NovelToon NovelToon
THE MAIN CHARACTER IS ME

THE MAIN CHARACTER IS ME

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / CEO / Cinta setelah menikah / Nikah Kontrak / Percintaan Konglomerat / Cinta Paksa
Popularitas:2.3k
Nilai: 5
Nama Author: lightfury799

Sinopsis

Seorang antagonis dalam sebuah cerita atau kehidupan seseorang pasti akan selalu ada. Sama halnya dengan kisah percintaan antara Elvis dan Loretta. Quella menjadi seorang antagonis bercerita itu atau bisa dikatakan selalu menjadi pengganggu di hubungan mereka.

Di satu sisi yang lain Quella ternyata sudah memiliki seorang suami yang dikenal sebagai CEO dari Parvez Company.

Tentu sangatlah terkesan aneh mengingat status Quella yang ternyata sudah memiliki seorang suami tapi masih mengejar laki-laki lain.

•••••

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon lightfury799, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Chapter 22

Quella terbangun dengan nafas tersengal-sengal, matanya memicing mencari tombol lampu samping tempat tidur. Saat lampu menyala, dia langsung menatap jam dinding di kamar. Pukul sepuluh pagi! Sebuah kejutan yang membuatnya langsung melompat dari kasur. "Aku terlambat, dan di mana Yuren?" gumamnya sambil bergegas memakai sandal.

Merasa keheranan karena gorden ternyata belum terbuka, biasanya Yuren akan membangunkannya dan membuka jendela agar cahaya matahari pagi masuk.

Dengan rambut yang masih berantakan dan piyama yang tak sempurna, Quella mulai berteriak sambil berlari turun tangga. Mengabaikan penampilan nya, karena ingin segera mencari keberadaan Yuren. "Yuren... Yuren....," suaranya bergema memenuhi setiap sudut rumah besar itu. Dia hampir terjatuh ketika tiba-tiba sebuah suara menghentikannya.

"Berhenti, jangan berteriak," kata Xaver dengan nada datar, muncul dari arah ruang makan dengan secangkir kopi di tangan. Quella menoleh dengan kebingungan yang terpancar jelas di wajahnya.

"Tidak biasanya sekali dia masih ada di sini," gumam Quella keheranan, karena Xaver biasanya akan pergi bekerja setiap hari, walaupun itu di hari weekend sekalipun. Bisa katakan orang di depannya itu sangat gila kerja.

Xaver melanjutkan langkah kakinya, menuju ruang tv. Dirinya ingin bersantai hari ini, dan memiliki rencana untuk berkunjung ke rumah orangtuanya nanti. Menonton televisi, sambil menikmati kopi hangat di tangannya, mengabaikan Quella yang ternyata sedang memperhatikannya.

Walaupun Xaver agak dibuat heran, akan penampilan Quella yang jauh dari kata rapih. Baju yang asal-asalan, bahkan rambutnya seperti singa yang baru terbangun, karena biasanya Quella selalu berpenampilan rapih, walaupun itu hanya di rumah, tidak ada baju santai saat sekalipun bertemu dengannya.

Merasa diabaikan Quella memilih untuk pergi, dan merasa akan sangat memalukan jika bertanya pada Xaver dimana Yuren, setelah kemarin malam mereka bertengkar cukup besar. Apalagi saat Quella baru sadar seberapa berantakannya penampilannya saat ini.

Langkah kaki Quella langsung berhenti, saat mendengar informasi dari mulut Xaver tanpa dirinya minta.

"Yuren sudah tidak bekerja padamu lagi. Sekarang belajarlah untuk mandiri," ucap Xaver tanpa melihat ke arah Quella, matanya fokus pada layar televisi yang menampilkan pertandingan golf.

"Apa maksudnya?" Quella tentu dibuat terkejut. Kepalanya terasa berputar, Yuren selalu ada untuknya, membantunya di pagi hari, mengatur segala keperluannya. Bagaimana mungkin tiba-tiba dia harus beradaptasi tanpa Yuren? Quella berharap ucapan itu hanya omong kosong belaka.

