, kita tunggu di bawah pohon rindang dekat parkiran" ucap Grady
"oke Grad aman, tapi tunggu gue dibawah ya" sahut Grady.
Setelah berjalan kira kira lima puluh meter meninggalkan kelas, Widy dan Grady berpapasan dengan Aleyra pacar Naidim di lantai atas.
"Hai Ra"
"Gak pulang sama Naidim?" sapa Widy basa-basi
Aleyra tak menjawab mungkin tidak dengar atau pura pura tidak mendengar, ia sangat sibuk dengan rambut keritingnya itu.
Hati Widy panas, dia hanya ingin menyapa pacar sahabatnya itu dengan baik malah tidak diladeni oleh si rambut kribo itu.
Widy mengepalkan tangannya di sisi tubuh. Rasa kesal semakin membuncah. Ia tak menyangka akan disambut dingin seperti ini. Padahal, ia sudah menyiapkan senyum terbaiknya dan sapaan hangat. "Apa dia pikir dia siapa?" gumam Widy kesal.
Widy menghela napas panjang. Rasa kesal mulai menjalar di hatinya. Ia sudah berusaha sekuat tenaga untuk bersikap ramah pada Aleyra, tapi respon yang didapat sangat mengecewakan. "Aneh sekali dia," gumam Widy dalam hati.
Widy memutuskan untuk tidak terlalu memikirkan sikap Aleyra. Ia berbalik dan berjalan menjauh. Namun, langkahnya terhenti ketika mendengar suara tawa renyah dari arah belakang. Widy menoleh dan melihat Aleyra sedang mengobrol dengan circle sampah itu sambil tertawa lepas. Seketika, rasa kesal Widy semakin memuncak.
"Dasar sok cantik!" umpat Widy dalam hati. Ia merasa dipermalukan oleh sikap Aleyra.
Dengan langkah gontai, Widy berjalan menjauh dari Aleyra. Hatinya masih terasa sakit. Ia merasa harga dirinya direndahkan oleh sikap Aleyra yang sombong dan cuek.
Jujur saja dari awal juga Widy tidak suka melihat Aleyra, pacar Naidim tersebut. Ada semacam rasa iri yang menggerogoti hatinya. Padahal, selama ini mereka bertiga selalu bersama, seperti saudara. Namun, sejak Aleyra datang, segalanya perlahan berubah. Naidim yang dulu selalu ada untuknya, kini ada pengganggu yang datang.
Menunggu Naidim datang, Widy memainkan ujung rambutnya, matanya menerawang ke tangga sekolah. Cahaya senja membias indah di langit, namun tak mampu menerangi perasaan gelap di hatinya. Grady, sahabatnya yang selalu setia, hanya bisa menghela napas melihat Widy seperti ini. Ia tahu betul apa yang sedang dirasakan Widy.
"Lo yakin mau terus kayak gini, Wid?" tanya Grady pelan, memecah keheningan.
Widy menggeleng pelan. "Gue nggak tahu, Grad. Gue sayang Naidim, tapi..." suaranya terhenti, seakan kata-kata tak mampu lagi keluar.
Grady menggenggam tangan Widy erat. "Lo harus jujur sama perasaan lo sendiri, Wid. Jangan sampai penyesalan datang kemudian."
Saat itu juga, sosok Naidim muncul dengan senyum lebar. Aleyra setia berada di sampingnya. Widy berusaha tersenyum, namun hatinya terasa seperti tertusuk ribuan jarum."Widy, Grady! Kalian lagi ngobrol apa?" sapa Naidim riang.
"Nggak ngobrolin apa-apa kok," jawab Widy cepat, berusaha menyembunyikan kecewanya.
Mereka menghabiskan waktu bersama, namun Widy merasa seperti orang asing di tengah-tengah mereka. Setiap kali Naidim melirik Aleyra, senyumnya merekah begitu indah. Widy merasa hatinya semakin teriris.
Matahari semakin terik. Naidim dan Aleyra pamit untuk pulang ke asrama, Grady menatap Widy dengan penuh perhatian. "Lo harus ngomong sama Naidim, Wid. Jangan biarkan perasaan lo terpendam terus."
Widy hanya mengangguk lemah. Ia tahu Grady benar. Tapi bagaimana caranya? Bagaimana ia harus mengatakan pada Naidim bahwa ia juga menyukainya?Widy terus memendam perasaannya, berharap suatu saat Naidim akan menyadari ketulusan hatinya. Namun, situasi semakin rumit ketika Aleyra mulai bertindak. Aleyra yang jeli memperhatikan perubahan sikap Widy, perlahan-lahan mulai menjauhkan Naidim dari Widy.
Dengan berbagai alasan, Aleyra sering mengajak Naidim menghabiskan waktu berdua.Naidim yang semula sangat dekat dengan Widy, kini mulai menjaga jarak. Setiap kali Widy mencoba mendekati Naidim, selalu ada alasan dari Aleyra yang membuat Naidim urung untuk berinteraksi dengan Widy. Hati Widy semakin terluka, namun ia tak ingin menyerah begitu saja.
