Sakit rasanya ketika aku menyadari bahwa aku hanyalah pelarianmu. Cinta, perhatian, kasih sayang yang aku beri setulus mungkin ternyata tak ada artinya bagimu. Kucoba tetap bertahan mengingat perlakuan baikmu selama ini. Tapi untuk apa semua itu jika tak ada cinta untukku.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Zheya87, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 12
Hingga tengah malam Roy tak juga pulang, seperti kemarin diapun tak mengabariku. Kali ini rasa cemasku berkurang. Tapi berubah ke rasa penasaran dan kurang percaya. Apakah aku curiga? Sudah pasti. Instingku mengatakan bahwa Roy berbohong.
Mataku memanas tak terasa air mataku menetes. Hatiku terasa nyeri. Sakit. Mengapa aku dibohongi? Jika hanya untuk menjenguk teman di rumah sakit kenapa harus bawa -bawa acara bareng teman kantor. Aku tak apa, yang penting jujur ga perlu sembunyi-sembunyi.
Ah aku merasa perasaanku sepertinya akhir-akhir ini sangat sensitif, semua jadi bahan pikiranku.
Mataku tak juga ter penjam, akupun tak berani menelpon Roy walau hanya sekedar bertanya keberadaanya.
Malam semakin larut tak ada tanda-tanda kepulangan Roy, kupaksakan memejamkan mata, tak juga aku tertidur. Ini sangat menyiksa.
Sekitar pukul tiga dinihari terdengar Mobil Roy memasuki halaman. Aku bangun dan mengintip lewat jendela kamar, kamar kami terletak tepat di disamping ruang tamu sehingga jendela kamar langsung menghadap halaman depan. Tak ada balkon di lantai atas, hanya ada satu kamar milik Roy yang jendelanya menghadap halaman depan.
Aku mengintip ke bawah, tampak Roy keluar dari dalam mobil dengan langkah gontai. Dia seperti orang kelelahan. Kunyalakan lampu kamar, aku ingin menyambut kedatangannya. Aku ingin berbicara dan menepis segala raguku terhadapnya.
Cekrek
Bunyi pintu terbuka.
"Loh belum tidur kamu Dara? " Roy seperti kaget saat melihatku belum tidur dan sambil duduk di ujung ranjang dan menatap ke arahnya.
" Menurut kamu? Sekarang aku sedang tidur atau ngapain? " jawabku ketus tak mengalihkan pandanganku. Roy mendekat sambil cengar-cengir.
" hehe, jadi gini rasanya menikah? Kalo pulang telat ada yang nungguin?" seperti tidak ada apa-apa Roy ngomong dengan santainya.
" Ada yang mau kamu ceritain ga? " tanyaku mode serius.
" Tentang? " Roy mengernyitkan kening dan duduk disampingku.
" Apa aja, siapa tau ada yang aku ga tau tentang apa saja yang au lakukan malam ini " lanjutku.
"Kamu kenapa sih? Ga ada apa-apa. Kita memang lupa waktu tadi. Biasa lah itu, lupa kalo ga bujang lagi. Udah malam lo ini, ayo cepat tidur besok kamu harus berangkat pagi-pagi ke salon." jawab Roy.
" Tadi ngapain di Rumah Sakit Bunda? siapa yang sakit? Atau acara ngumpul-ngumpul pindah ke Rumah Sakit ya? " kucecar dia dengan pertanyaan itu, sampai sejauh mana dia bohongi aku.
" Dara, please udah malam. Kita bahas besok. Kamu tidur ya? " Roy sambil memegang bahuku untuk meyakinkan aku.
" Tapi aku ga bisa tidur mikirin ini, kalo bisa ngapain aku tunggu kami hingga jam tiga " suaraku agak meninggi.
" Hey hey, ssssttttt.... Nanti kedengeran mama lo. Nanti dikira kita berantem. Aku janji besok aku jelasin. Kamu bakal ngerti. "sekali lagi Roy megakinkan aku sambil memelukku dan menenangkanku.
" Ya udah aku tidur " akhirnya aku luluh juga.
" iya, aku ganti baju dulu ya, kamu duluan " jawab Roy dan berlalu ke kamar mandi.
Paginya setelah subuh aku bersiap ke salon. Tampak Roy juga udah siap. Lengkap dengan pakaian rapi. Tampan. Itulah penilaianku melihat penampilan Roy, dia mengenakan setelan jas hitam dengan dalaman kemeja hitam polos juga. Rambutnya klimis tersisir rapi, keduan tanganya dimasukkan ke dalam kantong seperti bergaya ala foto model. Perfect. Tatapanku ke Roy seperti tanda tanya sehingga, sebelum aku bertanya Roy bicara lebih dulu.
" Hari ini aku udah ijin khusus buat mendampingi kamu wisuda. Jadi setelah dari salon kita langsung ke kampus mama juga sudah siap kayaknya. Mau ikut kamu ke salon katanya pengen cantik juga " penjelasan Roy akhirnya membuatku lega.
" Loh katanya kemarin ga bisa ikut, cuma bisa nganter sampe salon aja" jawabku heran.
" iya dong sayang, masa aku melewatkan moment spesial kamu. "
" Bener mama mau ikut? " tanyaku mengalihkan perhatianku dari Roy, sengaja untuk menghindari tatapannya yang mendebarkan jantungku. Sepertinya ketampanan Roy masih tetap menjadi daya tarik untukku.
" iya , tadi waktu kamu mandi bibi ke sini tuh bawa sarapan kamu bubur sama sup telur. Di suruh mama. Katanya kamu cuma bisa makan ini. Perutmu masih belum sehat katanya. " jawab Roy sambil menunjuk nampan di atas meja samping lemari Roy ada satu mangkuk bubur dan sup, ada piring roti juga, kayaknya mama membawakan untuk Roy sarapannya.
" Wah, mama kok repot-repot sih. Padahal aku udah ga apa-apa kok. " jawabku sambil menuju meja dan menyuap pelan sarapanku.
Roy pun ikut mengambil makanannya ada Roti bakar sudah diolesi coklat. Roy memakannya dengan lahap juga meneguk habis susu segelas. dia lebih dulu selesai makan, aku tersenyum melihat ada bekas coklat di sudut bibirnya.
" kemarin kenapa? Kata mama asam lambung kamu kambuh? " tanya Roy
" iya, kayaknya seperti itu. " jawabku.
" Makanya , setelah ini kamu jaga pola makan kamu, jangan sembarangan jajan. Ini pasti karena kebablasan makan bakso lagi. Udah tau ga bisa makan pedes kamu malah ngeyel, sekalinya ke kampus malah jajan yang ga sehat " Roy menceramahiku, aku seperti dejavu.
Ini adalah kalimat-kalimat Roy sewaktu kita masih SMA kalo aku sakit perut karena makan makanan pedas. Aku menatap Roy, teringat masa itu. Ketika aku yang masih egois dan tak mengerti keadaan. Aku selalu menjadi orang yang hadir diantara hubungan Roy dan pacar-pacarnya.
Lamunanku buyar ketika Roy bangkit dari duduknya dan mulai membereskan piring dan mangkuk bekas kami makan.
" Ayo Dar, kita cepat berangkat nanti telat loh. "
" Ya udah ayo"
Kamu pun berjalan beriringan menuruni tangga, aku cukup bersemangat pagi ini karena akan ditemani Roy, sehingga tanpa sadar aku lupa jika Roy ada hutang penjelasan padaku.