Xaver akhirnya menatap Quella, dengan tatapan dinginnya. "Apa kamu lupa? Ucapan dirimu kemarin malam, yang mengatakan aku tidak perlu ikut campur akan urusan mu lagi," tatapan Xaver semakin dingin, dirinya benci saat mengingat pertengkaran itu.

"Iya aku ingat, tapi apa hubungannya dengan ketidakadaan Yuren?" Quella bertanya, walaupun rasanya suasana hatinya merasa merinding akan tatapan dingin dari Xaver. Namun Quella sebisa mungkin tidak boleh sampai terintimidasi.

Xaver menghembuskan napas pelan, sepertinya Quella memang melupakan semuanya. Bangkit dari tempat duduknya, kemudian mensejajarkan tingginya dengan Quella. "Semua pekerja yang bekerja di rumah ini, mendapatkan gaji dari uangku, bahkan Yuren sekalipun. Gaya hidup mu, hingga oma mu, semua itu dari uang yang aku hasilkan."

Menghentikan ucapannya sejenak, kemudian tersenyum sinis. "Jadi.... Karena aku tidak diperbolehkan ikut campur dalam urusan mu lagi. Mulai sekarang belajarlah melakukan semuanya sendiri. Dari bangun tidur mu, bahkan hingga makan sekalipun. Silahkan cari uangmu sendiri, karena aku tidak mau mengeluarkan uang sedikitpun lagi, untuk mengurusi orang yang tidak tau apa itu ucapan terimakasih," Xaver bersikap tegas, ucapan yang kemarin tidak hanya bualan semata. Xaver ingin setidaknya Quella menghargai kehadiran dirinya.

Mata Quella terbuka lebar, matanya tak kalah tajam menatap Xaver. Kata-kata itu berhasil menusuk hati Quella, membuatnya merasa kecil dan tidak berdaya. Namun karena Quella tidak mau dianggap lemah, dirinya akan membuktikan kepada Xaver. "Oke... Lagi pula aku bisa melakukannya sendiri, sekalipun itu mencari uang," Quella menatap Xaver dengan lebih angkuh.

Xaver rasa-rasanya ingin tertawa keras, namun dirinya hanya memberikan senyum sinis. "Silahkan lakukan semuanya sesukamu. Sekalipun kamu melaporkan kepada oma mu, aku yakin bukan mendapatkan pembelaan, sebaliknya dirimu yang akan menyebabkan kondisi kesehatan oma mu menjadi memburuk."

Quella menatap Xaver geram, padahal niatnya Quella akan memberitahukan perilaku buruk dari Xaver pada omannya. Namun mengingat kondisi omanya yang memang akhir-akhir ini memburuk, membuat Quella harus berpikir dua kali lagi. "Cih...," Quella berdecak kesal, merasa posisinya sekarang tidak aman.

Tanpa mau melihat lagi kearah Xaver, Quella segera berlari menuju kamarnya. Memikirkan bagaimana caranya untuk bisa mendapatkan pekerjaan. Atau pertama-tama Quella harus berpikir bagaimana cara mempersiapkan diri sendiri, dan mengisi perutnya yang mulai lapar ini.

Xaver menatap kepergian Quella, membiarkan istrinya itu melakukan sesuka hatinya. Hingga senyuman kecil terukir, tangannya langsung menutup wajahnya. "Dia imut sekali," gumam Xaver karena baru pertama kalinya, mendapati Quella yang berambut acak-acakan dan masih dengan baju tidur. Apalagi wajah terkejut hingga cemberutnya, matanya onyx nya itu yang selalu saja membuatnya terpesona.

"Gila, kamu sudah terlalu gila Xaver. Hanya seperti itu saja, kamu hampir melupakan amarah mu," menggelengkan kepalanya cepat, Xaver memilih untuk segera bersiap-siap untuk pergi ke rumah orangtuanya. Walaupun dirinya harus memikirkan alasan yang masuk akal, karena tidak bisa membuat Quella ikut bersama berkunjung ke mansion Parvez.