Di sisi lain, Grady yang melihat penderitaan sahabatnya itu merasa sangat tidak tega. Ia mencoba membela Widy di depan Naidim, namun usahanya selalu sia-sia. Naidim yang sudah terpengaruh oleh gosip-gosip Aleyra, semakin sulit untuk diajak berdiskusi.
Widy merasa sangat kesepian dan bingung. Ia tidak tahu harus berbuat apa lagi. Ia ingin sekali mengungkapkan perasaannya pada Naidim, namun ia takut akan semakin menyakiti hati Naidim. Di saat-saat seperti ini, hanya Grady yang selalu ada untuknya, memberikan dukungan dan semangat.Widy akhirnya memutuskan untuk mengambil langkah mundur. Ia sadar bahwa terus mengejar Naidim hanya akan membuatnya semakin terluka dan merusak persahabatannya dengan Grady. Dengan berat hati, Widy memilih untuk melupakan perasaannya pada Naidim, setidaknya untuk sementara waktu.
Ia mulai menjauhkan diri dari Naidim, menghindari pertemuan yang tidak perlu. Widy fokus pada kegiatan-kegiatan yang bisa membuatnya senang, seperti membaca buku atau menghabiskan waktu bersama Grady. Grady sangat mendukung keputusan Widy dan selalu ada untuknya.
Namun, melupakan seseorang yang sangat dicintai bukanlah hal yang mudah. Widy seringkali merasa sedih dan kesepian. Ia merindukan saat-saat indah yang pernah ia lalui bersama Naidim. Meski begitu, Widy terus berusaha untuk kuat. Ia percaya bahwa waktu akan menyembuhkan semuanya.Widy yang berusaha melupakan Naidim mulai membuka diri pada lingkungan sekitar.
Suatu sore, saat sedang berlatih badminton, ia bertemu lagi dengan Bayu, Dia anak di klub badminton yang juga tinggal di asrama. Bayu adalah sosok yang memiliki bakat bermain badminton yang luar biasa.
Pertemuan mereka yang awalnya sekadar rekan satu klub, perlahan berubah menjadi pertemanan yang lebih dekat. Bayu dengan sifatnya yang positif selalu berhasil membuat Widy tersenyum. Mereka sering menghabiskan waktu bersama, baik itu berlatih badminton, belajar bersama, atau hanya sekadar mengobrol.
Widy merasa nyaman berada di dekat Bayu. Bayu tidak pernah menyinggung tentang masa lalu Widy, dan ia selalu memberikan dukungan tanpa syarat. Perlahan tapi pasti, luka di hati Widy mulai sembuh. Ia mulai merasakan getaran perasaan yang berbeda pada Bayu.
Waktu terus berlalu, dan perasaan Widy pada Bayu pun semakin berkembang. Ia merasa nyaman dan bahagia berada di dekat Bayu. Bayu selalu ada untuknya, menjadi pendengar yang baik, dan selalu membuatnya merasa istimewa. Namun, di balik semua itu, Widy masih merasa ada sesuatu yang kurang.
Di sela-sela kebahagiaannya bersama Bayu, bayangan Naidim masih sering muncul di pikirannya. Kenangan indah bersama Naidim, kata-kata manis yang pernah diucapkan, dan semua momen yang mereka lewati bersama masih terukir jelas di hatinya. Widy menyadari bahwa perasaannya pada Naidim belum sepenuhnya hilang.
Suatu hari, secara tidak sengaja, Widy bertemu dengan Naidim di perpustakaan. Mereka sama-sama terkejut melihat satu sama lain. Udara di antara mereka terasa sangat canggung. Widy berusaha bersikap biasa saja, namun jantungnya berdegup kencang.Hai, Wid," sapa Naidim dengan canggung.
Widy hanya mengangguk kecil. Ia ingin sekali bertanya tentang kabar Naidim dan Aleyra, namun rasa malunya menghalanginya.
Setelah pertemuan itu, Widy semakin bingung. Ia merasa terjebak di antara dua perasaan. Di satu sisi, ia merasa nyaman dan bahagia bersama Bayu. Di sisi lain, ia masih memiliki perasaan yang mendalam pada Naidim.
Widy akhirnya memutuskan untuk berbicara dengan Bayu tentang perasaannya. Dengan jujur, Widy menceritakan semuanya pada Bayu. Bayu mendengarkan dengan sabar, dan ia tidak marah sama sekali. Bayu justru memberikan dukungan pada Widy dan mengatakan bahwa ia akan selalu ada untuknya.
"Aku mengerti perasaanmu, Wid. Aku hanya ingin kamu bahagia," kata Bayu tulus.
jika berkenan mampir juga dikarya baruku trimakasih😊