Kamu pernah bilang, kenapa aku ngga mau sama kamu. Kamu aja yang ngga tau, aku mau banget sama kamu. Tapi kamu terlalu tinggi untuk aku raih.
Alexander Monoarfa jatuh cinta pada Rihana Fazira dan sempat kehilangan jejak gadis itu.
Rihana dibesarkan di panti asuhan oleh Bu Saras setelah mamanya meninggal. Karena itu dia takut menerima cinta dan perhatian Alexander yang anak konglomerat
Rihana sebenarnya adalah cucu dari keluarga Airlangga yang juga konglomerat.
Sesuatu yang buruk dulu terjadi pada orang tuanya yang ngga sengaja tidur bersama.
Terimakasih, ya sudah mampir♡♡♡
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rahma AR, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Puzzle yang hilang
Dewan Iskandardinata sengaja mengantarkan putri tunggalnya sampai ke mobilnya, yang diparkir di tempat khusus petinggi perusahaan.
Tapi dadanya terasa aneh saat melihat tatapan salah satu pegawai barunya yang agak beda dengan para pegawai lainnya.
Walau cuma sebentar tapi Dewan sempat merasa ngga enak mendapat tatapan itu. Dewan susah menafsirkan perasaannya, tapi rasanya ngga nyaman saja. Seakan akan dia pernah membuat kesalahan padanya. Agak aneh, tapi itulah yang di rasakannya.
"Papi kenapa melamun?" tanya putrinya Aurora sambil menepuk lembut bahu papinya.
"Apa papi melamun?" tawanya mencoba menutupi apa yang sedang dia pikirkan sejak keluar dari lift tadi. Tepatnya setelah dia bertatapan dengan pegawai baru tadi.
"Iya, tadi aku bertanya sampai tiga kali tapi papi diam saja," rajuknya manja.
Sekarang mereka sudah berada di samping mobilnya.
"Maafkan papi, sayang," bujuk Dewan lembut.
"Aku maafkan," senyum Aurora terpancar membuat wajahnya semakin jelata.
"Hati hati, ya. Kamu mau langsung ke agency?" tanya papinya sambil membukakan pintu mobil buat putrinya.
Putrinya yang juga seorang model dan sudah memiliki agency sendiri yang cukup terkenal, dengan model modelnya yang berdedikasi tinggi seperti dirinya.
"Alex kapan pulang, ya, pi?" tanya Aurora dengan mata penuh binar rindu.
"Besok katanya. Kamu mau menjemputnya?" goda papinya dengan senyum lebar.
Wajah Aurora merona.
"Tapi Alex sepertinya ngga mau dijemput," sahutnya sedih. Laki laki yang dikaguminya sejak lima tahun yang lalu itu, jarang membalas pesan pesannya. Padahal selama lima tahun mereka selalu bersama selama di Jerman. Tapi Alexander sepertinya hanya memperlakukannya sebagai adik saja. Padahal Aurora ingin lebih. Kedua orang tua mereka juga sudah bersahabat dan memiliki hubungan yang sangat dekat.
"Jemput saja. Besok jam sembilan pagi pesawatnya akan mendarat," info papinya yang semakin membuat pipi Aurora merona. Senyumnya pun semakin manis, ngga dapat menyembunyikan kesenangan hatinya saat mendapat informasi berharga dari papinya.
"Terimakasih, papi. Aku sayang banget sama papi."
CUP
Aurora pun mengecup pipi papinya sebelum masuk ke dalam mobil. Dewan tertawa melihatnya.
Beliau tau kalo putrinya sangat tergila gila dengan Alexander, putra bungsu sahabatnya.
Sayangnya Alexander sepertinya hanya menganggap Aurora sebagai adiknya.
Tapi orang tua Alexander sangat mendukung jika mereka akan menjodohkan keduanya.
Soal cinta pasti akan sangat gampang tumbuh di hati Alexander untuk Aurora nantinya. Secara siapa yang ngga akan jatuh cinta pada putrinya yang seperti bidadari dan berhati malaikat itu.
Setelah putrinya pergi, Dewan pun kembali ke ruangannya. Tapi dia berhenti di depan sekretarisnya.
"Berikan berkas pegawai baru padaku," katanya kemudian pergi memasuki ruangannya.
"Siap, pak," jawab Kana-sekretarisnya agak heran. Tumben bos besarnya ingin tau data pegawai baru. Tapi dia pun dengan sigap langsung mencetaknya menjadi sepuluh lembaran kertas dan langsung memberikan pada bosnya yang ternyata memang sengaja masih menunggunya.
"Hemm.... Rihana Fazira dari Yogyakarta," gumamnya sangat pelan setelah melihat wajah di foto yang memiliki kemiripan dengan gadis yang dia temui di lift
"Hemmm... Perencanaan Teknik. Hebat juga," gumamnya lagi.