°°°°°

Langkah Xaver terhenti saat telinganya menangkap suara bising yang berasal dari dapur. "Kenapa berisik sekali? Bukankah sekarang bukan jam pelayan bekerja," ucap Xaver curiga. Rasa ingin tahu memicu langkahnya untuk segera mendekat. Saat sampai di pintu dapur, matanya terbelalak menyaksikan pemandangan yang tak pernah ia duga.

Xaver menarik napas dalam-dalam, matanya melotot menatap pemandangan kacau di dapur. Quella, dengan rambut yang acak-acakan dan baju yang ternoda tepung, tampak panik sambil mencoba menenangkan panci yang isinya meluap.

"Ella, ada apa ini?" tanya Xaver dengan nada tinggi, mencoba menahan rasa frustrasinya.

Quella yang sedang panik, sama sekali tidak mendengarkan apa yang di teriakan.  Hingga tanpa disengaja tangannya terkena cipratan dari air panas itu. "Aw...," teriak Quella kesakitan. Rasa panik semakin tinggi, saat melihat air terus meluap keluar.

Mendengar teriakkan itu, Xaver mempercepat langkahnya, dan langsung mematikan api kompor. "Bodoh," gerutu Xaver, yang kemudian menarik tangan Quella ke arah wastafel, menyalakan keran air.

Mendinginkan tangan Quella yang terkena air panas, hingga benar-benar sudah tidak memerah. Keheningan menyelimuti mereka, Quella diam saja enggan untuk mengatakan apapun. Dirinya merasa malu, apalagi dengan penampilannya yang sekarang acak-acakan sekali. Bahkan rambutnya masih basah, karena tidak benar saat mengeringkannya.

"Apa tidak bisa dirimu tidak mengacau?" suara Xaver terdengar tegas. Walaupun tatapan sekarang hanya tertuju pada tangan Quella, memastikan tidak ada luka bakar.

"Aku lapar," cicit Quella, nada suaranya kecil namun masih dapat didengarkan secara jelas oleh Xaver.

Xaver menghela napas, setelah mendengarkan alasan itu. Matanya melihat bagaimana  keadaan dapur yang biasanya rapi kini berubah. Bahan-bahan makanan berserakan di meja dan lantai, sementara peralatan dapur tergeletak tak terurus. Xaver menghela napas panjang, rasa frustrasinya meningkat.

Memandang Quella dengan ekspresi yang bercampur antara kesal dan kasihan. "Dan sekarang apa? Kekacauan ini siapa yang akan merapikannya kembali?" tanya Xaver muak, padahal sudah ada makanan di kulkas hanya perlu dipanaskan saja. Tapi Quella gagal memanaskannya dan terjadilah bencana di dapur.

Xaver memang sengaja, tidak menyediakan pelayanan lagi. Para pelayan akan bekerja di jam-jam tertentu saja, dan itu dia lakukan saat Qeulla mengatakan untuk dirinya tidak boleh ikut campur lagi. Walaupun begitu, Xaver tetap menyediakan sesuatu yang mungkin bisa Quella lakukan sendiri. Tapi rasa-rasanya sia-sia saat melihat kekacauan hari ini.

Quella diam, mulutnya terasa terkunci. Panas ditangannya juga sudah membaik. Rasa malu dan bersalah merayap ke dalam hatinya. "Ma..af..," Quella mengatakan itu secara tidak langsung, tapi dengan nada tergagap. Rasa-rasanya ini baru pertamakali dirinya mengatakan kata itu kepada Xaver.

Telinga Xaver tentu mendengar kata itu, kata keramat yang tidak pernah Quella ucapakan padanya. Menatap kearah Quella, namun Quella menghindar dari tatapannya. Meskipun kesal, ia mencoba meredam amarahnya.

"Duduklah dan tunggu sebentar," kata Xaver sambil merapikan bahan dan alat masak yang berserakan. Mengambil apron yang disediakan, setelahnya Xaver mulai menyiapkan bahan-bahan yang diperlukan.

