Kazuya tak pernah merasa lebih bersemangat selain saat diterima magang di perusahaan ternama tempat kekasihnya bekerja. Tanpa memberi tahu sang kekasih, ia ingin menjadikan ini kejutan sekaligus pembuktian bahwa ia bisa masuk dengan usahanya sendiri, tanpa campur tangan "orang dalam." Namun, bukan sang kekasih yang mendapatkan kejutan, malah ia yang dikejutkan dengan banyak fakta tentang kekasihnya.
Apakah cinta sejati berarti menerima seseorang beserta seluruh rahasianya?
Haruskah mempertahankan cinta yang ia yakini selama ini?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Riiiiee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 26 Trauma yang kembali muncul
Aronio melepaskan Kazuya dari rangkulannya, berjalan kearah Antar akan siap menarik kerah lelaki itu. Namun tiba-tiba suara petir keras terdengar berdentum keras mengejutkan mereka.
"AAAAA TAA—KUTTTT—T!" Jeritan Kazuya melengking, penuh kepanikan yang langsung menusuk hati Aronio. Perempuan itu terlihat ambruk terduduk ke lantai, tubuhnya gemetar hebat sambil memeluk dirinya sendiri. Tangannya menutup erat kedua telinganya, mencoba meredam suara yang begitu ditakutinya.
"Yaayaaa!” seru Aronio, langkahnya berubah cepat menghampiri perempuan itu. Antar yang awalnya bersikap santai juga langsung berbalik, wajahnya berubah serius menyadari kondisi Kazuya. Keduanya segera berjongkok di hadapan Kazuya yang kini tampak begitu rapuh.
Hujan yang sempat mereda kembali mengguyur deras, ditambah angin kencang yang menerbangkan dingin hingga menusuk. Aronio berusaha menyentuh Kazuya dengan hati-hati, mencoba meraih tangannya yang menutup telinga. “Yaya, ini mas… tenang, mas di sini,” ucapnya lembut, suaranya dipaksakan setenang mungkin meskipun hatinya kalut.
"Yayaaaaaa..." Aronio terdengar panik, suaranya bergetar penuh kekhawatiran. Mata Kazuya yang terpejam rapat, tubuhnya yang menggigil dan gemetar, membuat Aronio semakin cemas. Ia tahu, petir tadi bukan hanya menggetarkan langit, tapi juga membuka kembali luka lama dalam diri Kazuya. Luka yang membuat perempuan itu terperangkap dalam ketakutannya.
"Yayaaaa, denger mas, fokus ke suara mas Nio yaaa," Aronio mencoba menenangkan, suaranya serak, meski dalam hatinya rasa cemas semakin menggumpal. Ia menggenggam erat tangan Kazuya, berharap bisa membawanya keluar dari ketakutan itu, tapi tubuh Kazuya seolah kaku, tak ada respons.
Perempuan itu hanya terdiam, menunduk, tubuhnya masih gemetar hebat, dan napasnya tersengal-sengal. "Yayaaa, tenang, fokus ke suara mas," Aronio mengulang lagi, lebih lembut, berusaha tetap tegar di hadapan Kazuya yang tampaknya masih terlalu cemas untuk mendengarnya.
Namun usahanya sia-sia. Kazuya tetap terdiam, hanya isakan halus yang terdengar, tanpa mampu menenangkan dirinya sendiri. Tak ada tanda-tanda perubahan, hanya kegelapan ketakutan yang menghampiri Kazuya, seolah tubuh itu tidak bisa mengalahkan rasa takut yang begitu dalam
Kazuya semakin tak terkendali, tubuhnya semakin gemetar, dan napasnya terdengar terengah-engah. Suara petir yang memekakkan telinga hanya semakin memperburuk kondisinya. Ia menutup telinganya dengan tangan, cemas, berusaha sekuat tenaga untuk tidak mendengar apa pun. Jari-jarinya yang menggenggam telinga begitu erat hingga kuku-kukunya memutih, uratnya menonjol jelas.
"Yayaaaa... itu suara petir dan suara hujan biasa. Fokus ke suara mas, Yaya," Aronio berusaha keras menenangkan, suaranya lembut namun tegas, mencoba menembus ketakutan yang begitu dalam. Ia meraih tubuh Kazuya, menariknya ke dalam pelukannya, ingin memberikan kehangatan dan rasa aman, berharap bisa menenangkan kekasihnya yang terperangkap dalam ketakutan yang tak terlihat.
Antar mendorong tubuh Aronio cepat setelah paham dengan situasi. Gerakan tiba-tiba itu membuat tubuh Aronio tidak bisa menstabilkan posisi hingga terjatuh ke lantai. "Apa maksud Lo bangsaattt!!" Maki Aronio kencang disela-sela suara air langit yang begitu deras. Persetan dengan menjaga images didepan anak magang itu, makin itu lolos dari mulutnya begitu saja.
"Lantai berapa? Unit nomer berapa?" Antar mengabaikan makian Aronio. Ia malah mendesak lelaki itu dengan runtutan pertanyaan. Tangannya sudah mengangkat tubuh mungil Kazuya dalam gendongannya.
"Biar saya—" Aronio yang baru saja bangkit berusaha meraih tubuh Kazuya, berniat mengambil alih, tetapi Antar langsung memotong dengan emosi yang memuncak.
"Nggak ada waktu untuk itu! UNIT NOMER BERAPA?" bentak Antar dengan keras, suaranya penuh tekanan. Wajahnya tegang, mata tajam menatap Aronio. Keadaan semakin mendesak, dan kebingungannya atas situasi ini hanya menambah kemarahan yang membara. Ia tahu, saat ini Kazuya membutuhkan perhatian penuh, tanpa gangguan.