"Siapa gadis itu. Kenapa aku sedikit terusik dengan tatapannya?" gumamnya lagi sambil menutup berkas yang diberikan sekretarisnya.
Tapi tetap saja perasaannya masih kurang nyaman. Seolah olah ada informasi yang hilang dan itu sangat penting, untuk dapat menjelaskan siapa gadis itu yang sebenarnya.
Gadis itu seperti puzzle yang belum komplit. Dan dirinya seperti memiliki tanggung jawab untuk melengkapinya.
Ini adalah kejadian paling aneh yang baru kali ini dia temui sepanjang dirinya menjadi CEO.
*
*
*
Saat hampir jam setengah lima Rihana bernafas lega. Mereka bisa pulang kini dan melanjutkan pekerjaannya di esok hari.
"Kamu tinggal dimana?' tanya Winta ketika mereka bertiga sudah berada di dalam lift.
"Aku kost dekat sini," sahut Rihana.
"Oooh, padahal aku juga ingin nge kost," kata Puspa terdengar seperti keluhan.
"Kalo rumahmu di sini ngapain kost," kekeh Winta pelan
Dia juga sama seperti Puspa.
"Tapi jadi anak kost rasanya menyenangkan juga," sambung Winta lagi.
"Tapi Orang tuaku ngga mengijinkan. Aku, kan, juga ingin mandiri," jelas Puspa agak sebal.
Rihana hanya tersenyum. Tapi dalam hati dia membatin, jika mamanya masih hidup, Rihana tentu lebih memilih tinggal bersama mamanya. Dia malah ngga suka hidup mandiri. Dia terpaksa menjalaninya. Padahal dia masih ingin bermanja manja dengan mamanya. Tapi garis hidupnya berkata lain.
Ah, tiba tiba Rihana merindukan mamanya.
TING
Begitu pintu lift terbuka, mereka segera melangkahkan kaki keluar bersama beberapa pegawai yang berada di dalam satu lift dengan mereka.
Lagi lagi mereka bertemu dengan CEO mereka yang sedang berjalan mendekati lift.
Tatap mata Rihana kembali bertemu. Tapi kali ini Rihana cepat menundukkan wajahnya dengan jantung yang berdetak keras.
"Pak bos," bisik Puspa sambil mengangguk hormat pada CEO dan dua orang temannya yang sama berkelasnya. Umur mereka sepertinya juga hampir sama.
Begitu juga Winta yang menganggukkan kepala bersama pegawai pegawai lainnya.
Hanya Rihana yang betah menunduk. Dia takut kalo nanti sorot matanya lebih tajam menikam seperti pada pertemuan awal mereka.
Dia akan menahan ego dan sakit hatinya demi uang ngga yang ngga sedikit untuk menolong ibu panti dan adik adiknya.
Kembali Dewan merasa heran akan sikap pegawai barunya yang terkesan membencinya. Tapi harusnya dia ngga memperdulikannya. Tapi ngga tau kenapa, untuk yang satu ini rasanya benar benar membuatnya ngga nyaman.
"Kamu pulangnya naek apa?' tanya Puspa dan Winta bersamaan. Keduanya pun tergelak
"Aku naek ojol."
"Jangan. Ikut aku aja, kamu juga sekalian Win," tawar Puspa.
'Kamu naek apa?' tanya Winta ingin tau.
"Itu mobilnya. Mamiku mengirimkan supir untuk menjemputku," jelas Puspa sambil menunjuk supirnya.
"Kamu naek apa, Win?"
"Tadi, sih, ojol. Tapi besok aku akan bawa motor."
"Ngga usah. Besok aku antar jemput aja," tawar Puspa.
"Ngga usah. Malah ngerepotin," tolak Rihana sungkan.
"Iya, aku juga ngga enaklah," sambung Winta.
"Beneran ngga pa pa, kok," desak Puspa agak memaksa
Rihana dan Winta saling pandang.
"Gini aja, deh. Pas pulangnya aja, ya," kata Winta memberikan alternatif
"Iya, boleh gitu aja," tambah Rihana agak sungkan. Mereka baru saja berkenalan, tapi Puspa sudah begitu baik.
Mereka kini sudah berada di samping mobil Puspa.
Seorang laki laki paruh baya membukakan pintu mobil untuk nona mudamya.
"Okelah kalo gitu," jawab Puspa terpaksa menuruti keinginan dua teman barunya. Padahal dia berniat baik. Tapi syukurlah, separuh niat kebaikannya diterima.
"Alamatnya tulis di sini, ya, ntar supir aku Pak Anton yang akan mengantar kalian," ucapnya dengan bibir penuh senyum.
"Makasih, ya, Puspa," jawab Rihana dan Winta berbarengan
Dalam hati Rihana senang juga, dia bisa lebih menghemat pengeluarannya.