Quella, dengan wajah kusutnya, mengangguk lesu dan duduk di sudut dapur. Perutnya sudah semakin meminta untuk diisi, baru kali ini Quella berharap pada Xaver bisa memasak sesuatu untuknya.

Xaver mulai mengiris bawang dengan gerakan yang terlatih, sesekali matanya menoleh ke Quella yang tampak menyesal. Suasana di dapur menjadi hening, hanya suara pisau yang menabrak talenan dan desis minyak panas yang terdengar. Xaver menyiapkan hidangan sederhana yaitu nasi goreng.

"Dia hebat sekali," guman Quella tercengang akan skill Xaver dalam memasak. Quella pikir Xaver tidak bisa melakukan pekerjaan ini, namun ternyata salah. "Bukankah ini terlihat aku tidak berguna," guman Quella sambil melamun.

Hingga tanpa menunggu lama sebuah piring disajikan di depan matanya. Sebuah nasi goreng yang sangat terlihat lezat dan mengunggah seleranya. Rasanya sudut bibir Quella mengeluarkan air liur karena mencium aroma yang begitu lezat.

"Makanlah," ucap Xaver begitu datar, setelahnya langsung melepas apron yang dipakainya.

Sebelum Quella ingin mengatakan sesuatu lagi, Xaver sudah terlebih dahulu beranjak pergi dan menghilang dari pemandangannya. "Dia tidak begitu buruk juga," gumam Quella setelahnya menikmati makan yang telah dimasak Xaver untuknya.

Mengunyah makanannya dengan nikmat, Quella sekarang harus berpikir bagaimana mencari pekerjaan. "Aku harus mulai dari mana?" Quella begumam. "Mungkin Elvis bisa membantu," ucap Quella semangat.

Segera mengakhiri makannya, Quella berniat akan meminta bantuan pada Elvis. Mungkin ucapan Xaver bener, sebisa mungkin Quella harus bisa melakukan sesuatu sendiri. Walaupun akan sulit, tapi Quella tidak mau menyerah. "Akan aku buktikan, bahwa aku bisa melakukan apapun," ucapnya semakin semangat. Api semangat bahkan terpancar di matanya.

°°°°°

Xaver masih belum berniat untuk beranjak pergi ke rumah orangtuanya. Setelah memasak untuk Quella, Xaver malah duduk di ruang tv, menunggu apa yang akan dilakukan oleh Quella nantinya. Entah mengapa hatinya merasa khawatir dan cemas. Hingga tidak tenang.

"Sialan mengapa aku begitu peduli padanya," Xaver terkadang pada sikapnya yang terkadang terlalu lemah ini.

Menunggu selama beberapa jam sambil melihat layar televisi, hingga suara sepatu heels terdengar oleh telinganya. Lagi-lagi Xaver menghembuskan nafasnya dengan kasar, saat melihat penampilan Quella yang sangat jauh dari kata rapih. Rambut yang berantakan, sampai riasan wajah yang terlalu menor.

"Apa tidak ada yang dirinya bisa?" Xaver mempertanyakan karena sepertinya Quella terlalu bergantung pada Yuren, hingga tidak bisa bersiap-siap sendiri.

"Berhenti," ucap Xaver menghentikan langkah Quella yang terburu-buru.

Quella menoleh kearah suara itu, tatapan mata mereka bertemu. "Apa cermin di kamarmu rusak?" Xaver bertanya sambil mendekat ke arah Quella.

Diam tidak menjawab, jujur saja Quella memang tidak bisa melakukan sesuatu sendiri. Dirinya diam saat Xaver sudah berada di depannya. "Ahrg......," hembusan nafas kasar dari Xaver terdengar jelas oleh telinganya.

"Ayo sini," Xaver langsung menarik tangan Quella, agar mengikuti langkahnya.

