Desya yang terlahir dari keluarga sederhana ia dijodohkan oleh kedua orang tuanya dengan seorang lelaki yang dimana lelaki itu inti dari permasalahannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon veli2004, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bau Alkohol
Aku menuruni anak tangga sambil membawa wadah tersebut lalu kusimpan diatas meja dapur, Setelahnya aku sama sekali tak melihat keberadaan Evan.
Mataku terus mengamati disekelilingku, tepatnya di salah satu ruangan aku mendengar seseorang tengah berbincang-bincang dengan suara yang pelan, aku mendekatkan kepalaku kearah pintu tersebut untuk mengetahui apa yang sedang mereka bicarakan.
"Jangan sampai Nona Desya keluar dari rumah ini, kalian faham?!! ".
" Faham Tuan" jawab beberapa orang didalam ruangan tersebut.
Suara lelaki itu sangat tidak asing bagiku itu adalah suara suamiku Evan, aku terus menerus menempelkan telingaku agar bisa mendengar semua pembicaraan mereka.
"Kalian tau apa yang akan terjadi jikalau ada yang tidak mematuhi apa yang aku ucapkan? " tanya Evan lagi.
"Ka-kami tau Tuan" jawab mereka serentak.
"Baiklah kalian boleh keluar" ucap Evan lagi, Akupun langsung bergegas meninggalkan ruangan tersebut dengan langkah yang cepat berharap tak ada yang melihatku.
Sesampainya di kamarku, aku kemudian merebahkan tubuhku bergegas menarik selimut untuk menutupi semua tubuhku, Tiba-tiba ada suara langkah kaki mendekat ke kamarku.
Ckleekkkk~~~
Suara pintu dibuka dengan bersamaan suara langkah kaki yang masuk kedalam kamarku, seketika pintu tersebut di tutup kembali, aku sudah tau itu pasti adalah Evan.
Aku berpura-pura untuk tidur agar tau apa yang sedang Evan lakukan di kamarku, tidak seperti biasanya Evan sering tidur diluar kamarku tepatnya di sofa ruangan lainnya dan juga sofa ruang tamu.
Jujur saja saat aku mengetahui sifat asli dari suamiku, Aku sangat takut dengannya apalagi sampai menatap wajahnya walaupun wajahnya sangat tampan tetapi dari wajah tampannya itulah yang menyimpan sebuah rahasia yang menurutku paling kejam.
"Kamu pura-pura tidur? " Tanyanya yang sudah mengetahui sebenarnya aku hanya berpura-pura saja.
Aku membalikkan badanku, kini Evan berada tepat diatas tubuhku entah bagaimana dia bisa dengan tiba-tiba sudah ada diatas tubuhku mungkin aku yang tak sadar.
"Rencana nya aku akan tidur bukan pura-pura untuk tidur" jawabku menutupi kebenaran.
Wajahnya dan wajahku sangat dekat tanpa aba-aba bibirnya ia tempelkan ke bibirku, saat itu juga bau alkohol sangat tercium saat mulutnya melumat bibirku.
Aku tak tahan bau alkohol itu, kedua tanganku mendorong tubuh Evan namun rasa sakit di tanganku yang ku perban masih bisa terasa. Aku mencoba untuk menahannya, kemudian bibir Evan menciumi leherku itu terasa sangat geli.
Dia sangat mabuk berat dengan tercium nya Alkohol didalam mulutnya serta keringatnya juga tercium bau alkohol yang sangat kuat.
Aku sebenarnya tidak tau dengan fikiran orang ini yang memang sangat aneh dari lelaki pada umumnya, aku menahan diri rasanya ingin sekali muntah karena bau alkohol yang memang aku tak suka.
Sedari kecil saat ayahku keseringan meminum alkohol ibuku ia selalu bertengkar dengan ibuku saat pulang kerumah, dan di situlah awal mula aku sangat benci dengan bau alkohol yang ayahku bawa pulang kerumah, untungnya saat aku berumur 18 tahun ayahku sudah tak lagi minum alkohol dan lebih tepatnya berhenti.
Perutku rasanya seperti di aduk-aduk dengan bau alkohol ini yang sangat tajam, rasanya pengen muntah di tubuh Evan namun itu sangat menjijikkan bukan.
