Mind-blowing
Alice berdiri canggung di tengah ruangan studio ballet, mencoba meniru gerakan para gadis lain yang terlihat jauh lebih luwes. Kakinya terasa berat, seolah setiap langkahnya salah. Beberapa gadis senior mulai berbisik, lalu tawa kecil mereka mengisi ruangan.
"Lihat dia! Kaku sekali, seperti boneka kayu!" bisik salah satu gadis sambil tertawa pelan, cukup keras untuk didengar Alice.
Alice menundukkan kepala, berusaha mengabaikan ejekan itu. Dia anak baru di kelas ballet ini, dan dia tahu tubuhnya belum terbiasa dengan gerakan-gerakan yang rumit. Tapi rasanya tetap sakit mendengar tawa mereka.
Ketika waktu istirahat tiba, Alice berjalan perlahan ke toilet, berharap bisa menyendiri sejenak. Tapi ternyata, istirahat itu malah menjadi lebih buruk. Di sana, sekelompok gadis senior dari kelas ballet Cindy, termasuk yang tadi mengejeknya sudah menunggu.
"Hei, si boneka kayu! Apa kau yakin cocok ada di kelas ini?" salah satu dari mereka mengejek, sambil mendorong bahu Alice hingga dia terhuyung.
Alice mencoba membela diri, tapi suaranya gemetar. "Aku baru mulai belajar... Wajar kalau belum bisa."
Jawabannya hanya membuat mereka tertawa lebih keras. "Dengar dia! Sok pintar," ejek gadis lainnya sambil mencengkram tangan Alice.
Di saat itulah pintu toilet lain terbuka, dan Cindy keluar. Matanya langsung menangkap situasi itu. Dia tahu adiknya sedang diganggu, dan darahnya mendidih.
“Lepaskan adikku!” teriak Cindy, tanpa ragu langsung menarik rambut gadis yang mencengkram Alice dari belakang.
“Aduh! Sakit! Lepaskan aku!” Gadis itu menjerit kesakitan, mencoba melepaskan tangan Cindy yang mencengkeram rambutnya.
"Ini balasan karena berani mengganggu Alice!" Cindy berteriak dengan amarah membara.
“Cindy, hentikan! Jangan seperti mereka!” Alice memohon, matanya mulai berkaca-kaca.
Ketika gadis itu akhirnya melepaskan tangannya dari Alice, Cindy tidak membuang waktu. Dia menarik tangan Alice dan berlari keluar dari toilet, sementara kelompok gadis itu berteriak dan mulai mengejar mereka.
Namun, saat Alice terjatuh di lorong, kelompok itu hampir berhasil menangkapnya. Cindy, yang sudah lebih dulu di depan, langsung berhenti dan berbalik. Dengan suara lantang yang penuh keberanian, dia berteriak, "Daddy!"
Seruan itu membuat seluruh gadis berhenti, wajah mereka berubah pucat. "Apa yang kau bilang?" salah satu dari mereka bertanya dengan ragu.
"Daddy akan tahu semua ini!" Cindy melanjutkan dengan nada mengancam. "Kelakuan kalian akan aku laporkan. Siap-siap saja dikeluarkan dari kelas ballet ini!"
Mendengar ancaman itu, kelompok gadis itu mundur dengan ekspresi ketakutan. Cindy menggandeng Alice menuju ruang ganti, memastikan mereka tidak diikuti.
Benar saja, keesokan harinya, kelompok itu dipanggil ke kantor oleh pengelola kelas ballet. Mereka dipaksa meminta maaf kepada Cindy dan Alice di depan semua orang. Cindy, yang satu kelas dengan para pembully itu, memandang mereka dengan tatapan puas saat mereka meminta maaf.
Setelah itu, Alice tidak pernah diganggu lagi di kelas ballet. Namun, insiden itu membuat Alice menyadari satu hal, Cindy selalu menjadi pelindungnya, sahabat sekaligus kakak yang tidak akan membiarkan siapapun menyakitinya.
Setelah insiden di toilet itu, Alice tetap merasa canggung setiap kali harus pergi ke kelas ballet. Meskipun para gadis yang pernah mengganggunya sudah meminta maaf, dia tahu mereka hanya melakukannya karena takut pada Cindy, bukan karena tulus.
Cindy, di sisi lain, menyadari betapa tidak nyamannya Alice. Setelah beberapa hari memikirkannya, dia memutuskan untuk mengambil langkah yang lebih besar.
Suatu sore, Cindy menghampiri Mommy yang sedang membaca di ruang keluarga. Dia duduk di sebelahnya, menatap Mommy dengan mata yang dipenuhi tekad.
"Mommy, aku ingin minta sesuatu," katanya sambil memainkan ujung pita di bajunya.
Mommy menurunkan bukunya, menatap Cindy dengan penuh perhatian. "Apa itu, sayang?"
“Aku ingin Alice pindah ke kelasku di ballet,” Cindy berkata langsung, tanpa basa-basi.
Mommy mengerutkan kening. "Kenapa? Bukankah lebih baik kalian belajar sesuai tingkat kemampuan masing-masing?"
"Lagipula aku sudah bertemu dengan orang tua mereka. Mereka semua meminta maaf dan berjanji kejadian seperti itu tidak akan terjadi lagi. Kau tau aku tidak akan membiarkan anak-anakku dilukai orang lain bukan? Tidak ada lagi yang akan mengganggu adikmu, sayang."
"No, Mommy," Cindy memotong cepat. "Aku bosan di kelasku. Tidak ada yang mau bicara denganku karena mereka takut. Dan lagi... aku ingin bisa menjaga adikku. Dia anak baru, Mommy, dan aku tahu dia merasa tidak nyaman."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 32 Episodes
Comments