Lagi-lagi Quella hanya diam, enggan untuk memberontak atau mencari keributan, setelah kepalanya merenung saat tadi menikmati nasi goreng yang disajikan Xaver. Xaver sudah membantunya, setidaknya Quella tau diri sedikit. Walaupun hati Quella masih terasa janggal akan jebakan Xaver untuk menikahinya. Tanpa disadari olehnya, ternyata Xaver membawanya ke kamar tidurnya.

Rasanya Xaver bisa-bisa sakit kepala, seharian ini. Setelah mengacaukan dapur, sekarang kamarnya sendiri lebih dari kata itu, semua barang dimana-mana, tergeletak tak beraturan, bahkan kasurnya saja tidak dirapihkan. "Ini kapal pecah," gerutu Xaver, saat melihat betapa berantakannya kamar Quella. Kepalanya bahkan sekarang sudah terasa pening.

"Akan aku rapihkan nanti," ucap Quella cepat, rasanya sedikit kesal saat Xaver meledak keadaan kamarnya. Padahal Quella terburu-buru, karena akan bertemu seseorang.

"Duduk diam, akan aku panggilkan pelayan saja. Rasa-rasanya kepalaku sakit, melihat semua barang yang tidak pada tempatnya," Xaver sudah tidak kuat, jika harus membereskan kekacauan yang dilakukan Quella. Apalagi kamar ini tidak bisa dikatakan kecil.

Keluar dari dalam kamar Quella, dan segera menelpon seseorang. Xaver memilih menunggu di luar, sambil menikmati sejuknya angin. Membiarkan para pelayan bekerja, agar merapihkan kekacauan yang dilakukan oleh Quella.

Tanpa menunggu lebih lama, Quella telah ditandangi oleh para pelayan baru. "Siang nona, mari saya bantu."

Para pelayan mulai melakukan pekerjaan mereka, dari membereskan kamar Quella hingga membantu Quella kembali mempersiapkan diri. Quella menatap bayangan di cermin. Walaupun awalnya sedikit tidak nyaman, karena bukan Yuren. Tapi Quella memilih diam saja, karena dirinya juga tidak mau menyia-nyiakan bantuan ini.

"Aku baru melihat kalian, sejak kapan kalian bekerja?" tanya Quella yang berusaha meningkat.

Pelayan yang menyisir rambut Quella tersenyum tipis. "Maaf nona tapi kami tidak bisa menjawabnya."

Mendengar itu, membuat Quella bungkam. Sepertinya Xaver yang menyuruh mereka semua agar tidak memberitahukan apapun padanya. Hingga suara dari handphone nya berbunyi.

Quella membacanya ternyata sebuah pesan teks dari Elvis. 'Quella aku sudah sedari tadi menunggu, apa terjadi sesuatu? Mengapa kamu belum juga turun?'

Menepuk jidatnya pelan, Quella lupa akan janji temunya dengan Elvis. Saat tadi ia berniat untuk melakukan pertemuan. Quella ingin meminta bantuan kepada Elvis.

"Seperti sudah," Quella menghindar saat pelayan akan berniat menambah sesuatu untuk menghias wajahnya kembali. "Aku buru-buru," Quella segera mengambil tasnya dan berlari turun menuju teras rumahnya.

•••••

TBC

JANGN LUPA FOLLOW

1
@Biru791
mau lanjut gak nih thour
Ochi Mochi
sya sdahin aza bacanya sya kira ela sudah mulai suka sma xavir
Ochi Mochi
kpan ella sdar kok ini kayak gak ada harga dri y si lelaki.
Anggi Puspita
ada yg tau komik Serena ga...mirip bgt cerita nya..TPI ga mirip²kli sii cmn ada kesamaan
shaqila.A
halo kak, ka ini serius gantung gitu? padahal seru, aku pengen tau endingnya huhu
Alan
Teruslah menulis, ceritanya bikin penasaran thor!
Flynn
Author, aku jadi pengen jalan-jalan ke tempat yang kamu deskripsikan di cerita ini 😍
Hairunisa Sabila
Gak nyangka endingnya sekeren ini, terima kasih udah bikin aku senang!
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!