Dengan sekuat tenaga kedua tanganku mendorong tubuh Evan agar menjauh, dengan secepat mungkin aku berlari menuju kamar mandi dan langsung menguncinya.
"Buka pintu nya" teriak Evan diluar pintu kamar mandi.
"Aku kebelet" sahutku.
Saat aku melihat diriku sendiri di cermin perban tanganku itu terbuka, lukanya masih belum kering serta masih ada darah yang masih mengalir walaupun itu hanya sedikit.
Aku membuka perban itu dan langsung kuganti dengan kain bajuku, aku merobek kain bajuku sediki untuk dijadikan perban karena memang tak ada cara lain lagi.
Tak lupa aku membersihkan darah yang sudah melekat di lukaku, rasanya sakit karena tubuhku sangat lemah.
Aku sangat kaget ketika membuka pintu ternyata Evan masih menungguku didepan pintu kamar mandi itu, dengan pandangannya yang kosong memandangi wajahku.
"Dasar orang aneh" gumamku.
"Apa orang aneh? " tanya nya yang membuat langkah kakiku berhenti sejenak.
Aku hanya bisa terdiam ku fikir dia tidak bisa mendengar suaraku ternyata dugaanku salah dia masih sadar namun dia mabuk.
Ini bisa kujadikan kesempatan untuk kabur dengan memanfaatkan keadaan Evan yang sedang mabuk, Namun aku berfikir lagi jikalau aku ditangkap olehnya entah apa yang akan terjadi pada diriku mungkin aku akan dibun*hnya hari itu juga.
Aku memilih bertahan beberapa hari sampi benar-benar waktu yang pas bagiku untuk kabur dari rumah neraka ini.
Brukk~~~
Evan ambruk seketika ia langsung tak sadarkan diri, aku menghela nafas berat ku tarik kedua tangannya untuk membawanya ke atas kasur.
"Sial*n berat juga nih anak" ucapku, dengan sekuat tenaga aku menaikan tubuh Evan keatas kasur kamarku walaupun tanganku yang diperban masih sakit.
Aku yang sudah capek langsung menarik selimut langsung menutupi tubuhku dan juga tubuh Evan, Sebelum tidur aku memandangi wajah Evan yang sudah tertidur pulas wajahnya sangat tampan benar-benar tampan.
"Aku sayang kamu Evan, andai kata sifatmu kepadaku tidak kejam" gumamku sambil mengelus wajah tampan Evan yang membuatku terpesona namun tidak dengan hati serta sifatnya.
Keesokan harinya seperti biasa aku terbangun dengan posisiku yang sudah berada diatas tubuh Evan, Aku menatap Evan yang ternyata dia sudah bangun lebih awal dari ku.
Dia memandangi wajahku tanpa ekspresi apapun hanya dengan tatapan kosong sambil memegang pinggang ku sejujurnya, aku sangat canggung sekali dengan keadaan itu bagaimana tidak dia sudah sadar tidak seperti semalam.
"Maaf aku nggak sengaja" ucapku.
Dengan secepat mungkin Evan membalikkan badanku, saat ini akulah yang dibawah tubuhnya, nafas ngos-ngosan dibuatnya terlebih lagi aku canggung dan juga takut.
Tanpa aba-aba dia kemudian memegang kedua pipiku dan langsung mencium bibirku dengan lembut, aku hanya bisa diam dan juga menutup kedua mataku merasakan kenikmatan ciuman yang diberikan oleh Evan.
Dia terus menerus melumat bibirku, dia kemudian turun dibagian leherku dan menciumi leherku secara sadarnya.
"Tuan" teriak seseorang yang berada diluar kamarku yang seketika menghentikan aksi Evan.
Evan kemudian turun dari kasur untuk menemui orang yang memanggilnya, syukurlah aku lolos dari nya.
Tidak jelas apa yang mereka bicarakan namun dari kamar tidurku sangat bisa jelas mendengar seseorang sedang berbincang-bincang didepan pintu kamarku.
Aku tak menggubris hal itu, aku memilih untuk pergi mandi saja. Saat membuka semua pakaian ku aku melihat seluruh tubuhku dicermin banyak sekali luka serta memar.