Luna harus menerima kenyataan pahit saat mengetahui jika suaminya yang baru saja menikahinya memiliki hubungan rahasia dengan adiknya sendiri.
Semuanya bermula saat Luna yang memiliki firasat buruk di balik hubungan kakak beradik suaminya (Benny dan Ningrum) yang terlihat seperti bukan selayaknya saudara, melainkan seperti sepasang kekasih.
Terjebak dalam hubungan cinta segitiga membuat Luna pada akhirnya harus memilih pada dua pilihan, bertahan dengan rumahtangganya yang sudah ternodai atau memilih menyerah meski perasaannya enggan untuk melepas sang suami..
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mommy2R, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
(Permainan Ningrum)
"Laptop error itu cuma alasanmu saja kan? Kamu bilang seperti itu biar bisa berduaan denganku, iya kan?" ucap Benny sesaat setelah dirinya berada di kamar Ningrum.
"Iya, kok tahu sih?" Ningrum tersenyum lebar. Ia mendekat dan lalu memeluk Benny dengan erat. "Aku rindu padamu, Mas," lirihnya.
"Jangan seperti ini, Ning, ingatlah aku sudah tak sendiri lagi." Perlahan Benny melepas pelukan Ningrum sambil mendorongnya pelan.
"Ck! Lagian kenapa sih kamu harus buru-buru menikah? Dulu janjinya kamu akan menikah kalau aku sudah bisa move on darimu, tapi kenapa tiba-tiba kamu ingkar dengan janjimu sendiri?"
Air mata Ningrum jatuh menetes tanpa bisa ditahannya lagi. Ia menangis sedih di hadapan Benny, sang kakak yang juga kekasihnya.
Benny tak kuasa melihat kesedihan Ningrum, ia menghela nafasnya sembari menarik tubuh Ningrum ke dalam pelukannya.
"Aku sengaja buru-buru menikah karena kalau aku terus-menerus melajang, perasaanmu tak akan mau berpindah ke lelaki lain," ujar Benny.
"Perasaanku memang tak akan berpindah, Mas. Perasaanku akan tetap setia kepadamu sampai kapanpun,"
"Jangan begitu, Ning, kita ini saudara. Aku kakakmu dan kamu adalah adikku, selamanya akan seperti itu." tutur Benny.
Ningrum terdiam. Ia menangis sesenggukan di pelukan lelaki yang dicintainya tanpa mengeluarkan sepatah katapun.
"Tidurlah, sudah malam," ucap Benny sembari melepas pelukannya.
"Sebentar saja, Mas. Tolong.. biarkan sebentar saja aku berada dalam pelukanmu." pinta Ningrum.
Benny tak bisa menolak, lagi lagi ia memenuhi kemauan Ningrum seperti yang sudah-sudah.
Tok tok tok.
Ketukan di pintu kamar membuat Ningrum terpaksa harus melepaskan pelukannya. Ia mengusap kedua matanya yang basah sebelum membukakan pintu.
"Mbak Luna, kenapa kemari?" tanyanya bernada tak suka.
"Aku mau menjemput mas Benny, suamiku. Ini sudah sangat larut, sudah waktunya dia beristirahat," jawab Luna.
"Be- benar kata mbakmu, Ning, ini sudah larut. Mas harus segera beristirahat." Benny berjalan melewati Ningrum. Digenggamnya tangan Luna yang kemudian diajaknya berlalu.
"Kamu sama Ningrum sedang apa sih di dalam kamar berduaan, Mas? Pintunya juga.. kenapa harus ditutup?" cecar Luna.
Sesampainya di dalam kamar, Benny lantas mengajak Luna untuk berbaring di atas kasur.
"Aku memperbaiki laptop Ningrum yang error, Luna. Selain itu tak ada hal lain yang kami lakukan," jawab Benny.
"Benarkah?"
Benny berdecak pelan, "Kamu itu kenapa sih? Cemburu? Atau apa? Pertanyaan kamu tadi itu seperti tuduhan bagiku,"
Luna terkekeh mendengarnya, "Tuduhan? Aku kan cuma tanya, Mas, kenapa kamu seolah tersinggung begitu sih?" balasnya.
"Apa-apaan sih kamu? Kok malah ngajak ribut." Benny mendengus kesal. Ia membalikkan badan, memunggungi Luna.
"Siapa yang ngajak ribut? Orang cuma tanya kok."
*
Jam di dinding kamar menunjukkan pukul 2 dinihari. Suasana di kediaman Benny sepi sunyi, semua orang sudah terlelap di kamarnya masing-masing. Hanya Luna sajalah yang sampai detik ini masih terjaga.
Ada sesuatu yang mengganjal di hati Luna sehingga membuatnya tak kunjung bisa memejamkan mata.
"Di kamar Ningrum, aku sempat melihat ada banyak sekali fotonya bersama mas Benny. Benar, mereka adalah kakak adik, tapi saat melihat foto-foto mereka yang dipajang Ningrum di dinding kamarnya, entah kenapa aku merasa seperti cemburu." gumamnya dalam hati.
**
Keesokan harinya, terlihat semua keluarga Benny sudah berada di ruang makan. Hanya Luna saja yang belum terlihat batang hidungnya.
"Istrimu mana, Benn?" tanya Hendra.
"Masih di dalam kamar, Pa. Tadi sih masih mandi," jawab Benny.
"Mandi biasa apa mandi keramas, Benn?" celetuk Retno. Ia senyum-senyum sendiri sambil melirik Benny.
Seketika ruang makan pun menjadi ramai dengan suara tawa.
Di saat yang bersamaan, datanglah Luna. Pagi-pagi dia sudah terlihat cantik dan menawan meskipun hanya mengenakan pakaian rumahan.
"Pagi semua," sapa Luna.
