Rasa bersalah yang menjerumuskan Evelin, atlet renang kecil untuk mengakhiri hidupnya sendiri, karena sebuah kecelakaan yang merenggut nyawa seluruh keluarganya. Kesepian, kosong dan buntu. Dia tidak mengerti kenapa hanya dia yang di selamatkan oleh tuhan saat kecelakaan itu.
Namun, sebuah cahaya kehidupan kembali terlihat, saat sosok pria dewasa meraih kerah bajunya dan menyadarkan dia bahwa mengakhiri hidup bukanlah jalan untuk sebuah masalah.
"Kau harus memperlihatkan pada keluargamu, bahwa kau bisa sukses dengan usahamu sendiri. Dengan begitu, mereka tidak akan menyesal menyelamatkanmu dari kematian." Reinhard Gunner.
Semenjak munculnya Gunner, Evelin terus menggali jati dirinya sebagai seorang perenang. Dia tidak pernah putus asa untuk mencari Gunner, sampai dirinya tumbuh dewasa dan mereka kembali di pertemukan. Namun, apa pertemuan itu mengharukan seperti sebuah reuni, atau sangat mengejutkan karena kebenaran bahwa Gunner ternyata tidak sebaik itu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Elsa safitri, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Perlombaan
*
*
*
Gunner mengantarkan Evelin tepat sampai ke depan rumahnya. Saat gadis itu turun setelah mengatakan terimakasih dan hati-hati di jalan, Gunner menyusulnya.
"Evelin."
Pria itu tiba-tiba berseru. Evelin yang semakin jauh kini kembali menoleh dengan cepat. Pria itu tidak membuat tanggapan setelahnya, seolah memang hanya ingin melihat gadis itu sekali lagi.
"Kenapa?"
Saat Evelin bertanya, Gunner merogoh saku jaketnya dan mendekat untuk memberikan sesuatu. Evelin yang bingung hanya terdiam dan menunggu pria itu menghampirinya.
"Kamu menjatuhkan ini tadi malam."
Gunner memberikan sebuah kalung dengan liontin kecil berwarna seperti air. Gadis itu tersadar dan segera memeriksa dadanya untuk memastikan. Sadar liontin itu memang tidak ada di sana, dia meraihnya dari tangan Gunner.
"Terimakasih, senior. Aku bahkan tidak sadar kalung ini hilang."
Gunner hanya menanggapinya dengan senyuman. Keheningan terjadi setelahnya. Seolah Gunner mempersilahkan Evelin melanjutkan langkahnya, dia tidak mengatakan apapun lagi.
"Um.. Kalau begitu, aku masuk dulu."
Gunner mengangguk dan melambai sebentar sebelum berbalik dan kembali ke dalam mobil. Saat pria itu berbalik untuk pergi, Evelin meliriknya sekali. Dia melihat punggung kokoh pria itu dan bagaimana caranya melangkah semakin jauh.
Karena semakin menikmati pemandangan tersebut, Evelin dengan cepat masuk ke dalam rumah dan menutup pintunya. Dia bersandar di pintu masuk dengan raut wajah yang tak tertandingi. Begitu panas dan sangat merah seperti baru di angkat dari tempat merebus daging.
*
*
*
Dua minggu setelahnya..
Hari ini adalah hari dimana para atlet renang berkumpul untuk perlombaan. Tentu saja para pelatih memilih atlet terhebat mereka untuk mengikuti lomba tersebut. Termasuk pelatih Evelin. Dia memilih Evelin yang akan melakukan renang gaya bebas dan Fanny sebagai renang gaya dada.
Di waktu tertentu, mereka akan berkumpul di area renang untuk bersiap. Sementara itu, Evelin malah terlambat karena gangguan tidurnya semalam. Dia bergegas menyusul para atlet lain untuk pergi ke area renang seorang diri. Sebenarnya semua atlet bersiap di satu mobil yang sama, namun karena Evelin datang terlambat, mobil tersebut sudah pergi lebih dulu.
"Bibi, kenapa tidak membangunkan aku? Hari ini ada perlombaan penting."
"Bibi sudah berusaha membangunkanmu, sayang. Tapi kamu masih tetap tidur."
Gadis malang itu terpaksa menaiki kereta bawah tanah dan berlari untuk mencapai tempat perlombaan. Stamina yang dia latih setiap pagi dan malam, kini harus di kuras karena mengejar waktu.
"Oh, astaga!"
Di antara waktu itu, sebuah mobil hitam berhenti di sampingnya. Saat dia menoleh untuk mencari tahu siapa pengendara mobil itu, kaca mobil di buka dan sosok di dalamnya ternyata adalah Gunner.
"Wah.. Tokoh penting malah melakukan lari maraton. Apa kau tidak lelah?"
