"Tidak perlu Lautan dalam upaya menenggelamkanku. Cukup matamu."
-
Alice, gadis cantik dari keluarga kaya. Hidup dibawah bayang-bayang kakaknya. Tinggal di mansion mewah yang lebih terasa seperti sangkar emas.
Ia bahkan tidak bisa mengatakan apa yang benar-benar diinginkannya.
Bertanya-tanya kapankah kehidupan sesungguhnya dimulai?
Kehidupannya mulai berubah saat ia diam-diam menggantikan kakaknya disebuah kencan buta.
Ayo baca "Mind-blowing" by Nona Lavenderoof.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon lavenderoof, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 12 Adikku Tersayang
Alice menggeleng, berjalan mendekat, lalu berbisik, “Mereka tidak pernah mengajarkan kita berbicara kasar, kau tahu apa yang akan terjadi, kan? Kau akan dimasukkan ke kelas tata krama tambahan. Setiap akhir pekan, selama dua bulan.”
Cindy jatuh ke ranjang, bergumam kesal, “Akhir pekan memang sudah tidak ada artinya lagi.” Alice hanya merespon dengan tatapan lesu.
Cindy menatap adiknya, "Bukankah kau sangat mengenalku? What do you think, Alice? Apa aku bahagia dengan semua ini? Kau pikir aku bahagia? Apa kebahagiaan yang mereka maksud otomatis membuat kita bahagia juga?” Alice menunduk, tak tahu harus menjawab apa.
Melihat respon adiknya, tanpa aba-aba Cindy meraih bantal dan melemparkannya tepat ke kepala Alice. Bugh!
“Aww!” Alice memekik kecil, mengusap kepalanya yang terkena bantal.
“Kau tau ini salah satu alasan aku minta kamar kita dibuat kedap suara!” Cindy mengambil bantal lain dan bersiap melempar lagi. “Agar kita bisa berteriak dan perang bantal kapan pun kita mau!”
Akh!
Alice tertawa pelan meski tetap melindungi wajahnya dengan tangan. “Cindy!”
Mereka mulai saling lempar bantal, tawa dan teriakan memenuhi ruangan. Hingga tiba-tiba, Prakk! Vas bunga di meja kecil terjatuh ke lantai dan pecah berantakan.
Alice membeku. “Oh my god! Cindy?”
“Relax.” Cindy mengangkat bahu, tersenyum santai. Meninggalkan permainan dan beralih ke walk in closet, diikuti dengan adiknya.
Mengganti pakaian dan merapikan rambut, kakak adik itu selesai bersiap dan akan pergi membeli keperluan Cindy untuk kencan besok. Saat mereka hendak ke luar, pintu kamar Cindy terbuka dari luar. "Permisi, Nona muda, sopir sudah menunggu."
Pelayan masuk, seketika terkejut melihat pemandangan kamar Cindy yang berantakan. Kapuk, bulu-bulu halus, pecahan vas, bantal yang berserakan, "Nona muda... Apa yang terjadi? Apa kalian baik-baik saja?" Tanya pelayan itu pada kedua nona nya yang justru tengah tertawa kecil disertai penampilan cantik.
Cindy menggandeng tangan adiknya, “Apa aku tidak boleh terlalu bersemangat dan tidak sabar untuk bertemu jodohku besok?” Ucap Cindy dengan santai, menyelipkan rambutnya ke telinga.
Pelayan yang tadinya khawatir, berubah menjadi tersenyum malu setelah mendengarnya, "Tentu saja boleh, Nona. Ngomong-ngomong kalian sangat cantik hari ini." Alice menyadari itu menatap kakaknya dengan mulut terbuka.
*
Selesai berbelanja, mereka tiba di kamar Alice. Cindy langsung menjatuhkan dirinya ke atas ranjang empuk, menghela napas panjang seolah seluruh beban dunia berada di pundaknya.
Alice, yang sedikit lebih tenang mencoba bersuara, “Hanya ada dua pilihan, Cindy,” ucap Alice dengan nada serius. “Datang ke kencan itu dan pura-pura menikmatinya demi reputasi keluarga... atau berkata jujur kalau kau sudah memiliki kekasih.”
Cindy mendengus, memandang langit-langit kamar dengan mata kosong. “Dan setelah itu Daddy akan menyuruhku meninggalkan Kevin dan memilih pria matang yang sudah mereka siapkan. Bukankah ujungnya tetap sama? Semua akan berakhir seperti itu.”
Alice menghela napas, duduk di pinggir ranjang. “Cindy... tidak ada jalan lain.”
Cindy nampak berpikir, tiba-tiba duduk tegak, menatap adiknya dengan pandangan penuh arti yang membuat Alice merasa tidak nyaman. “Oh, kau salah, Al. Ada jalan lain.”
Alice menatap Cindy dengan curiga. “Why are you looking at me like that?” tanyanya dengan nada waspada.
“Adikku tersayang...” Cindy melangkah maju perlahan, menekankan setiap kata dengan nada manis yang membuat bulu kuduk Alice meremang.
Alice berdiri buru-buru, menjaga jarak. “Tidak! Tidak mau!” Ia mengangkat tangan seolah menahan kakaknya mendekat.
Cindy mengerutkan kening, pura-pura tersinggung. “Oh, Come on, Al. Aku bahkan belum menyelesaikan kalimatku!”
Alice menggeleng keras, menolak mentah-mentah. “Aku sudah tahu arah pembicaraanmu! Jangan macam-macam, Cindy. Itu ide yang sangat buruk!”
Cindy tertawa kecil, seolah terhibur oleh reaksi adiknya. “Oh my god, kau benar-benar mengenalku dengan baik. Kau sangat peka, ya? Aku belum mengatakan apa pun, tapi kau langsung tahu!”
“Karena aku tahu kau tidak pernah memanggilku seperti itu kecuali kau mau sesuatu!” balas Alice, menatap kakaknya dengan tatapan penuh peringatan.
Cindy mengangkat bahu santai, senyumnya semakin lebar. “Baiklah, aku langsung ke intinya. Kau yang akan menggantikan aku di kencan buta itu!”
ig : lavenderoof