Andai hanya KDRT dan sederet teror yang Mendung dapatkan setelah menolak rencana pernikahan Andika sang suami dan Yanti sang bos, Mendung masih bisa terima. Mendung bahkan tak segan menikahkan keduanya, asal Pelangi—putri semata wayang Mendung, tak diusik.
Masalahnya, tak lama setelah mengamuk Yanti karena tak terima Mendung disakiti, Pelangi justru dijebloskan ke penjara oleh Yanti atas persetujuan Andika. Padahal, selama enam tahun terakhir ketika Andika mengalami stroke, hanya Mendung dan Pelangi yang sudi mengurus sekaligus membiayai. Fatalnya, ketidakadilan yang harus ia dan bundanya dapatkan, membuat Pelangi menjadi ODGJ.
Ketika mati nyaris menjadi pilihan Mendung, Salman—selaku pria dari masa lalunya yang kini sangat sukses, datang. Selain membantu, Salman yang memperlakukan Mendung layaknya ratu, juga mengajak Mendung melanjutkan kisah mereka yang sempat kandas di masa lalu, meski kini mereka sama-sama lansia.
Masalahnya, Salman masih memiliki istri bahkan anak...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bukan Emak-Emak Biasa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Dua Belas
Di tengah dunianya yang seolah berputar lebih lambat. Di antara tawa penuh kemanjaan dari dalam kamar Yanti dan itu tawa perpaduan Yanti dan sang suami. Mendung sudah sepenuhnya mengguyur sekitar sana menggunakan bensin.
Guntur mendadak menggelegar dengan sangat kencang. Yanti jadi kerap menjerit ketakutan dari dalam sana. Suara manjanya meminta Andika untuk memeluknya lebih erat.
“S—sayang, ... kok bau bensin, ya?” Barusan suara Andika.
“Paling dari motor KLX yang mau buat kamu. Itu kan tempat oli sama bensinnya bocor. Sudah, jangan pergi-pergi. Ini aku beneran takut. Enggak kebayang kalau enggak ada kamu!” Barusan suara Yanti, dan sukses membuat senyum di wajah datar Mendung agak bertambah.
Selanjutnya, Mendung yang masih ada di sekitar sana, dengan santai menyenggol sebuah lilin yang sudah menghiasi piring. Mendung sengaja membuat lilin tersebut mengenai gorden tebal dan dikata Yanti berharga sangat mahal. Nyawa Mendung saja, dikata Yanti tidak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan harga gordennya.
Detik itu juga api langsung berkobar disertai bunyu yang andai tidak dibarengi petir, pasti mengagetkan. Mendung melangkah pasti meninggalkan lokasi di antara kobaran api. Senyum kemenangan menghiasi wajahnya. Mendung keluar dari sana setelah memastikan seisi rumah termasuk kamar yang sempat ia tempati, terbakar.
Ketika akan melewati gerbang rumah, Mendung tak segan memanjat. Tubuh ringkihnya yang gemetaran terus melewati setiap jengkal yang ia panjat.
Di dalam, lama-lama Yanti yang masih didekap erat Andika, merasa kepanasan.
“Gini nih kalau enggak pakai AC. Hujan saja sumuk,” keluh Yanti. Yang membuat Yanti sebal, sang suami sudah tidur. “Nih orang kok gampang banget tidur. Jelas ini artinya, aku jauh lebih bikin mas Dika nyaman, ketimbang nenek-nenek itu!” ucap Yanti kali ini merasa bangga.
Perbedaan yang terjadi, tetap Yanti rasakan, meski gelapnya suasana, berhasil menyamarkan asap yang memang berwarna hitam. Selain itu, dari sela pintu kamarnya, lama-lama api di luar juga terlihat makin terang.
“Itu si nenek-nenek jaga lilin enggak, sih? Takutnya malah kebakaran. Beneran banyak api, apa mataku yang bermasalah? Gini-gini kan, mataku paling benar cuma paa lihat duit. Apalagi kalau duit warna merah dengan senyum dua cowok keren!” Setelah sempat berbicara sendiri, dijawab sendiri, dan berakhir senyum-senyum sendiri, Yanti memutuskan untuk tidur juga di sebelah Andika.