"Pagi.."
"Maaf, Mbak, ini tempat dudukku. Kalau Mbak mau duduk, silahkan di sebelah kursinya mama. Di sana kosong," ujar Ningrum tepat di saat Luna hendak mendudukkan pantatnya di kursi sebelah Benny.
Raut wajah Luna langsung berubah. "Kenapa begitu?" tanyanya tak suka.
"Luna.. Ningrum itu sejak kecil memang sudah terbiasa apa apa bersama Benny. Sampai-sampai urusan tempat duduk pun dia maunya cuma di sebelah Benny. Jadi, Mama minta, kamu mengalah saja ya sama adikmu," sahut Retno. Ucapannya seakan mendukung tindakan Ningrum.
Tak ingin mengalah, Luna pun mencoba mencari pembelaan suaminya. Ia menatap Benny dan memanggilnya, "Mas.."
"Kamu duduk di sebelah mama ya. Tak apa kan? Adikku satu ini memang sangat manja padaku," ucap Benny.
"Tuh kan, mas Benny saja tak mempermasalahkan. Kenapa Mbak yang orang baru malah seolah-olah ingin mengatur orang lama di sini?" cetus Ningrum.
Dengan santai, Ningrum mendorong pelan tubuh Luna sehingga membuat kakak iparnya itu sedikit tersentak.
"Sini, Luna, duduk di sebelah Mama." ucap Retno.
Dengan enggan, Luna berjalan mendekati Retno dan duduk di kursi sebelahnya.
Dalam diam, Hendra sebenarnya memperhatikan tingkah keluarganya. Ia menatap satu persatu anggota keluarganya secara bergantian tanpa mengucapkan sepatah katapun.
"Mas mau makan apa? Biar aku ambilkan," kata Ningrum pada Benny. "Mau ayam goreng bumbu laos? Udang goreng? Atau apa?" tanyanya antusias.
"Aku mau-"
"Ehem." Hendra tiba-tiba saja berdeham, membuat perhatian semua orang yang berada di meja makan terpusat kepadanya. "Benny itu sudah punya istri biarkan istrinya saja yang melayani dia," ucapnya penuh penekanan.
Semua orang menatap sekilas ke arah Ningrum, namun tak ada yang berani bersuara sedikitpun untuk membelanya.
"Ma- maaf, Pa, aku dari dulu selalu melayani mas Benny, makanya sampai sekarang masih terbawa kebiasaan itu. Aku lupa kalau mas Benny sudah punya seorang istri," ucap Ningrum. Lirikannya terlihat sinis saat mengarah ke Luna.
"Kamu itu tidak lupa tapi pura-pura lupa." tukas Hendra.
Ningrum seketika diam, tak dapat berkata-kata lagi. Ia juga tak mungkin berani membantah perkataan Hendra apalagi yang dikatakannya memanglah sebuah fakta.
"Kamu mau makan apa, Mas? Mau aku ambilkan atau ambil sendiri?" tanya Luna tiba-tiba.
"Aku ambil sendiri saja," jawab Benny. Ia tersenyum manis kepada Luna demi membuat istrinya itu tak tersinggung dengan pilihannya.
"Oke."
Suasana di ruang makan tampak tak seperti biasanya. Semua orang menjadi canggung akibat teguran Hendra tadi.
"Apa rencana kalian berdua setelah ini? Apa mau langsung berangkat kerja ke kantor atau mau cuti honeymoon dulu?" tanya Hendra, memecah keheningan di antara mereka.
Benny dan Luna saling berpandangan, keduanya tersipu dan tertunduk malu mendengar pertanyaan Hendra.
"Rencananya sih kami mau cuti untuk honeymoon dulu, Pa," jawab Hendra malu-malu.
"Tak apa. Papa mengizinkan. Memangnya kalian mau honeymoon ke mana?" tanya Hendra lagi.
"Ke Bali, Pa. Aku dan Luna jauh-jauh hari sudah memilih tempat yang akan kami kunjungi di Bali setelah pernikahan kami," terang Benny.
"Kalau begitu, segeralah berkemas dan jangan ditunda-tunda lagi," ujar Hendra.
"Siap, Pa. Kalau tak ada halangan-"
"Awh!" Tiba-tiba saja Ningrum menjerit keras, memotong percakapan Hendra dan Benny. "Ah.. sakit," rintihnya sembari meremas perutnya.
"Kamu kenapa, Ning? Perutmu kenapa?" tanya Benny, cemas.
Retno pun ikut-ikutan panik melihat anak perempuannya yang merintih kesakitan. Ia beranjak dan langsung menghampiri Ningrum.
"Kamu sedang haid ya? Kumat lagi sakit perutnya?" tanya Retno.
Bukannya menjawab, Ningrum malah mencari perhatian Benny. Ia memanggil nama sang kakak dengan nada lirih sambil menghamburkan tubuhnya ke dada Benny.
"Astaga, Ningrum! Kamu kenapa, Nak?" Retno berteriak histeris. Air mata Retno sampai jatuh menetes, membasahi pipi saking khawatirnya melihat keadaan anak perempuannya.
Tanpa banyak berpikir, Benny langsung mengangkat tubuh Ningrum dan membawanya ke kamar.
"Sabar ya, Sayang, aku akan segera menghubungi dokter keluarga kita untuk memeriksamu. Kamu bersabarlah dulu." ucap Benny.
Tanpa Benny sadari, saat dirinya tak sengaja memanggil Ningrum dengan sebutan 'Sayang' ada seseorang di belakang punggungnya yang tampak terkejut.
"Kenapa Benny memanggil adiknya dengan sebutan sayang? Apakah mungkin Benny memiliki perasaan khusus terhadap adiknya ataukah hanya perasaanku saja yang salah menilai?" batin seseorang itu.
_