"Senior, aku terlambat. Tolong berhenti mengejekku!"
Gunner menertawakannya lagi dan lagi. Melihat pria itu yang malah tertawa di situasi seperti ini, Evelin menghela nafas berat sebelum berlari kembali. Dia tidak punya waktu untuk bermain-main saat ini.
Melihat Evelin yang semakin menjauh, Gunner kembali melaju dan berhasil mengejar gadis itu lagi.
"Naiklah."
Pria itu tiba-tiba memberi ajakan. Evelin tidak langsung mengangguk dan naik, namun melihat raut wajah Gunner terlebih dahulu. Kini memang tidak terdapat cemoohan yang sama di sana.
"Baik, terimakasih Senior!"
Tanpa berpikir ulang, Evelin masuk ke dalam mobil Gunner dan duduk di sampingnya. Setelah gadis itu duduk dengan benar, Gunner kembali melaju dengan kecepatan yang semakin meningkat.
*
*
Setelah tiba di tempat perlombaan, pelatih Evelin terlihat tengah menunggu di depan gerbang. Matanya terus bergilir melihat ke arah jalan dan jam yang dia kenakan.
Saat Gunner dan Evelin turun dari mobil secara bersamaan, seorang wanita tiba-tiba keluar dari bangunan tersebut. Dia sangat cantik dan seksi. Rambutnya halus dan berkilauan karena pantulan matahari, sementara wajahnya dihiasi make up dengan sempurna.
Melihat wanita tersebut, ekspresi Gunner tampak berubah. Saat Evelin berniat untuk bertanya ada apa, wanita itu lebih dulu menghampiri mereka.
"Sayang, kamu sangat lama! Aku sudah memilih tempat duduk kita. Apa kamu begadang lagi semalam?"
"Maaf, aku minum terlalu banyak dan mengalami sakit kepala di pagi hari. Maafkan aku, hm? Mau aku belikan sesuatu untuk mengurangi kekesalanmu?"
"Haish, sudahlah ayo masuk. Lombanya hampir di mulai."
Seperti sebuah tombak runcing mencapai jantung, semua kebahagiaan Evelin seketika ambruk. Dia kembali di hantam oleh sebuah kenyataan pahit bahwa Gunner sudah memiliki seorang kekasih yang sangat dia cintai. Seorang wanita cantik dan dewasa yang dia nikmati untuk dirinya sendiri. Sungguh bodoh, berpikir bahwa Gunner berperilaku baik hanya padanya dan semua kebaikan yang Gunner berikan itu murni untuknya. Itu bohong. Semuanya hanya sebuah sandiwara seolah mereka sedang melakukan casting untuk sebuah film.
Gunner meninggalkan Evelin begitu saja. Dia yang sebelumnya begitu manis dan penuh dengan hiburan, kini begitu acuh seolah mereka tidak saling mengenal. Rasanya sakit bahkan hanya untuk memikirkan betapa baiknya Gunner beberapa saat lalu.
Saat Evelin menatap kedua punggung pasangan yang semakin menjauh, pelatihnya tiba-tiba menepuk punggungnya dari samping. Dengan naluriah dia menoleh.
"Pelatih, maafkan aku. Aku mengalami gangguan tidur tadi malam."
Pelatih itu tampak sangat marah namun berusaha untuk memahami alasan Evelin. Dia menghela nafas berat sesaat, lalu membawa Evelin masuk untuk segera bersiap.
"Dasar kau ini. Ayo masuk dan susul semua rekanmu."
*
*
*
Setelah berganti pakaian dan bersiap, dia duduk di sebuah lorong untuk menunggu pertandingan pertama selesai. Para atlet lain bergabung untuk duduk di tempat yang sama. Mereka tampak gugup dengan pertandingan yang akan mereka lakukan. Berbeda dengan Evelin yang terus memikirkan Gunner dan pasangannya itu.
Setiap dia memikirkannya, dia selalu merasa kesal sampai hampir meledak. Kenapa Gunner sangat brengsek? Kenapa dia begitu gemar bermain-main dengan seorang wanita? Namun, kenapa dia begitu baik saat berhadapan dengan Evelin? Dia sangat baik dan lembut sampai membuat Evelin jatuh cinta berkali-kali.
"Arrghh!! Aku kesal!"
Gadis itu tiba-tiba berseru. Para atlet lain menatapnya dengan tatapan bingung dari segala penjuru. Beberapa atlet yang dari tadi merasa gugup untuk bertanding, kini merasa sangat terkejut dengan suara tersebut.
Sadar suaranya malah terdengar sangat keras dan memecah suasana menegangkan, dia merasa malu setelahnya. Begitu malu sampai dia tidak berani untuk menunjukkan wajahnya.
"Maafkan aku.."