“Tidur dulu. Persiapan buat tempur nanti kalau sudah enggak mati lampu,” gumam Yanti yang merasa, hidupnya sangat sempurna. Apalagi kini, ia memiliki pembantu super rajin, penurut, tanpa harus membuatnya mengeluarkan gaji.
Sekitar tiga puluh menit kemudian, banyak suara meneriakkan kebakaran. Padahal Yanti rasa, dirinya baru tidur sebentar. Namun ketika ia membuka mata dan menoleh ke pintu kamarnya, pintu bercat putih itu sudah berkobar-kobar.
“Ya ampun Sayang ... Sayang, kebakaran, Sayang!”
Yanti tidak bisa untuk tidak panik. Ia terus berusaha membangunkan Andika, agar suaminya itu segera bangun kemudian melindunginya.
Kekacauan sungguh terjadi. Andika membasahi selimut di dalam bak kamar mandi, kemudian menggunakannya untuk menutupi tubuhnya maupun Yanti yang ia gendong. Yanti tak mau terluka sedikit pun, meski itu sekadar merasakan panas bahkan asap.
Di tengah situasi genting tersebut, yang Andika ingat justru Mendung. “Ndunggg?!” Mulutnya refleks berseru, hingga jambakan pedas, ia dapatkan dari sang istri.
“Ayo cepat keluar, malah Ndang Ndung, Ndang Ndung. Malah bagus kan, kalau dia mati kepanggang!” kecam Yanti yang tetap bersembunyi di dalam selimut basah, selain ia yang tetap ada di punggung sang suami.
“Ndung ...?” batin Dika yang menatap rumah bagian belakang, sambil berlinang air mata. Kondisi di sana menjadi bagian yang sudah sepenuhnya dilahap api. Andika berpikir, istri pertamanya sudah meregang nyawa dan itu karena terpanggang.
***
Orang-orang mengira Mendung terpanggang. Apalagi setelah dicek ke rumah, tak ada tanda-tanda Mendung sempat kembali.
Kabar kebakaran rumah Yanti memang langsung tersebar lewat grup WA. Keberadaan Mendung yang langsung dicari-cari, terlepas dari Yanti yang sangat merugi akibat kebakaran rumah yang dialami.
Salman menjadi salah satu dari warga yang yakin, Mendung terbakar. Salman mendatangi rumah bersama Mendung dan Andika. Rumah yang dulunya merupakan rumah alm. nenek Mendung.
“Rumah ini ... bahkan lebih layak untuk kandang bebek ... bertahun-tahun kamu tinggal di sini, Ndung? Sementara suamimu ... suamimu menikah lagi. Dan alasan kamu di rumah Yanti ... kamu jadi pembantu di sana agar putrimu dibebaskan dari penjara?” Batin Salman meronta-ronta.
Salman turun dari mobil sedannya dan malah berakhir terjatuh. Kedua matanya terus meratapi kondisi rumah Mendung yang baginya tak layak huni. Yang mana Salman juga merasa, tidak banyak perubahan dari rumah berdinding bilik tersebut. Andai ada renovasi yang dilakukan, pasti hanya berupa renovasi kecil-kecilan.
Kedatangan Salman ke sana yang sampai menggunakan mobil. Selain mereka yang mengenali Salman sebagai artis khususnya penyanyi kawakan, sukses mengusik kebersamaan di sana.
“Nduunggg ....?!” Bukan hanya Salman yang meneriakkan nama tersebut. Sebab di tengah kegelapan malam dan masih membuat beberapa warga terjaga, di tempat berbeda dan itu di depan gerbang rumah Yanti, Andika juga sesenggukan memanggil-manggil nama istri pertamanya. Yanti sampai jengkel karenanya. Sebab di tengah kobaran yang melahap isi rumahnya, Andika justru tak hentinya menangisi Mendung.
“Ya sudah ... enggak apa-apa. Aku enggak merasa rugi-rugi amat karena meski rumahku kebakaran, tuh nenek-nenek pun ikut terbakar! Toh, aku masih punya stok rumah!” batin Yanti. Ia kembali meminta bantuan warga untuk memadamkan api.
(Ramaikan lagi yaa ❤️)