Melihat tubuh kecil Kazuya yang berusaha keras melawan ketakutan, akhirnya Aronio membiarkan dengan tidak rela tubuh itu didalam dekapan lelaki didepannya itu. "504, lantai 5."
Selesai Aronio memberikan informasi keberadaan kamar Kazuya, Antar langsung berlari menuju lobi lift apartemen. "Gunakan lift kanan." Ucap Aronio memberitahu. Dengan segala egonya ia menuntun mengarahkan menuju unit apartemen sang kekasih.
Didalam lift berusaha keras ia meredamkan emosi, untuk tidak merebut paksa Kazuya agar ia yang menggendongnya.
"Yayaaa bisa denger suara mas?" Aronio masih berusaha menenangkan Kazuya yang terlihat tetap menutup kencang telinganya.
"Bisa diam dahulu?" Kesal Antar memandang tajam ke Aronio yang terus berusaha berbicara pada Kazuya dalam gendongannya, memaksakan kehadirannya yang hanya menambah ketegangan.
"Kamu yang diam!!! Kamu nggak tahu apa-apa dengan kondisi Kazuya!!" Emosi yang berusaha keras Aronio tahan kembali meledak.
"Yaaaa saya tidak tahu! Tapi setidaknya sosok yang tidak memiliki jiwa kemanusiaan ini. Tidak membiarkan orang yang sekarat di dalam situasi yang penyebab kesakitan itu!!" Sinis Antar. Menekankan kata kemanusiaan seperti yang ditujukan Aronio kepadanya sebelumnya.
Aronio mematung beberapa saat mencerna ucapan Antar.
"MAKSUD KAMU APAAA??" Teriak Aronio tidak terima.
"DIAMMMMM!" Teriakan tersebut datang dari Kazuya, suara yang bergetar, penuh ketakutan. Teriakan itu cukup kuat untuk membuat kedua lelaki itu terdiam seketika, seakan dunia di sekitar mereka membeku, dan perhatian mereka kembali terfokus pada Kazuya yang semakin rapuh di dalam gendongan Antar.
•••
Situasi di apartemen Kazuya semakin memanas, bukan hanya karena tubuhnya yang menggigil hebat akibat hujan deras tadi, tapi juga karena atmosfer yang diciptakan oleh dua lelaki di ruangan tersebut. Aronio berdiri dengan wajah penuh ketegangan, pandangannya tajam seperti pisau yang diarahkan ke Antar, yang berdiri tak jauh dari posisi Aronio dengan ekspresi datar, namun penuh kesan menantang.
"Kazuya harus segera ganti baju," ujar Antar singkat dengan suaranya tegas. Setelah menurunkan tubuh perempuan itu ke sofa di depan televisi sesuai perintah Aronio, ia berdiri dengan tangan terlipat di dada, memperhatikan kondisi Kazuya yang tampak semakin lemah.
"Tanpa kamu beritahu pun saya sudah tahu," ketus Aronio, tatapannya semakin tajam, jelas menunjukkan ketidaksenangan yang ia rasakan. Ia berdiri tegak di depan Kazuya, tubuhnya sedikit membungkuk untuk melindungi perempuan itu dari pandangan Antar. "Kazuya biar urusan saya. Kamu bisa pergi sekarang. Terima kasih," lanjutnya dengan nada dingin, hampir seperti sebuah perintah.
Meskipun Aronio sangat kesal dengan Antar, ia tetap mengucapkan kata terimakasih kepada lelaki itu. Senang tidak senang Antar menang sudah membantu Kazuya, meskipun sejujurnya ia tidak rela mengakui hal tersebut.
Terlihat Antar yang mendengus kesal. Tanpa diperintah pun ia pasti akan pulang. Namun, tidak bisakah Aronio mengesampingkan dirinya memikirkan kondisi Kazuya terlebih dahulu.
"Kazuya demam, bajunya basah kuyup," ujar Antar, suaranya datar namun penuh penekanan. Tatapannya mengarah tajam ke Aronio, seolah menuntut lelaki itu untuk segera bertindak, bukannya terus terjebak dalam rasa kesal yang tak produktif.
Aronio segera memeluk tubuh menggigil itu. Mengangkatnya dengan sekali hentakan untuk membawa ke dalam kamar perempuan itu. Segala tindakan yang dilakukan Aronio tidak luput dari pandangan Antar.
"Bapak yang mau gantiin baju Kazuya?" Tanya Antar, terdengar nada tidak setuju dari ucapannya.
"Saya atau bukan yang menggantikan bukan masalah untuk kamu kan, Antar?" Tekan Aronio, terusik dengan Antar yang lancang menembus kehidupan hubungan dirinya dan Kazuya.
Antar hanya tersenyum miring, senyum yang seolah mengejek namun sekaligus menyembunyikan sesuatu yang lebih dalam. "Memanfaatkan kesempatan," desisnya pelan, nyaris seperti gumaman yang disengaja agar Aronio tetap mendengarnya.
Sebelum sepenuhnya melangkah keluar dari apartemen, Antar menghentikan langkahnya di depan Kazuya yang masih berada dalam gendongan Aronio. Matanya menatap Kazuya sekilas, namun sorotnya sulit diartikan—entah tulus, entah sekadar basa-basi.
......................
Awas aja yah, kalau sampe Yaya kenapa-kenapa...
ada-ada saja nih Aronio